SOLOPOS.COM - Isharyanto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Selasa (21/6/2016), ditulis Isharyanto. Penulis adalah Doktor Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Presiden Joko Widodo, Senin (13/6), mengumumkan pembatalan 3.143 peraturan daerah (perda) yang bermasalah. Perda-perda tersebut meliputi 1.345 perda provinsi dan 1276 perda kabupaten/kota ditambah sekitar 111 peraturan di tingkat Kementerian Dalam Negeri.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Presiden menilai 3.143 perda bermasalah tersebut mengurangi daya untuk menghadapi kompetisi meningkatkan investasi. Ribuan perda yang dibatalkan tersebut menghambat semangat kebinekaan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Ekspedisi Mudik 2024

Ribuan perda bermasalah tersebut adalah perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, perda yang memperpanjang jalur birokrasi, perda yang menghambat proses perizinan, perda yang menghambat kemudahan berusaha, dan perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Merujuk UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), pemerintah pusat memiliki kewenangan membatalkan perda bila perda itu bertentangan dengan ketentuan perundangan. Pemerintah daerah memiliki ruang mengajukan keberatan bila tidak menerima pembatalan perda.

Pasal 251 ayat (1) UU Pemda menyatakan perda provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh menteri.

Pasal 252 ayat (1) UU Pemda menyatakan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan perda yang dibatalkan oleh menteri atau oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4) dikenai sanksi.

Bila mengacu Pasal 250, alasan pembatalan perda oleh pemerintah pusat setidaknya berdasar tiga hal. Pertama, karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Kedua, mengganggu kepentingan umum. Ketiga, karena alasan kesusilaan.

Dalam konteks ini, pemerintah dalam membatalkan perda harus akuntabel, dilakukan  sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah tak perlu ragu mengajukan keberatan bila pembatalan perda dinilai tidak tepat.

Dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas, pemerintah harus mengemukakan alasan pembatalan sebuah perda. Pemerintah harus mampu menunjukan pertentangan antara perda dengan aturan di atasnya. Dengan adanya alasan rasional,  mudah menyikapi perda yang dibatalkan. Mengapa akuntabilitas ini penting? [Baca selanjutnya: Kemandirian Daerah]Kemandirian Daerah

Paket desentralisasi sejak 2001 membuat wewenang  pemerintah daerah  begitu luas untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan, terutama untuk kabupaten dan kota.

Demikian  luasnya  urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah untuk diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangga daerah, maka kepada daerah diberlakukan prinsip otonomi yang seluas-luasnya, terutama bagi daerah kabupaten dan kota.

Urusan pemerintahan otonom pada dasarnya bersifat pelayanan. Sesungguhnya otonomi adalah beban dan tanggung jawab, bukan sekadar unjuk kewenangan. Apabila disertai dengan berbagai kelengkapan yang cukup memadai, beban dan tanggung jawab itu akan menjadi nikmat bagi pemerintahan daerah dan masyarakat.

Mengingat fungsi dasar otonomi di atas maka masalah utama yang dihadapi daerah sekarang bukan lagi pada kehendak untuk berotonomi, melainkan yang lebih konkret terletak pada kesiapan daerah melaksanakan segala urusan otonomi tersebut.

Untuk mendukung kemandirian dan kesiapan daerah diperlukan ketersediaan dana dan segala aspek sumber daya. Kemandirian daerah dalam menentukan sendiri cara mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya  sedikit  banyak  dipengaruhi  oleh  ketersediaan  dana. Memperbesar  sumber  keuangan  daerah  merupakan satu cara yang mesti dilakukan,  meskipun pembesaran sumber itu tidak akan menyebakan daerah sepenuhnya mandiri.

Subsidi senantiasa diperlukan dengan  berbagai  tujuan. Di  samping  mencukupi  keuangan  daerah,  yang penting segala bentuk subsidi itu tidak mengurangi kemandirian, keleluasaan, dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri.

Kesiapan daerah dalam melaksanakan segala  urusan  otonomi  yang  luas  itu  juga  memerlukan  dukungan  dana. Begitu luasnya urusan yang ditangani daerah maka dengan sendirinya memerlukan dana atau anggaran yang besar sekali.

Urusan rumah tangga daerah pada umumnya bersifat pelayanan yang banyak menyerap anggaran daripada menghasilkan uang (pemasukan daerah). Pelayanan   itu makin meningkat, baik mutu maupun jenisnya, akibat dari kemajuan masyarakat dan itu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Dalam konteks inilah, kehadiran investor yang diharapkan akan menanamkan modal di daerah menjadi sangat penting artinya. Pertama, kehadiran investor dapat dijadikan counterpart oleh daerah untuk mendayagunakan segenap potensi sumber daya yang dimiliki daerah.

Kedua, dengan keberhasilan mendayagunakan potensi sumber daya yang dimiliki daerah akan membuka kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi tenaga kerja daerah, sekaligus dapat member pemasukan bagi keuangan daerah yang bisa saja berasal dari pungutan pajak, retribusi, dan sebagainya.

Ketiga, dengan keberhasilan mengisi dan menambah sumber pendapatan itu maka daerah dapat memberikan kontribusi ke arah perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya, termasuk pelayanan kepada publik, membangun infrastruktur yang diperlukan, membuka kesempatan kerja yang lebih banyak lagi, dan sebagainya.

Semua itu diarahkan untuk membangun dan menyejahterakan  masyarakat  daerah  sesuai  dengan  tujuan  akhir  otonomi daerah. Dengan memerhatikan skema desentralisasi dan operasionalisasinya di tingkat lokal, menjadi penting kepastian hukum bagi daerah untuk mengembangkan kreativitasnya, termasuk dalam menggali dan mengelola sumber daya yang dimiliki.

Kreativitas itu dalam batas-batas yang diizinkan perundang-undangan, antara lain mengundang penanaman modal untuk menggerakkan ekonomi daerah. Menjadi seimbang ketika pemerintah pusat menuntut supaya perda tidak menghambat investasi dan perizinan, namun kepada daerah harus diberi pijakan yang pasti untuk melaksanakan kewenangannya.

Pelaksanaan wewenang pusat yang tanpa desain jelas dan keterbukaan dalam mengontrol produk hukum lokal jelas akan menyayat-nyayat hakikat desentralisasi itu sendiri. Menjadi fair jika kontrol pusat terhadap produk hukum lokal dilakukan secara transparan dengan kualitas penguji yang jelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya