SOLOPOS.COM - Edy Purwo Saputro

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (27/9/2017). Esai ini karya Edy Purwo Saputro, dosen di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah E.Purwo.Saputro@ums.ac.id

Solopos.com, SOLO — Artikel berjudul Matahari & Penjualan Kembali ke Fungsi di Harian Solopos edisi Jumat 22 September 2017 menarik dikaji terutama dikaitkan dengan realitas perkembangan ilmu pemasaran, persaingan bisnis, dan fakta perilaku konsumen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saat ini semua sudah berubah dan sangat beralasan ketika pebisnis tidak mau melakukan inovasi maka ancamannya adalah kematian bisnis. Selain itu, pesaing akan terus mengekor market leader dan terus mencari celah bisnis yang memungkinkan perluasan pasar produk yang dihasilkan.

Regulasi juga berubah, baik regulasi dari dalam negeri atau luar negeri, baik regulasi yang muncul karena pesanan atau regulasi yang ada karena  tuntutan global, sehingga pelaku bisnis harus cermat membaca semua regulasi.

Fakta lain yang tidak bisa diabaikan adalah realitas berkembanganya era online atau dalam jaringan (daring) karena tanpa disadari hal ini telah mengubah segalanya. Betapa tidak, dengan tarif mengakses Internet dan perangkat smartphone yang semakin murah serta didukung sistem yang multifungsi maka dunia benar-benar ada di genggaman sehingga semuanya bisa dilakukan dengan hanya sekali klik.

Jika sudah demikian, apakah deretan gerai, display, kios, lapak, toko, dan kaki lima ke depan masih akan ada? Entahlah. Yang pasti pelaku bisnis, baik skala besar atau menengah dan kecil, tetap harus melihat era perkembangan sistem daring sebagai peluang dan sekaligus tantangan.

Sekali lagi, hanya pebisnis—dan siapa pun–yang mau berinovasi yang akan bisa tetap survive. Inovasi bisa dilakukan dengan proaktif membaca perkembangan pasar. Siapa pun yang reaktif secara perlahan akan mati dengan sendirinya.

Selanjutnya adalah: Harus belajar dari Seven Eleven

Seven Eleven

Matahari Department Store dan juga unit usaha lain, termasuk juga pelaku bisnis, tentu harus belajar dari kasus Seven Eleven (Sevel) yang ditutup pada Juni 2017 lalu atau menjelang Ramadan. Apakah pemerintah tidak campur tangan dalam situasi ini?

Tentu pemerintah campur tangan dan berkepentingan dengan kasus ini sehingga pemerintah memberikan peringatan kepada semua pelaku usaha agar kasus serupa tidak terulang sebab imbasnya adalah pemutusan hubungan kerja dan akumulasi jumlah penganggur.

Kasus berlanjut dengan kebangkrutan produsen jamu Nyonya Meneer dengan beban utang mencapai Rp250 miliar sehingga upaya penyelamatan tidak berhasil dilakukan dan akhirnya pilihan terakhir adalah dipailitkan dengan imbas pemutusan hubungan kerja secara massal.

Setali tiga uang dengan Matahari, saat ini Ramayana juga mengalami kasus serupa terutama terimbas melemahnya daya beli setelah Ramadan dan Lebaran sehingga terjadi penutupan delapan gerai, yaitu di Sabang, Bogor, Surabaya, Gresik, Banjarmasin, Pontianak, dan Bulukumba.

Penutupan gerai berlandasan asumsi karena tingkat penjualan di supermarket tidak prospektif. Strategi yang akan dilakukan manajemen Ramayana adalah mengubah supermarket menjadi department store, termasuk rencana perombakan display, menggandeng tenant baru, dan memasukkan bioskop dengan menggandeng Cineplex 21. Gerai department store milik Matahari di beberapa lokasi malah telah ditutup.

Tingkat penjualan Ramayana per Agustus 2017 turun 17% persen dengan pendapatan kotor Rp417,1 miliar atau turun 26% dibanding Juli yang mencapai Rp563,6 miliar. Imbasnya adalah revisi target pendapatan tahun 2017 dari Rp8,4 triliun menjadi Rp8,21 triliun, sedangkan pada 2018 ditarget Rp8,49 triliun.

Terlepas dari sinyal negatif industri supermarket, yang jelas Transmart telah berani berinovasi dengan memadukan nuansa rekreasi dan belanja di sejumlah gerai. Paling tidak, pembangunan, renovasi, dan pembukaan Transmart di sejumlah daerah menjadi sinyal positif terhadap industri supermarket yang mau berinovasi untuk merebut dan mempertahankan segmen pasar.

Sekali lagi, pesaing yang ada saat ini tidak hanya dalam bentuk product form competition tapi juga generic competition sehingga perkembangan teknologi Internet dan smartphone berpengaruh besar terhadap perilaku konsumen.

Faktor kemacetan, tarif  parkir, dan udara panas juga menjadi kendala dalam industri supermarket saat ini. Hal ini menjadi tantangan bagi perkembangan pasar daring sehingga lini bisnis start-up untuk pasar daring cenderung berkembang pesat.

Selanjutnya adalah: Era daring telah menjadi fenomena yang harus dicermati…

Era Daring

Belajar dari kasus Matahari dan Ramayana, tidak bisa dimungkiri bahwa era daring telah menjadi fenomena yang harus dicermati produsen, konsumen, dan para pelaku mata rantai bisnis yang terbentuk dalam jaringan usaha.

Kini perbankan juga menggencarkan transaksi nontunai dan semakin berkembang era less cash society karena semua bisa dilakukan dengan sekali klik dan menggesek kartu. Fee based income perbankan dari transaksi nontunai semakin besar sehingga transaksi di kantor cabang semakin kecil karena penyetoran dan penarikan tunai dilakukan dengan mesin.



Persepsi tentang kemudahan, kenyamanan, keamanan, dan privasi dari layanan daring benar-benar memanjakan meski risikonya harus tetap diwaspadai. Era daring yang dinikmati generasi digital saat ini memungkinkan pilihan rasional bagi konsumen, yaitu bertransaksi dengan cara tradisional atau modern, yang keduanya terkait dengan perilaku konsumen.

Saat ini ojek dan taksi bisa diakses secara daring dengan tarif yang lebih murah dan dalam waktu cepat siap melayani di depan rumah. Era koran juga bergeser dari cetak ke daring dalam wujud e-paper yang bisa dibaca kapan saja secara realtime tanpa mengenal batas ruang dan waktu.

Perkuliahan saat ini juga bisa dilakukan dengan e-learning, membayar denda pelanggaran lalu lintas dengan dasar surat bukti pelanggaran (tilang) juga bisa dengan sistem daring, membeli tiket bisa dengan e-tiket, mau liburan tinggal memilih aplikasi yang memanjakan, telepon dengan WA gratis menjadi ancaman bagi pulsa telepon seluler, apalagi telepon di rumah sudah kian ditinggalkan sehingga beralasan jika berinovasi dengan menjual paket data Internet.

Dalam kondisi demikian ini pilihan terakhir adalah harus berinovasi, apa pun jenis usahanya, agar tidak mati ditinggalkan konsumen, apalagi generasi digital yang kini semakin familier dengan gadget.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya