SOLOPOS.COM - Mohamad Ali (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (21/8/2017). Esai ini karya Mohamad Ali, Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta dan pengasuh Perguruan Muhammadiyah Kota Barat, Solo. Alamat e-mail penulis adalah ma122@ums.ac.id.

Solopos.com, SOLO–Memasuki umur 72 tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kita masih didera masalah-masalah sosial yang rawan dan kritis. Apabila masalah kerawanan sosial ini tidak ditangani segera, masa depan bangsa Indonesia niscaya bertambah suram.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Masalah-masalah sosial yang genting antara lain ketimpangan si kaya dan si miskin, mentalitas bangsa terjajah dan konsumtif semakin kukuh sampai garam saja mesti impor padahal dua pertiga wilayahnya lautan, utang negara terus menggunung hingga mustahil dilunasi, dan praktik-praktik korupsi semakin menggurita.

Di tengah kompleksitas masalah sosial yang begitu kritis, tidak pada tempatnya mencari kambing hitam. Langkah seperti itu malah kontraproduktif dan memicu masalah baru; saling menyalahkan. Pihak yang disalahkan pasti menuding balik pihak yang menyalahkan dan seterusnya.

Daripada mencari-cari kesalahan pihak lain, mungkin lebih bijak bila kita secara hati-hati mencari titik terang untuk membimbing langkah kaki bangsa ini menapaki zaman baru yang lebih cerah. Pilihan demikian lebih menjanjikan harapan.

Secara hipotetis saya berpandangan akar dari karut marut masalah bangsa ini akibat kegagalan pendidikan menjalankan fungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukankah mereka yang saat ini berada di atas, sebagai upper class dahulu juga pernah mengenyam pendidikan di sekolahan?

Ekspedisi Mudik 2024

Kalau kita buka teks Pembukaan UUD 1945, visi kebangsaan para pendiri bangsa ini sangat jelas, yaitu membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kalimat tersebut menandaskan pendidikan bagi bangsa Indonesia harus diorientasikan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan untuk memajukan kesejahteraan elite melalui persekongkolan untuk merampas hak-hak rakyat.

Bukan hanya cerdas secara personal, tapi tidak memedulikan kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Semestinya proklamasi kemerdekaan dimaknai sebagai titik yang memutus mata rantai budaya bangsa terjajah yang bermental kuli dan segera diikuti dengan penumbuhan mentalitas pemerdekaan.

Untuk melakukan tugas itu harus ada keberanian untuk membalikkan orientasi pendidikan kaum terjajah yang pasif menjadi pendidikan pemerdekaan yang menggelorakan daya ubah.

Selanjutnya adalah: Orientasi pendidikan kaum terjajah…

Orientasi Pendidikan

Orientasi pendidikan kaum terjajah tentu untuk melanggengkan kekuasaan dengan jalan mendidik lapisan elite tertentu yang diharapkan menjadi penopang dan kaki tangan penjajah. Orientasi pendidikan bangsa merdeka bertujuan mendidik rakyat menjadi manusia merdeka yang mampu memerdekakan diri dan masyarakatnya.

Pembalikan orientasi pendidikan dari pendidikan kaum terjajah ke pendidikan yang memerdekakan manusia ternyata tidak semudah membacakan teks proklamasi. Proses pemindahan kekuasan dari tangan penjajah ke tangan bangsa sendiri memang bisa dilakukan secara singkat dan secepat-cepatnya.

Upaya membalikkan orientasi pendidikan dari kaum terjajah menjadi kaum merdeka sejauh ini belum terlihat titik terangnya. Ciri paling kentara dari pendidikan kaum terjajah adalah kebiasaan bercerita dan berorientasi text book atau pendidikan gaya bank yang bersifat searah.

Guru menganggap dirinya paling tahu dan merasa sebagai pemilik pengetahuan, sedangkan siswa dianggap bodoh seperti celengan kosong yang siap untuk dijejali pengetahuan oleh guru. Mendidik dimaknai sebagai ”menjejalkan” pengetahuan sebanyak mungkin kepada anak.

Seorang murid dikatakan pandai apabila mampu mentransfer sebanyak mungkin pengetahuan dari gurunya. Bila ada murid yang tidak mampu menerima pengetahuan dari guru dinilai sebagai anak bodoh. Tidak pernah terpikirkan oleh guru untuk mengevaluasi diri sendiri.

Ketika ada murid yang tidak mampu menangkap materi, jangan-jangan metode pembelajaran yang dilakukan guru keliru? Karena guru menganggap dirinya tidak mungkin keliru, tatkala ada anak yang tidak mampu mengikuti pelajaran buru-buru disarankan untuk mengikuti pelajaran tambahan.

Anehnya, sebagian besar orang tua memercayai itu sehingga murid-murid sekolah unggul berjibun memenuhi lembaga-lembaga bimbingan belajar. Pemandangan demikian menjadi gejala umum masyarakat kelas menengah perkotaan, tidak terkecuali di Kota Solo.

Gerakan Arus bawah

Berkebalikan dengan pendidikan gaya kaum terjajah yang bersifat searah, pendidikan pemerdekaan mengembangkan pembelajaran yang dialogis dengan cara menghadapi masalah. Guru bersama murid sama-sama bertindak sebagai subjek, dengan rendah hati dan rasa ingin tahu yang membuncah berupaya memahami masalah-masalah kehidupan.

Kurikulum di sekolahan merupakan pintu gerbang guru dan murid untuk memasuki dan melibatkan diri dalam realitas kehidupan yang penuh kontradiksi. Sejatinya pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Proses belajar mengajar harus berdasar pada pengalaman kehidupan.

Pendidikan pemerdekaan berusaha mengaitkan kembali dunia persekolahan dengan kehidupan. Guru dan murid sebagai subjek belajar tidak mau tenggelam dalam text book, apalagi terpagari kotak-kotak gedung sekolah.

Selanjutnya adalah: Mereka berupaya menghubungkan tema-tema pembelajaran…

Tema Pembelajaran

Mereka berupaya menghubungkan tema-tema pembelajaran dengan pengalaman murid, menghadapkan dengan realitas sosial kehidupan, dan diikuti dengan aksi langsung di tengah-tengah masyarakat.

Di tingkat arus bawah, prakarsa-prakarsa untuk melakukan perubahan dengan mengajak murid-murid keluar dari kungkungan dinding-dinding sekolahan sudah mulai terlihat. Pada tingkat taman kanak-kanak pengenalan terhadap transportasi bukan melulu dalam kelas, tetapi anak-anak langsung diajak menaiki berbagai jenis alat transportasi tradisional sampai modern.

Setelah menyelami pengalaman, learning by doing, anak-anak diajak menceritakan kembali dan merefleksikan apa yang dilihat, diraba, dan dialami. Di tingkat sekolah menengah, inisiatif untuk melibatkan pengalaman kemasyarakatan bagi diri siswa sudah berkembang lebih jauh.

SMP Muhammadiyah Program Khusus Kota Barat Solo menyelenggarakan kegiatan yang memanfaatkan sistem homestay. Para siswa tinggal bersama masyarakat di daerah yang masih terbelakang selama beberapa hari. Di tingkat SMA dikembangkan menjadi live in di panti jompo, pesantren, atau panti asuhan sesuai dengan minat para siswa.

Praktik pembelajaran demikian mampu menggugah kepedulian sosial siswa untuk berbagi kepada orang-orang yang tidak beruntung, sekaligus mengubur egoisme dan hedonisme. Bila suatu saat sukses menapaki karier, mereka akan tetap hidup bersahaja sembari memberdayakan rakyat di sekitarnya.

Pola pembelajaran yang melibatkan langsung siswa ke dalam masyarakat dapat mendorong nalar kritis siswa. Di ruang-ruang kelas diajarkan keadilan sosial, tetapi di kancah sosial dapat dilihat secara kasat mata bagaimana praktik-praktik ketidakadilan berlangsung.



Di kelas diajarkan dua pertiga wilayah Indonesia laut, tapi mengapa garam harus impor, dan seterusnya. Kontradiksi sosial ini dapat membangkitkan kesadaran kritis. Pada masa depan letupan-letupan perubahan ini harus didesain lebih matang, sehingga benar-benar menjadi wahana pengembangan diri siswa melalui serangkaian proyek yang dilakukan.

Melalui serangkaian proyek inilah anak-anak dengan sendirinya terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan dalam benak murid. Praktik-praktik pembelajaran demikian merupakan terobosan dunia pendidikan untuk turut mengurai berbagai masalah sosial.

Benih-benih pendidikan pemerdekaan yang sudah tertanam kuat pada diri murid akan menjadi bekal ketika mengarungi kehidupan. Sumbangan terpenting pendidikan untuk memperbaiki kehidupan sosial adalah dengan memperbaiki kualitas generasi muda, melahirkan generasi yang lebih baik.

Generasi yang baik yaitu generasi yang mampu menyelami kemerdekaan dirinya dan bersedia melibatkan diri dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan rakyat.

Meskipun kegiatan pembelajaran ini belum seideal seperti sekolah-sekolah di negara maju, berbagai inisiatif perubahan di arus bawah ini layak diapresiasi. Benih-benih perubahan ini mencerminkan kegelisahan yang memuncak atas kemacetan pendidikan bangsa ini. Kala harapan perubahan dari atas telah pupus, rintisan pendidikan pemerdekaan dari bawah memberikan secercah harapan.

 

 

 

 







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya