SOLOPOS.COM - Dian Sasmita (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Jumat (26/2/2016), ditulis Dian Sasmita. Penulis adalah sukarelawan anak di Asrama Haji Donohudan Direktur Sahabat Kapas.

Solopos.com, SOLO — Rasa kemanusiaan kita ternyata kian hilang. Menyediakan bubur bagi anak-anak penyintas yang ditampung di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, membutuhkan kerja sangat keras. Bubur bagi banyak orang hanya makanan tambahan dan kurang diperhatikan atau dianggap remeh.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Anggapan demikian tidak berlaku bagi kami yang dalam sebulan terakhir ini mendampingi anak-anak para penyintas eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari Kalimantan. Bubur menjadi permasalahan kompleks karena pengelola lupa di antara para penyintas ini ada anak-anak.

Eksodus besar-besaran warga–yang berdasar keterangan pemegang otoritas resmi dan pemberian media massa menjadi langkah menyelamatkan mereka–eks Gafatar dari  Kalimantan ke Pulau Jawa menjadi pembicaraan banyak orang sejak sebulan lalu.

Ribuan orang itu ditampung di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah mereka ditampung di Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Mereka datang kali pertama pada 24 Januari 2016 dengan pengawalan ketat polisi dan tentara.

Data Sekretariat Penampungan Eks Gafatar di Asrama Haji Donohudan menunjukkan ada 1.796 jiwa yang ditampung di sana, sekitar sepertiganya adalah usia anak-anak.

Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Propinsi Jawa Tengah memfasilitasi 15 komunitas dan organisasi dari Solo dan sekitarnya serta Semarang mendampingi penyintas anak.

Sejak awal kedatangan hingga sekarang tim sukarelawan anak masih bersama mereka. Tujuannya sebatas ingin menyediakan ruang bermain dan memanfaatkan waktu luang mereka selama di selter atau penampungan sementara.

Tim sukarelawan anak mencatat lebih dari 700 orang penyintas adalah anak-anak. Menurut UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang berumur kurang dari 18 tahun, termasuk yang masih berada di dalam kandungan.

Mereka memiliki beragam hak dasar yang wajib dipenuhi, misalnya hak hidup, tumbuh dan berkembang, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Keadaan darurat adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan dan kesejahteraan sejumlah besar penduduk dan tindakan luar biasa diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup, pengasuhan, dan perlindungan bagi penduduk tersebut (UNICEF, 2008).

UU No. 24/2007 tentang Kebencanaan mengategorikan bencana menjadi tiga, yakni bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Ketiganya dapat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, atau menimbulkan dampak psikologis tertentu.

Situasi yang dialami para penyintas eks Gafatar dari Kalimantan itu adalah bencana sosial yang menimbulkan situasi darurat. Perubahan tatanan kehidupan dan kondisi yang masih kacau mengakibatkan kerentanan berlipat pada penyintas anak.

Anak-anak tercerabut dari tempat tinggal dan teman-teman mereka kemudian mereka tinggal di suatu tempat dengan suasana berbeda dan rutinitas yang berubah pula. Tidak ada lapangan hijau yang bisa untuk bermain bebas.

Tidak ada buku-buku kegemaran. Tidak ada sungai yang bisa untuk berenang. Shock culture dialami anak-anak pada fase awal kedatangan mereka di Asrama Haji Donohudan. [Baca selanjutnya: Manajemen Barak]Manajemen Barak

Manajemen pengelolaan barak, selter, atau penampungan sementara memiliki skala prioritas pemenuhan bagi para penyintas yang menghuninya. Pertama dan yang utama adalah pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan dan kesehatan.

Selain itu dibutuhkan dukungan dari keluarga dan komunitas untuk memulihkan dampak psikologis. Skala berikutnya adalah dukungan dari tenaga terlatih seperti sukarelawan untuk pendampingan psikososial dan terakhir adalah bantuan dari tenaga ahli seperti psikiater dan psikolog (YEU, 2015)

Penyintas anak memiliki kebutuhan dan hak atas perlindungan dari perlakuan salah dan berbahaya. Perlindungan ini menjadi urusan setiap orang tanpa melihat organisasi atau instansi. Sedangkan pemenuhan hak merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai duty bearer (pemegang mandat).

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak wjib menjadi pertimbangan utama pada setiap tahap pembuatan kebijakan atau program, sekalipun dalam situasi darurat. Setiap tahap perkembangan anak memiliki karakter dan kebutuhan yang variatif.

Salah satu contoh anak berumur di bawah tiga tahun (batita) memiliki kebutuhan dasar yang khusus seperti air susu ibu (ASI), bubur, popok, dan sebagainya. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pemenuhan kebutuhan ASI butuh konselor laktasi dan vitamin bagi para ibu menyusui. Bubur bayi disediakan oleh dapur umum secara berkala. Fakta di Asrama Haji Donohudan menunjukkan sejak hari pertama tidak tersedia bubur bayi, selain biskuit makanan pendamping air susu ibu (MPASI).

Di lingkungan sebelumnya, mereka terbiasa mengonsumsi makanan olahan rumah, bukan makanan instan, padahal yang disediakan pemerintah di Asrama Haji Donohudan adalah bubur instan sekali seduh. Kondisi demikian tentunya membuat stamina bayi-bayi tersebut menjadi kian rentan.

Tim sukarelawan anak memandang satu mangkuk bubur adalah representasi kebutuhan dasar seorang bayi. Berbagai upaya dilakukan,  mulai dari membelikan bubur bayi, membuat sendiri bubur di dapur umum, hingga membagikannya sehari dua kali.

Setiap keringat dan rupiah yang dikeluarkan sukarelawan berasal dari dompet pribadi, tanpa dukungangan pemerintah. Dua pekan setelah penyedian bubur bayi secara mandiri tersebut, sukarelawan mendorong ruang partisipasi ibu-ibu untuk membuat makanan bagi anak-anak mereka.



Sukarelawan menyediakan alat dan kebutuhan bubur seperti brokoli, jagung, wortel, atau ikan segar. Setiap pagi dan sore ibu-ibu membuat bubur dengan alat masak pinjaman. Remaja-remaja membantu membagikan kepada bayi-bayi.

Kegiatan rutin ini menjadi alternatif aktifitas selama di selter untuk mengusir kejenuhan. Semangkuk bubur berisi gizi untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak. World Health Organization (WHO) merekomendasikan bayi berusia di atas enam bulan atau tujuh bulan dapat mengonsumsi kaarbohodrat, sayuran, dan protein.

Kebutuhan penambahan asupan makanan berkualitas tidak hanya untuk bayi yang berumur kurang dari dua tahun. Iklim pancaroba saat ini mendukung berkembangnya penyakit sehingga anak-anak lainnya juga membutuhkan tambahan suplemen makanan.

Mereka mendapatkan bubur kacang hijau dua hari sekali. Sekali lagi, bubur kacang hijau di Asrama Haji Donohudan merupakan buah swadaya tim sukarelawan anak. Permasalahan di selter tidak hanya bubur, namun juga layanan kesehatan yang komprehensif.

Pelayanan kesehatan dibutuhkan cepat, tidak sebatas penanganan kuratif. Distribusi vitamin bagi semua penyintas anak dan edukasi tentang pola hidup sehat dibutuhkan sebagai bagian dari upaya promotif dan preventif. [Baca selanjutnya: Rentan Perlakuan Salah]Rentan Perlakuan Salah

Dua hal tersebut belum optimal dilakukan pemerintah sehingga tak sedikit anak yang terserang demam dan beberapa di antara mereka diopname di rumah sakit. Tidak tersedianya bubur bayi dan distribusi vitamin anak yang terbatas menjadi cermin masih minimnya pengarusutamaan hak anak oleh pemerintah dalam penangan situasi darurat.

Anak masih dianggap sebagai komponen yang bukan prioritas untuk diperhatikan. Pemerintah sibuk dengan pendataan dan jaminan keamanan sehingga kebutuhan dasar anak terabaikan, padahal kerentanan anak sangat tinggi dibandingkan orang dewasa.

Anak belum bisa menentukan nasibnya sendiri. Mereka rentan mendapat perlakuan salah tanpa mampu langsung mengadu. Mereka berpotensi menerima kekerasaan karena ada ketimpangan relasi kuasa dalam kehidupan.

Indonesia pmenjadi negara yang rawan bencana alam, nonalam, dan bencana sosial. Perangkat kebijakan nasional dan internasional telah banyak mengatur tentang penyintas anak. Dibutuhkan komitmen tinggi dari pemerintah untuk menjamin perlindungan dan pemenuhan hak anak dalam situasi darurat.

Manajemen barak dengan melibatkan semua institusi dan organisasi yang berkompeten perlu mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik anak sehingga kasus kekurangan bubur dan vitamin di Asrama Haji Donohudan tidak terjadi di lokasi pengungsian lainnya di kemudian hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya