SOLOPOS.COM - Mohamad Ali (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (19/6/2017). Esai ini karya Mohamad Ali, pengasuh Perguruan Muhammadiyah Kota Barat, Solo, dan pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alamat email penulis adalah ma122@ums.ac.id.

Solopos.com, SOLO — Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) SMP Kota Solo 2017 diwarnai sejumlah kejutan. Dominasi sekolah-sekolah negeri yang demikian lama mengakar mulai tergeser. Daftar 10 besar sekolah perain nilai UN tertinggi diisi oleh empat SMP negeri dan enam SMP swasta.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perinciannya sebagai berikut: SMP Muhammadiyah Program Khusus, SMPN 1, SMPN 4, SMPIT Nur Hidayah, SMP Kalam Kudus, SMP Pangudi Luhur Bintang Laut, SMP FIS, SMPN 3, SMPN 9, dan SMP Pelita Nusantara. Bila pemeringkatan dikerucutkan menjadi empat besar maka tersisa dua SMP negeri dan 2 SMP swasta Islam.

Keberhasilan SMP Muhammadiyah Program Khusus Kota Barat Solo berada di urutan pertama, menggeser dominasi SMPN 1 Solo, merupakan sebuah fenomena baru dalam kancah pendidikan di Kota Solo. Tidaklah berlebihan bila  hal ini dibaca sebagai sinyal pasang naik pendidikan Islam.

Penjungkirbalikkan peringkat sekolah yang signifikan ini terjadi bukan karena kualitas SMPN menurun, melainkan lebih disebabkan meningkatnya gelombang kontestasi antarsekolah yang semakin kompetitif. Iklim demikian sangat baik untuk memacu kualitas layanan pendidikan kepada publik.

Tahun lalu tidak ada satu pun SMP asal Solo  yang masuk 10 besar UN Provinsi Jawa Tengah. Tahun ini ada dua sekolah yang masuk 10 besar, yaitu SMP Muhammadiyah Program Khusus Kota Barat Solo yang berada di urutan ke-3 dan SMPN 1 Solo yang berada di peringkat ke-7.

Tentu ini menjadi prestasi dan kado istimewa tersendiri bagi insan pendidikan di Kota Solo, baik pelaku pendidikan di sekolah negeri maupun swasta. Bagi kalangan luar yang tidak mengikuti dari dekat denyut nadi pergumulan pendidikan Islam dan dinamika sekolah santri, fenomena pasang naik ini mungkin mengejutkan.

Bagi mereka yang mencermati dan menggeluti derap langkah pendidikan Islam kontemporer malah tidak terlalu mengagetkan. Gejala pasang naik pendidikan Islam sesungguhnya telah berlangsung lebih dari satu dekade lalu, bermula sejak awal 2000-an.

Ini seiring dengan munculnya kesadaran yang membuncah di kalangan menengah muslim bahwa perbaikan kehidupan hanya bisa dilakukan dengan jalan memperbaiki lembaga pendidikan Islam.

Sebenarnya untuk tingkat SD dominasi sekolah Islam atas sekolah negeri sudah terlihat sejak satu dekade lalu dan belakangan ini malah semakin menguat. Sebuah fenomena paradoksal terjadi ketika SD negeri banyak yang tutup dan dilakukan penggabungan, SD Islam malah tumbuh subur.

Selanjutnya adalah: Pasang naik SD Islam sejak satu dekade lalu…

Satu Dekade

Pasang naik SD Islam yang terjadi sejak satu dekade lalu saat ini telah merambat ke tingkat SMP. Dilihat dari sudut pandang historis, pasang naik SMP Islam ini merupakan kelanjutan dari perkembangan kualitatif tingkatan sebelumnya.

Tampaknya, kekalahan telak kaum santri di arena politik dan ekonomi membuat mereka lebih berkonsentrasi dalam menangani pendidikan. Upaya membenahi pendidikan dimulai dari tingkat paling dini, yaitu dengan merintis kelompok bermain dan taman kanak-kanak (KB-TK) model baru.

Pelan tapi pasti, pasang naik dari bawah ini terus berlanjut ke jenjang di atasnya. Ketika anak-anak generasi awal merampungkan pendidikan TK maka didirikanlah SD untuk menampung pendidikan anak-anak itu. Enam tahun kemudian, ketika generasi awal ini merampungkan belajar di SD, berdirilah SMP.

Belakangan ini juga sudah mulai berdiri SMA Islam model baru. Tidak menutup kemungkinan, seiring kebutuhan zaman, dalam waktu dekat juga muncul perguruan tinggi Islam model baru.

Menjanjikan Masa Depan

Mencermati dinamika pendidikan Islam kontemporer memunculkan satu pertanyaan: bukankah lembaga pendidikan Islam sudah lama hadir di bumi Indonesia? Sejak awal abad ke-20 Persyarikatan Muhammadiyah telah memelopori berdirinya lembaga pendidikan Islam modern di kawasan perkotaan ataupun perdesaan (Harry J. Benda,1980:71).

Secara historis-empiris memang demikian kenyataannya. Pertanyaan selanjutnya adalah: apa perbedaan lembaga pendidikan Islam terdahulu dengan lembaga pendidikan Islam model baru? Perbedaan paling mencolok antara pendidikan Islam model lama dengan model baru adalah pada pemakaian sistem sekolah sehari penuh (full day school).

Sementara itu, sebagaimana sekolah pemerintah, sekolah Islam model lama memakai sistem sekolah setengah hari. Salah satu keuntungan full day school adalah proses pembentukan habituasi/karakter yang jauh lebih efektif.

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa efektivitas itu bukan semata-mata karena lamanya waktu di sekolah, tetapi yang jauh lebih menentukan keberhasilan karena dukungan tata kelola dan budaya sekolah yang bagus sehingga mampu menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan.

Selanjutnya adalah: Perbedaan pendidikan Islam lama dan baru…

Pendidikan Islam

Kalau perbedaan antara pendidikan Islam model lama dengan model baru sebatas pemakaian sistem sekolah sehari penuh, dengan sendirinya perbedaan itu akan segera mencair. Mengacu kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi, pada tahun ajaran 2017/2018 sistem sekolah sehari penuh akan semakin diperluas.

Akan semakin banyak sekolah yang memakai full day school baik pada sekolah Islam model lama maupun sekolah pemerintah. Apabila sekolah negeri dan sekolah Islam model lama yang sementara ini memakai sistem sekolah setengah sehari kemudian mentransformasikan diri menjadi sekolah sehari penuh, apakah masih relevan untuk membedakan sekolah Islam model lama dengan model baru?

Ini pertanyaan yang cukup menggelitik. Sebelum menjawab, perlu digarisbawahi kembali bahwa titik perbedaan antara sekolah Islam model lama dengan model baru bukan hanya terletak pada sistem pendidikannya yang setengah hari dan sehari penuh.

Titik perbedaan yang lebih mendasar antara lembaga pendidikan Islam model lama dengan model baru terletak pada tata kelola dan orientasi kerja tenaga kependidikannya.

Lembaga pendidikan atau sekolah Islam model lama pada umumnya adalah sekolah medioker yang tata kelolanya cenderung birokratis seperti halnya sekolah pemerintah dan orientasi tenaga kependidikan cenderung menempatkan diri dan merasa puas sebagai sekolah kelas kedua.

Murid-murid yang mendaftar pada umumnya adalah anak-anak yang karena sesuatu dan lain hal tidak memasuki sekolah negeri favorit. Sekolah Islam model baru mengembangkan tata kelola sekolah yang demokratis-egaliter, potensi anak lebih tergali secara optimal.

Pola komunikasi antara orang dan guru lebih intensif dan terbuka. Orientasi para pendidiknya tidak puas dengan menjadi sekolah medioker. Orientasi inilah yang mendorong mereka untuk berprestasi secara optimal. Prestasi optimal inilah yang kemudian bisa dikonversi dengan bersih menjadi kepercayaan publik.

Kepercayaan publik yang tinggi membuat aliran siswa yang memasuki sekolah Islam model baru semakin meningkat. Kapasitas sekolah sudah penuh jauh-jauh hari sebelum penerimaan siswa baru secara reguler dimulai.



Selanjutnya adalah: Realitas sosial pendidikan Islam…

Realitas Sosial

Berangkat dari realitas sosial pendidikan Islam ini, tampaknya hipotesis A. Malik Fadjar (1998:8) dalam pidato pengukuhan guru besar di Sekolah Tinggi Agama Islam (kini Universita Islam Negeri) Malang dua dekade lalu menemukan titik pijaknya.

Dia menandaskan kurang tertariknya masyarakat untuk memilih lembaga pendidikan Islam sebenarnya bukan karena telah terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaan yang mulai memudar, melainkan karena lembaga pendidikan Islam kurang menjanjikan dan kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun mendatang.

Dengan demikian, kehadiran lembaga pendidikan Islam generasi baru yang menjanjikan dan responsif terhadap permintaan masyarakat sesungguhnya sudah lama ditunggu-tunggu. Tidak aneh bila kelahiran sekolah Islam model baru mendapat perhatian besar dari masyarakat.

Mereka tidak ragu-ragu membeli dengan ”harga tinggi” bila sekolah Islam model baru itu mampu menunjukkan prestasi gemilang. Sebagai catatan pamungkas, perlu ditekankan di sini bahwa inovasi sekolah yang belakangan ini dipelopori oleh lembaga pendidikan Islam model baru merupakan sinyal munculnya pasang naik pendidikan Islam.

Masih sulit diprediksi apakah ini merupakan fenomena sesaat atau memiliki daya tahan dan daya tumbuh berjangka panjang? Jawabannya tergantung pada pegiat pendidikan Islam model baru itu.

Bila mereka bertipe pelari maraton tentu memiliki energi memadai untuk mengarungi lintasan panjang. Tentu berbeda bila mereka bertipe pelari sprinter yang lintasannya pendek. Tentu sejarah yang akan mencatatnya secara cermat.



 

 

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya