SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ariyanto
Jurnalis Radio, Program Director Solopos FM

Kabar tentang juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang menyiram minuman teh kepada sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Amal Tamagola saat siaran langsung di TV One, Jumat (28/6/2013) menuai berbagai reaksi. Kecaman pun deras dialamatkan kepada sosok yang pernah 15 tahun bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu. Sejumlah kalangan menilai hal tersebut sebagai bentuk arogansi. Munarman juga dituduh tidak siap berdemokrasi, tapi Ketua FPI Habib Rizieq Shihab menyebutnya sebagai bentuk ketegasan. Atas  kejadian ini, TV One meminta maaf kepada pemirsa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peristiwa itu bukan kali pertama di dunia televisi di Tanah Air.  Sepuluh tahun lalu, dalam program Todays Dialog Metro TV, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko dipukul Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Jocob Nuwa Wea. Kejadian itu terjadi Rabu (5/11/2003) saat dialog dengan topic Ke mana Larinya Dana Perlindungan TKI yang dipandu presenter  Desy Anwar.

Bagi stasiun televisi terutama yang bergenre berita, program talk show merupakan salah satu mata acara wajib. Melalui program ini, semua pihak yang berkepentingan baik yang pro maupun yang berseberangan diharapkan bisa hadir untuk memberikan pendapatnya masing-masing. Kalau tidak bisa hadir di studio, stasiun TV akan mendatangi narasumber dan bersiaran dengan perangkat satelitte news gathering (SNG). Jika mendesak, narasumber diusahakan bisa dihubungi melalui telepon. Intinya, semua pihak yang terlibat dalam suatu isu diupayakan dapat duduk satu meja dan penonton pun mendapat pandangan yang komprehensif atas suatu persoalan.

Seorang kawan yang bekerja di stasiun televisi di Jakarta bercerita bahwa menjadi produser program talk show secara “live” merupakan pekerjaan penuh tantangan. Para produser dituntut menghadirkan narasumber selengkap mungkin untuk hadir di studio di tengah kondisi lalu lintas yang macet. Dalam talk show TV One Jumat lalu yang membahas tentang sweeping di bulan Ramadan, sebenarnya penyelenggara program sudah berupaya menghadirkan narasumber yang dinilai mewakili pihak-pihak yang berkepentingan.

Ada dari kepolisian selaku pemegang otoritas keamanan, yaitu Kepala Biro Penerangan Umum (Karo Penmas) Mabes Polri Boy Rafli Amar yang dihubungi melalui sambungan telepon. Ada sosiolog yang memberikan perspektif kemasyarakatan, maupun FPI—organisasi kemasyarakatan ini dikenal acapkali melakukan sweeping tempat-tempat yang dinilai maksiat, meski dalam beberapa hal mendapat kritikan dari elemen masyarakat. Apa lagi, ormas tidak mempunyai kewenangan melakukan sweeping sebagaimana dimiliki aparat keamanan. Namun sayang, diskusi yang semestinya bisa menambah wawasan itu berakhir dengan insiden teh manis karena Munarman tidak bisa menahan diri.

Jebakan

Tak dapat disangkal, era industri televisi amat dikendalikan rating. Rating masih dipakai sebagai  satu-satunya alat ukur keberhasilan suatu program. Demikian juga dengan program  talk show. Kondisi demikian, menuntut para pengelolanya menyajikan topik paling aktual beserta narasumber yang paling berkompeten.  Namun, rancangan itu harus berhadapan dengan tingkat kepemirsaan suatu program dan tentu saja pasar.  Apalagi, rancangan itu untuk televisi—medium yang menghadirkan mimik, gesture, penampilan hingga gaya penyampaian narasumber. Acara bincang-bincang pun dikemas menjadi pertunjukkan di layar kaca agar mampu menggaet pemirsa, sekaligus menaikkan rating.

Inilah yang seringkali menciptakan jebakan. Dalam pemilihan narasumber, misalnya, ada kecenderungan memilih figur yang atraktif dan jika perlu kontroversial.  Narasumber yang mumpuni secara keilmuan, bisa jadi kurang mendapat tempat di layar kaca, jika tidak mampu bersilat lidah karena dianggap tidak mampu menghadirkan show yang menarik.  Karena itu pulalah, narasumber dari stasiun televisi ke stasiun televisi lain terkesan hanya berpusar pada sosok yang realtif sama.

Kecenderungan tayangan talk show yang demikian seperti halnya kerupuk dalam sajian menu di meja makan.  Kerupuk bisa dibilang sebagai penganan favorit orang Indonesia, meski dianggap tidak bergizi. Bahkan, mantan pelatih tim nasional sepak bola Indonesia, Alfred Riedl pernah melarang anak asuhnya makan kerupuk karena tidak mempunyai nilai gizi memadai. Tapi, anehnya kerupuk tetap menjadi penganan kesayangan. Ada sesuatu yang kurang ketika makan tanpa suara khas kerupuk saat digegat di antara gigi-gigi.

Demikianlah, kerupuk menghadirkan kemeriahan saat makan. Hal serupa kurang lebih juga dijumpai dalam program perbincangan di televisi. Pemirsa seringkali menyaksikan narasumber yang gemar mengeluarkan pernyataan secara berlebihan atau di luar konteks persoalan. Tak jarang persoalan yang muncul dalam ruang talk show kemudian berlanjut ke luar arena perbincangan.

Pengacara Farhat Abbas, misalnya, dalam program Indonesia Lawyers Club (ILC) pernah membuat pernyataan yang mencengangkan saat menyebut tingkah laku mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah sebagai sebelas dua belas atau keduanya gemar perempuan. Kontan saja pernyataan itu membuat gerah tim kuasa hukum Lutfhie hingga berniat memolisikan Farhat. Untunglah, anchor ILC Karni Ilyas tetap fokus memandu diskusi agar tetap berjalan di atas relnya.

Kasus Munarman adalah insiden layar kaca yang tidak hanya membawa konsekuensi kepada  pelaku, tetapi juga stasiun televisi yang menayangkannya. Sebagaimana diwartakan media massa,  Tamrin tidak akan membawa masalah itu ke kepolisian, karena Munarman dinilai sudah menerima sanksi sosial dari masyarakat.  Di sisi lain, ada yang menilai TV One ceroboh karena menampilkan narasumber yang dikenal temperamental.

Program talk show semestinya mampu melahirkan nama-nama baru untuk muncul ke publik. Ini memang mengandung risiko. Meski demikian, hal itu adalah tugas media massa termasuk televisi untuk memunculkan sosok-sosok yang inspiratif dan membawa pencerahan pemirsanya. Hal itu dilakukan agar tayangan program tidak seperti  kerupuk  yang riuh, dikangeni tapi rendah nutrisi. Tidak ada lagi talk show yang mempertontonkan air teh mampir di wajah narasumbernya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya