SOLOPOS.COM - Daoed Joesoef (JIBI/Solopos/Antara)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Sabtu (27/01/2018). Esai ini karya M. Fauzi Sukri, penulis buku Guru dan Berguru (2015) dan Pembaca Serakah (2017). Alamat e-mail penulis adalah fauzi_sukri@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO–Indonesia, khususnya dunia pendidikan, kehilangan sosok pemikir pedagogis tangguh yang pantas diteladani: Daoed Joesoef (8 Agustus 1926-23 Januari 2018). Saya mengenal tokoh ini dari tulisan-tulisan dia yang tajam dan bernas di media cetak dan beberapa buku karya dia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Buku karya dia antara lain Emak dan  terutama buku memoar reflektifnya, Dia dan Aku Memoar Pencari Kebenaran, buku memoar tertebal (viii+928) karya menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia yang mengungkapkan spektrum pemikiran secara luas terutama dalam pendidikan danpengajaran.

Di Solo, khususnya bagi beberapa penduduk di Pajang, Laweyan, Daoed Joesoef adalah legenda pembeli buku satu truk saat dia menjadi peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS), think tank yang sangat berpengaruh pada masa Orde Baru.

Saya mendapatkan kisah ini dari beberapa penjual buku dan pemilik Toko Buku Budi Laksana. Dalam buku memoar, Daoed Joesoef (2006: 150) menulis lembaga peneliti dan pengkajian masalah strategis dan internasional ini  memiliki perpustakaan yang khusus mengenai seni-budaya Jawa.

Buku-buku pengetahuan khas ini adalah sumbangan dari Jenderal L.B. Moerdani, yang dia beli dari anak (pewaris) seorang dalang yang semasa hidup pernah menjadi dosen di Universitas Sebelas Maret, Solo.

Nama dalang, sastrawan, dan wartawan itu adalah Samsudjin Probohardjono. Ia pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta (1961-1964). Selain banyak menulis buku tentang pewayangan, Samsudjin Probohardjono juga menulis buku Sejarah Pers dan Wartawan di Surakarta (1985) yang diterbitkan ulang oleh anaknya, Rela Samsujin (Retno Laweyani), pada 2015.

Dari beberapa buku K.R.T. Mloyodipuro, gelar Samsudjin Proboharjono dari Paku Buwono XII, yang saya punya, jelas dia adalah pembaca dan kolektor buku-buku Jawa yang fanatik. Saat pergi ke rumah dia di Pajang pada tahun 2013, saya hanya mendapatkan kisah dia saja dan jelas sudah tidak ada lagi buku yang tersisa kecuali beberapa buku fotokopian dan naskah-naskah K.R.T. Mloyodipuro yang hendak diterbitkan oleh anaknya.

Selanjutnya adalah: CSIS tidak pernah menerbitkan buku kajian tentang Jawa

Kajian Tentang Jawa

Daoed Joesoef atas biaya Moerdani berhasil membawa buku-buku tersebut ke Jakarta, meski sayang sekali CSIS tampaknya tidak pernah menerbitkan hasil kajian tentang Jawa, setahu saya. Buku satu truk itu tampaknya salah tempat. Daoed Joesoef memang mempunyai kesadaran berbuku yang berkelas fanatik.

Saat menjadi menteri, dia selalu membaca sampai dicap sebagai ”orang sombong” karena lebih memilih membaca buku daripada ngobrol nonsense ngalor-ngidul. Di Indonesia, satu-satunya mantan menteri pendidikan dan kebudayaan yang tetap terus memikirkan pendidikan dan pengajaran dengan sangat serius dan menuliskan dengan bernas dan canggih hanya Daoed Joesoef.

Pada usia 90-an tahun, Daoed Joesoef tetap menulis bahkan berambisi menulis tentang pola pikir multidisipliner dan pluridisipliner pada sistem pendidikan di Indonesia. Ini adalah tema yang dia gagas sebelum menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan dan sesuai dengan jalur pendidikan doktoralnya di Université Pluridisciplinaire de Paris I Panthéon-Sorbonne (1964-1972).

Pada masa kuliah di Jakarta tahun 1950-an, Daoed Joesoef menunjukkan diri sebagai pemikir berkelas canggih. Pada masa mahasiswa studi ilmu ekonomi, Daoed Joesoef menulis kritik keras terhadap pemikiran dan kebijakan Moh. Hatta tentang masalah jaminan emas bank sentral.

Berkat tulisannya yang dipuji Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo ini, Daoed Joesoef beberapa kali diundang Hatta bergabung dalam lawatan politik ke beberapa daerah. Hatta meninggalkan kesan yang mendalam pada diri Daoed Joesoef, terutama keprihatinan Bung Hatta tentang prospek pendidikan.

Bung Hatta, kata Daoed Joesoef,”Guru dan pahlawanku selama hayat dikandung badan.”  Dalam segi pemikiran yang berpengaruh terhadap konsep pedagogisnya, kita melihat pemikiran Daoed Joesoef begitu terpengaruh kedahsyatan sains modern Eropa.

Ia terpengaruh para pemikir era Pencerahan Eropa yang meletakkan (ulang) dasar-dasar sains modern dan pemikiran sains modern yang mengkritik pemikiran Pencerahan dan mengembangkan sains pada abad ke-20. Saat melihat perkembangan lembaga pendidikan dan etos akademik di Indonesia, terjadilah keprihatinan intelektual yang mengiris hati dan pikiran sampai dia meninggal.

Selanjutnya adalah: Keprihatinan intelektual ini adalah hal lumrah

Keprihatinan Intelektual

Masalah yang menjadi keprihatinan intelektual ini adalah hal lumrah menghinggapi intelektual Indonesia pada zaman itu bahkan sampai sekarang dan sekaligus menandakan kegagalan lembaga pendidikan melembagakan scientific culture.

Yang membedakan Daoed Joesoef dengan beberapa intelektual Indonesia lainnya adalah kesempatan yang dia miliki semasa menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan. Saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era 1978-1983, Daoed Joesoef banyak sekali membuat kebijakan kontroversial.

Kita ingat kontroversi atas kebijakan penghapusan hari libur selama Ramadan, padahal pemerintah kolonial Belanda saja mengizinkan libur. Daoed Joesoef bertarung dengan Buya Hamka. Hari libur bulan Ramadan ini pernah diterapkan lagi semasa Abdurrahman Wahid menjadi presiden, tapi sekarang justru banyak dimanfaatkan sekolah dan kampus untuk mengintensifkan pendidikan dan pengajaran keislaman.

Kebijakan Daoed Joesoef yang bikin geger nasional, terutama para aktivis mahasiswa, adalah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Daoed Joesoef menghapus Dewan Mahasiswa (Dema) yang mempunyai kekuatan politik setaraf anggota senat rektorat. Organisasi pergerakan mahasiswa yang berada di luar organisasi intrakampus tidak boleh mempunyai markas resmi di dalam kampus.

Bukan berarti Daoed Joesoef melarang apalagi membubarkan aktivitas organisasi pergerakan mahasiswa ekstrakampus. Kebijakan NKK ini, terutama pada masa puncak kekuasaan Orde Baru (1973-1988), dianggap sebagai pembunuh demokrasi dan pembungkaman politik mahasiswa dan dosen atau kampus secara umum.

Bagi Daoed Joesoef atau bahkan secara global kampus secara esensial adalah ”komunitas ilmiah dan bukan sekali-kali komunitas politik atau subkomunintas dari komunitas politik”. Bagi Daoed Joesoef sangat jelas: Mengembangkan scientific knowledge dan yang erat terkait dengan itu, scientific spirit, adalah urusan universitas.

Kalaupun harus berpolitik, bukan pada tataran praktis, tapi pada tataran konseptual. Bagi Daoed Joesoef, alasan-alasan penolakan kebijakan NKK tidaklah logis, apalagi demonstrasi besar-besaran yang menentang kebijakan NKK sampai ke DPR. Hal ini tampak dalam aktivitas yang kerap diagungkan mahasiswa di kampus.

Selanjutnya adalah: Dewan Mahasiswa yang berprestasi merupakan organ kampus

Dewan Mahasiswa

Sejak awal berdirinya, Dema [Dewan Mahasiswa] yang berprestasi merupakan organ kampus, tidak pernah dipakai mahasiswa untuk menuntut agar pemerintah lebih melengkapi laboratorium dengan alat-alat percobaan dan perpustakaan dengan publikasi ilmiah. Buku-buku yang ada saja jarang disentuh.

Mahasiswa yang rajin membaca, berprestasi akademis, tidak pernah diagung-agungkan sebagai pahlawan. Kalau [yang] turun ke jalan dan meneriakkan yel-yel dengan mengatasnamakan kampus pasti disanjung sebagai penyuara hati nurani rakyat. Demikian kata Daoed Joesoef (2006: 702).



Dalam tingkatan yang sama, hal ini terjadi juga terhadap dosen atau yang sudah berstatus profesor, jarang hasil-hasil pemikiran atau penemuan mereka dagung-agungkan. Lihat saja baliho-baliho kampus di seluruh Indonesia, yang sering lebih menjelaskan posisi struktural daripada peneman ilmiah.

Profesor di kampus kalah agung daripada artis-artis bintang film atau sinetron. Dilihat dari perspektif sekarang, kebijakan NKK sungguh sesuatu yang seharusnya berjalan sangat baik. Setidaknya, kita sekarang mulai merasa sadar diri: kok bisa-bisanya Indonesia selalu kalah dalam jumlah hasil penelitian ilmiah di tingkat regional dan internasional.

Kok bisa-bisanya seorang berstatus profesor bermasalah untuk meneliti padahal level dia bukan lagi sebagai peneliti atau praktisi yang mencomot teori orang lain secara mentah tapi harus selevel peneliti atau ilmuwan dengan usaha mengedepankan teori sendiri.

Pelaksanaa kebijakan NKK sekarang ini harus sbisa mentransformasi kampus menjadi wujud dari ilmu pengetahuan in terms of community, bukan lagi menjadikan kampus sebagai “gelanggang dari politik praktis” in terms of arena. Inilah yang disebut sebagai ”NKK kedua” ketika mahasiswa, para dosen dan peneliti, membiasakan ”berpikir dan beraksi akademis secara interdisipliner dalam tiga tahap”.

Selanjutnya adalah: Melakukan kerja dan penelitian berbasis multidisiplin

Kerja dan Penelitian

Yang pertama adalah melakukan kerja dan penelitian berbasis multidisiplin (beda-beda disiplin ilmu untuk satu masalah praktis). Yang kedua adalah kerja akademiks krosdisiplin (satu disiplin ilmu yang dominan ditambah disiplin lain untuk satu masalah). Yang ketiga, puncaknya, adalah transdisiplin.

Di tahap ketig aini semua disiplin ilmiah dapat melebur diri menjadi satu pengertian ilmiah in terms of holistic valuable knowledge dan tidak lagi berupa combined independent explanatory knowledge. Jadi terjadi satu keterpaduan yang relatif sempurna menurut aim-oriented empiricism di jalur wisdom-inquiry.



Inilah yang hendak dilakukan Daoed Joesoef pada usia senja dan menjadi cita-cita dia untuk perguruan tertinggi di Indonesia atau impian seluruh kampus riset di dunia. Tokoh pembelajar tangguh itu sudah meninggalkan kita. Tak begitu jelas siapa yang berani menjadi ahli waris pemikiran pedagogis yang melebar dan melangit itu.

Barangkali kelak, saat scientific culture sudah terbangun dengan cukup bagus dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tertinggi, apa yang dicita-citakan Daoed Joeseof bakal menjadi api yang membesar penuh gelora.

 

 

 

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya