SOLOPOS.COM - Ibnu Kaab kaabisme@gmail.com Pengajar di MIN Grogol, Weru, Sukoharjo Pengelola blog www.kaab.mingrogol.sch.id

 

 

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ibnu Kaab kaabisme@gmail.com   Pengajar di MIN Grogol, Weru, Sukoharjo Pengelola blog www.kaab.mingrogol.sch.id

Ibnu Kaab
kaabisme@gmail.com
Pengajar di MIN Grogol,
Weru, Sukoharjo
Pengelola blog
www.kaab.mingrogol.sch.id

Sudah menjadi rahasia umum jika Islam di mana pun dari masa ke masa sepeninggal Rasulullah SAW terkotak-kotak menjadi banyak pemahaman atau mazhab. Tidak usah jauh-jauh, di Kota Solo atau di kawasan Soloraya sendiri hal itu terlihat bahkan kentara, bahkan ibaranya dengan menutup mata sekali pun tetap kelihatan.

Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majlis Tafsir Alquran (MTA), Al Islam, Salafi, Lembaga Dakwan Islam Indonesia (LDII), dan banyak kelompok pemahaman lainnya mewarnai kehidupan sosial di wilayah ini dengan warna yang begitu kentara.

Meski yang disebut tadi adalah nama-nama organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, tapi tetap saja nama-nama itu mengusung dan berangkat dari pemahaman keagamaan yang ”berbeda” dalam menafsirkan syariat Islam, meskipun berhulu pada dua pegangan utama umat Islam yakni Alquran dan Al Hadis.

Meskipun makna mazhab lebih mengarah kepada peilihan seorang mujtahid dalam kaitannya dengan sejumlah kemungkinan penafsiran dalam menghasilkan hukum dari teks Alquran dan Al Hadis, tetapi tetap saja kelompok-kelompok di atas layak dikatakan sebagai mazhab-madhab yang berdiri sendiri.

Secara faktual masing-masing kelompok mempunyai buku-buku atau  kitab-kitab pegangan yang berlabel kelompok. Buku-buku dan kitab-kitab itu menjadi landasan dalam menentukan hukum (Islam) terkait berbagai hal dalam kehidupan yang terkait dengan ibadah kepada Allah SWT.

Perbedaan mazhab memang tidak bisa dihindari karena berangkat dari ranah pemahaman teks yang jumlahnya sangat banyak, juga dengan pijakan riwayat yang berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan untuk menyatukan perbedaan.

Bahkan, Imam Malik sebagai salah satu imam mazhab, ketika kitab karyanya Al Muwatta hendak dijadikan pijakan hukum seluruh umat  Islam pada masa itu, memilih untuk tidak melakukan penyatuan pendapat dan pemahaman yang ada pada masa itu.

Imam Malik beralasan sepeninggal Rasulullah SAW para sahabat berpencar dan berkelana ke banyak negeri yang kemudian mereka memberikan fatwa dengan pendapat masing-masing di setiap negeri yang mereka datangi.

Ketika itu, ketika penduduk Kota Mekah mendengar suatu pendapat, di Madinah ada pendapat yang lain, begitu juga di Irak dan juga di kota yang lain. Memaksa mereka untuk mengikuti satu pendapat jelas sangatlah mustahil. Yang menjadi pilihan hanyalah memberi kelonggaran untuk menentukan pendapat dan memedomadi pendapat yang mereka pilih.

Bara Api Terpendam

Sudah menjadi watak manusia ketika terjadi perbedaan maka yang terjadi adalah fanatik kepada pemahaman sendiri atau pemahaman kelompok yang tentunya berakhir pada menyalahkan pemahaman lainnya. Apalagi bila terkait dengan agama yang tentunya merupakan hal yang paling vital dalam hidup mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, ketika ruang untuk berkelompok semakin sempit karena mudahnya pembauran dengan kelompok lain, hal ini mudah sekali menjadi pemicu perselisihan. Perselisihan ini kadang kala awalnya mungkin hanya sebatas perselisihan dalam pemahaman yang tidak terlalu prinsip.

Perselisihan yang terjadi masih dalam kerangka pemahaman bersama sebagai (saudara) sesama muslim dan tidak sampai merusak tatanan kehidupan masyarakat Islam. Tapi, perselisihan demikian bisa berakhir dengan perselisihan prinsipiel yang sudah membawa penilaian sesat atau kafir kepada kelompok lain yang berbeda pendapat. Tentu perselisihan demikian sangat memungkinkan memicu bentrok fisik.

Akhir-akhir ini pun, tanpa harus saya sebutkan, di berbagai tempat di Nusantara marak terjadi gesekan-gesekan dengan skala yang berbeda. Konflik berbasis perbedaan mazhab tersebut pada intinya menegaskan perbedaan pemahaman ini sebenarnya merupakan bara api yang terpendam.

Bara api itu suatu saat bisa menjadi api yang berkobar dan bisa membakar bangunan kokoh umat Islam (ukhuwah). Ukhuwah islamiah yang diartikan sebagai persaudaraan sesama muslim, yang menjadi keyakinan semua umat islam karena sudah menjadi pemahaman bersama, selama ini memang bisa menjadi peredam gesekan-gesekan tersebut.

Tetapi, untuk kasus-kasus tertentu yang sudah mengarah pada pelabelan sesat atau kafir, ukhuwah islamiah menjadi laksana singa ompong karena pihak yang berseteru sudah mengafirkan pihak lain yang otomatis konsep ukhuwah islamiah menjadi konsep yang tidak bisa dijadikan pegangan. Pihak-pihak yang berselisih menganggap pihak lain sebagai bukan sesama muslim.

Konsep ukhuwah sebenarnya tetap menjadi satu-satunya alternatif untuk meredam gesekan-gesekan tersebut. Konsep ini membutuhkan konsep-konsep lainnya yang mengawal dan bersinergi dalam menjaga persatuan dan kerukunan umat Islam.

Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Utang Ranuwijaya, pada 2004, mengatakan persoalan sebenarnya yang merusak ukhuwah islamiah tidak lebih pada persoalan komunikasi yang disampaikan berbagai pihak terkait perbedaan pemahaman ini.

Dari sini jelas, yang menjadi akar permasalahan dalam penegakan ukhuwah islamiah adalah hanya karena kurang atau belum adanya komunikasi yang baik antarberbagai penganut pemahaman-pemahanan itu. Memang membutuhkan waktu untuk melaksanakannya.

Setidaknya konsep dakwah lintas mazhab bisa dijadikan sebagai alternatif penting dalam mengisi kekosongan konsep tersebut. Dakwah lintas mazhab di sini diartikan sebagai dakwah dengan menyampaikan pemahaman dari berbagai kelompok dalam Islam ketika membahas, menyampaikan, atau mendiskusikan suatu hal yang terkait dengan agama.

Contoh konkretnya, meski menyampaikan bahwa dalam masalah tertentu yang menjadi pemahaman kelompok adalah pemahaman A, tetapi juga disampaikan bahwa ada pemahaman yang berbeda dari kelompok lain dalam masalah tersebut.



Pemahaman berbeda tersebut  harus diartikan sebagai hal yang harus dimaklumi mengingat masing-masing kelompok dalam islam punya pemahaman yang berbeda dalam memaknai dalil-dalil teks Alquran dan Al Hadis.

Akhirnya, persoalan kurangnya komunikasi yang menjadi masalah utama dalam merealisasikan ukuwah islamiah bisa diselesaikan karena dakwah mengomunikasikan berbagai pemahaman yang berbeda tadi.

Jika konsep dakwah seperti ini bisa dipahami sebagai suatu keniscayaan yang harus dilaksanakan, menjadi tugas setiap kelompok tadi untuk mencetak kader yang bisa menjadi dai lintas mazhab. Dai lintas mazhab ini akan mengurai benang kusut perbedaan pemahaman sekaligus menjadi pionir yang menegakkan panji-panji ukhuwah islamiah.

Alhasil, di masyarakat Islam nanti potensi berselisih karena perbedaan pemahaman akan semakin kecil dan tidak terlihat karena sudah tertanam prinsip-prinsip saling memahami yang menjadi tonggak yang kokoh untuk menyangga ukhuwah islamiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya