SOLOPOS.COM - Indra Tranggono (istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (28/6/2017). Esai ini karya Indra Tranggono, seorang pengamat budaya yang tinggal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat e-mail penulis adalah indra.tranggono23@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Industri kreatif bangsa Indonesia terus bergerak menjadi kekuatan budaya yang mampu bersanding dan bersaing dengan perdaban pelbagi bangsa lain di Planet Bumi.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Ini terjadi karena gagasan kreatif semakin menjadi kekuatan determinan (menentukan) perdaban dunia. Ditopang kekuatan sumber daya kreatif,  tektologi, media, modal, jaringan dan pasar, industri kreatif meluncur membuka dan menemukan ruang-ruang pemaknaan baik secara budaya, kemanusiaan, maupun ekonomis.

Dari sana diharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia semakin terjamin. Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berbasis kekuatan ide, imajinasi, daya cipta, dan kecakapan teknis yang melahirkan berbagai produk kreatif.

Produk kreatif itu yang diciptakan secara digital mapun manual, yang memiliki makna kebudayaan dan ekonomis bagi pelaku dan masyarakat pendukungnya. Produk-produk yang digolongkan ke dalam industri kreatif antara lain film (animasi), musik, seni pertunjukan, fesyen (fashion), kuliner, kerajinan, desain, dan lainnya.

Produk-produk tersebut bisa bersifat terapan dan diproduksi secara massal/pabrikan, bisa pula bersifat non-terapan (misalnya produk kesenian yang diciptakan secara personal).

Yang menentukan produk-produk itu adalah nilai, kekuatan ide, desain,  karakter/keunikannya secara estetis, kegunaan/manfaat, kemudahan diproduksi dan dikonsumsi, dan harga yang terjangkau, meskipun tetap berlaku relativitas.

Bangsa Indonesia diperhitungkan di bidang industri kreatif dunia. Di tengah dekadensi perilaku sebagian bangsa kita yang ditandai dengan korupsi, pemujaan atas kekerasan, hedonisme akut, dan gaya hidup liberal yang melabrak tatanan sosial, generasi millennials Indonesia mampu tampil di pentas dunia melalui karya seni.

Sebut saja misalnya Joey Alexader (pianis), Griselda Sastrawinata (animator), Prayoga Danu Wirahadi (desainer grafis), dan Wregas Bhanuteja (filmmaker). Joey memukau dunia dengan permainan piano hingga ia menjadi nomine penerima Grammy Awards 2016.

Griselda terlibat dalam pembuatan beberapa film animasi kelas dunia, antara lain Moana, produksi terbaru Walt Disney Amerika Serikat. Adapun melalui karya filmnya bertajuk Prenjak, Wregas meraih penghargaan film pendek pada Festival Film Cannes 2016.

Di samping mereka, tentu masih ada banyak generasi muda yang terus berkreasi seni yang juga masuk industri kreatif  kelas dunia, antara lain melalui jaringan Internet. Mereka inilah yang disebut sebagai generasi millennials (generasi digital native).

Selanjutnya adalah: Mereka yang lahir di atas tahun 1990-an…

Tahun 1990-an

Mereka yang lahir di atas tahun 1990-an menemukan caranya sendiri untuk terhubung dan terkoneksi dengan orang lain lewat media sosial, seperti Twitter, Facebook, Path, dan lain-lain. Tidak ada lagi jarak dan semua saling terkoneksi.

Mereka mengubah tatanan nilai dan gaya hidup selama ini menjadi serbadigital. Internet membuat dunia jadi terbuka. Batas-batas geografis (ruang), budaya, politik, sosial, dan ekonomi mencair dalam dunia virtual.

Semua orang (netizen atau warganet, warga dunia Internet) bisa mengakses berbagai situs dan mengunggah karya melalui Youtube atau memajang portofolio untuk membuka peluang dalam dunia industri kreatif.

Mereka tidak menggantungkan diri pada pemerintah/negara atau pasar dalam negeri. Generasi millennials memiliki kemandirian dalam sikap dan pilihan nilai hidup, termasuk di dalam menempuh proses kreatif. Mereka menyerap pengetahuan dan ilmu dari berbagai sumber, lalu memprosesnya dalam metabolisme kreatif untuk melahirkan karya.

Proses ini memberikan mereka dua makna. Pertama, spirit kreatif yang mendorong eksplorasi gagasan, imajinasi, dan kecakapan teknis. Kedua, mentalitas entrepreneurship (kewirausahaan) yang mampu membuka kesadaran untuk menghadirkan nilai, ide, dan karya yang khas, unik, otentik, yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan orang lain.

Semua pencapaian itu ditransformasikan menjadi produk bernilai ekonomis demi menjawab tuntutan dunia industri. Eksistensi pribadi dan reward material finansial pun mereka raup.

Kaya Kreativitas

Bangsa kita sejatinya adalah bangsa kreatif dan inovatif serta memiliki mental kewirausahaan tinggi. Sebelum ada gembar-gembor soal industri kreatif, para jenius lokal kita telah melakoninya dengan catatan kesuksesan.

Lihatlah industri batik tulis/batik cap yang tumbuh sebelum kemerdekaan dan berkembang pesat sampai awal 1980-an; sebelum digencet industri batik ala pabrikan. Lihatlah juga industri kreatif di bidang seni pertunjukan seperti ketoprak ala tobong, wayang orang, musik keroncong/langgam, film, teater, tari, dan lain-lain.

Jangan lupa juga pada industri kuliner dari gudek, nasi liwet, ayam goreng, makanan camilan, bakpia, lumpia, bandeng, sampai mendoan. Di luar Jawa, kekayaan kuliner bangsa kita yang mampu memasuki industri kreatif tentu tak kalah banyaknya.



Industri kreatif yang terdiri dari seni pertunjukan, fashion, kuliner, pariwisata, musik, film/animasi, dan lain-lain merupakan jawaban bagi cara hidup dan berekspresi secara kultural bangsa kita. Industri kreatif juga menantang bangsa kita untuk bisa mandiri atau menjadi bangsa wirausaha yang tidak membebani negara/pemerintah melainkan justru membantunya.

Di luar prestasi kelas dunia generasi millennials yang disinggung pada awal tulisan ini, sejatinya industri kreatif di negeri ini mampum enjadi garda depan kultural dan ekonomi bangsa. Cara yang paling strategis untuk mewujudkannya adalah mendorong tumbuhnya para kreator dengan menciptakan iklim dan peluang.

Artinya, di samping menjalankan fungsi sebagai regulator dan fasilitator, negara/pemerintah secara ideologis harus mampu mendorong terciptanya pasar bagi kreativitas rakyat, seperti ditempuh pemerintah Tiongkok. Pemerintah/negara harus tegas melindungi industri kreatif rakyat dari dominasi dan hegemoni kaum pemodal kuat.

Negara adalah pelayan rakyat, bukan pelayan kaum pemodal (kapitalis) yang antipemerataan dan keadilan. Melayani juga berarti melindungi dan mengembangkan potensi kreatif yang berbuah kesejahteraan.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya