SOLOPOS.COM - Kalis Mardi Asih kalis.mardiasih@gmail.com Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Kalis Mardi Asih kalis.mardiasih@gmail.com Mahasiswa Jurusan  Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan  dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Kalis Mardi Asih
kalis.mardiasih@gmail.com
Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hari Anak Nasional, 23 Juli, ini kita peringati bersamaan dengan Ramadan. Saya menjadi tertarik untuk membaca dan memaknai fenomena yang muncul tiap Ramadan, tepatnya menjelang Idul Fitri. Fenomena itu berupa problem sosial munculnya para pengemis musiman yang kadang-kadang membuat kita mengalami dilema.

Di antara wajah-wajah pengemis musiman itu, selalu kita temukan banyak sekali anak-anak usia 5-15 tahun yang turut serta mengemis. Kadang mereka beserta ibu mereka. Tak jarang pula mereka tampak mengemis sendirian. Kita merasa iba, namun di sisi lain kita juga bertanya-tanya, apa yang terjadi pada negara ini sehingga problem kemiskinan tidak kunjung usai?

Di sisi lain kita membaca atau mendengar melalui media massa baru-baru ini Wali Kota Tangerang Selatan menyatakan segera mengesahkan peraturan daerah (perda) tentang penerapan sanksi pidana bagi pengemis dan anak jalanan (anjal) yakni berupa denda Rp30 juta atau kurungan tiga bulan bagi mereka yang tertangkap di area publik. Nilai denda dalam mata uang rupiah rupiah tersebut bagi kaum ”bukan pengemis” pun tergolong sangat fenomenal.

Faktanya, walaupun banyak daerah menerapkan perda serupa, problem anak-anak jalanan itu tetap saja menjadi pemandangan yang kemudian dianggap wajar. Efektivitas peraturan semacam itu tidak terbukti. Selain lemahnya penerapan peraturan tersebut, jumlah mereka yang semakin meningkat dari waktu ke waktu seakan-akan tak bisa dibendung. Ini kemiskinan struktural!

Tren sedekah rombongan atau prinsip-prinsip infak berjemaah yang sekarang sedang marak akan menjadi sia-sia jika sistem negara ini memang korup dan kapitalistis. Orang-orang miskin memang laksana tak pernah punya hak untuk tinggal di negeri yang katanya kaya raya ini. Mereka tak boleh sekolah karena biaya pendidikan yang semakin mahal. Mereka tak boleh makan enak karena tak sanggup membeli sembilan bahan pokok (sembako) yang harganya makin meroket.

Mereka tak boleh sakit karena biaya kesehatan yang tak terjangkau. Bahkan, kini mereka juga tak boleh mengemis untuk menyambung kehidupan mereka. Adakah hal itu juga harus dirasakan bahkan sejak mereka masih anak-anak? Kita miris melihat bocah berumur di bawah lima tahun (balita) yang digendong ibunya yang mengemis, namun hal tersebut sekaligus berubah menjadi daya semiotik tersendiri untuk membuat kita kemudian merasa iba dan memberi uang sekadarnya.

Pada peringatan Hari Anak Nasional hari ini kita mempertanyakan kembali tentang hak-hak anak. Pada usia mereka seharusnya dihabiskan untuk belajar, bermain serta bertumbuh kembang dengan baik agar dapat menjadi penerus negeri. Menyimak perda-perda tentang hukuman pidana bagi para pengemis dan anak jalanan itu seharusnya membuat kita berpikir betapa lucunya negeri ini.

Hal tersebut jelas kontradiktif dengan amanat konstitusi dasar kita sebagaimana termaktub pada Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: Fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh Negara. Sudah seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk menampung anak-anak jalanan ini. Jika terbukti bahwa ada orang tidak bertanggung jawab yang mempekerjakan mereka seperti kecurigaan pemerintah, mereka itulah yang harus ditangkap dan mendapatkan sanksi pasal pelanggaran UU Perlindungan Anak atau pelanggaran terhadap ketertiban umum.

 

Menjaga Kualitas

Dalam konteks kebahasaan, kata ”pemeliharaan” berkaitan dengan penjagaan yang terus-menerus sebagai upaya untuk menjaga kualitas. Selama ini, kita hanya melihat upaya pemerintah sebatas menangkap dan menginapkan anak-anak jalanan ini ke panti rehabilitasi kemudian dilepas kembali. Mestinya, pemerintah melakukan berbagai cara untuk memelihara mereka. Pemerintah dapat membentuk instansi khusus untuk mengurus anak jalanan.

Mereka berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka melalui pelatihan keterampilan sebelum dipulangkan kembali ke keluarga dan masyarakat. Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan masyarakat/industri/instansi untuk bersama-sama peka terhadap problem anak-anak jalanan yang semakin serius melalui alokasi dana untuk tanggung jawab sosial. Intansi yang dipilih tentu adalah instansi yang terbukti akuntabel dan tepercaya.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki program bernama Penghapusan Pekerja Anak dan Pencapaian Keluarga Harapan (PPA-PKH) di beberapa daerah. Selama satu bulan, anak-anak putus sekolah diberikan bekal keterampilan yang diharapkan dapat berguna bagi kehidupan mereka di masa mendatang. Namun, data Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2009 memperkirakan terdapat 2,5 juta pekerja berusia 5-15 tahun di Indonesia. Program tersebut tentu belum cukup. Masih banyak pekerjaan yang harus diuraikan satu per satu demi menjamin hak anak-anak, termasuk anak-anak jalanan, di negeri ini.

Secara etis, kita tentu tidak layak mengebiri para pengemis dan anak-anak miskin jalanan yang sedang berjuang untuk menyambung kehidupan mereka. Yang wajib kita lawan bersama adalah orang-orang korup yang sudah pasti memakan jatah ”pemeliharaan” anak-anak jalanan itu. Pemeliharaan tersebut tidak hanya diartikan berwujud santunan tunai seperti bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), namun lebih dari itu yakni jatah mereka untuk mendapat hak atas pendidikan yang murah dan terjangkau dan pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan pokok.

Bersama-sama kita doakan agar kebocoran pengelolaan anggaran negara tidak semakin berlarut-larut. Semoga semua anak-anak di Indonesia mendapatkan hak yang sama dalam bertumbuh kembang dengan baik dan meraih masa depan yang gemilang. Selamat Hari Anak Nasional!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya