SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi senin (24/7/2017. Esai ini karya Mulyanto Utomo, jurnalis Solopos. Alamat e-mail penulis adalah mulyanto.utomo@solopos.co.id.

Solopos.com, SOLO–“Selamat memasuki sekolah di jenjang yang lebih tinggi ya, Nak. Sudah, nggak usah kecewa karena tidak diterima di sekolah pilihanmu. Ini bukan karena kamu tidak berprestasi, tapi aturan yang membuatmu harus tersisih dari anak yang prestasinya di bawah kamu. Di mana saja sekolah itu asyik…” begitu pesan Bulik Upik kepada putrinya yang pekan lalu mulai masuk di salah satu SMA negeri di Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejak sepekan lalu para pelajar kembali mendominasi jalan raya Kota Solo tiap pagi kala mereka berangkat ke sekolah dan siang kala pulang dari sekolah. Mereka tampak gembira, berangkat ke sekolah dengan riang meski tak sedikit yang masih cemberut ketika diantar orang tuanya atau sebagian di antara mereka naik angkutan umum atau mengendarai sepeda motor sendiri.

Setelah pengumuman penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA negeri 2017/2018 dua pekan silam yang penuh drama itu berakhir, seolah-olah selesai pula rasa dag-dig-dug, kecewa, mangkel, bahkan marah di kalangan calon siswa maupun orang tua siswa.

Sejatinya masih ada yang memendam rasa tak puas karena gagal diterima di SMA negeri favorit pilihannya. Ya, penuh drama… PPDB SMA negeri 2017/2018 kali ini memang penuh dengan drama. Drama dalam makna yang sebenarnya, seperti disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu cerita atau kisah yang melibatkan konflik dengan penuh emosi.

Drama ini bukan disusun untuk keperluan pertunjukan teater, namun terjadi dalam kehidupan nyata. Betapa tidak. Seorang guru anggota tim verifikasi calon siswa yang mendaftar dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM) kemarin bercerita bahwa ada keluarga siswa mendadak berdandan bak seorang miskin.

Ketika menemui tim verifikasi mereka bertukar pakain kusam, sedikit sobek di sana-sini, barang-barang yang secara faktual tak layak dimiliki oleh keluarga miskin buru-buru mereka “ungsikan” sementara ke rumah tetangga. Ini drama… tetapi nyata.

“Kami harus tertawa atau mengelus dada? Sebagai seorang guru tentu kami prihatin. Kami juga harus ikut ‘drama’ ketika berdebat dengan orang tua siswa ketika anak mereka tidak diterima, sementara prestasi akademisnya lebih baik daripada anak tetangga. Menurut kami, peraturan PPDB SMA negeri tahun ini harus dievaluasi. Jangan sampai drama memiskinkan diri kembali terjadi,” papar seorang guru yang kemarin ikut jagongan di warung wedangan News Cafe bersama Denmas Suloyo dan kawan-kawan.

Mas Wartonegoro sebagai seorang juru warta mengaku memang mendengar beragam kisah kekisruhan PPDB dalam jaringan (daring) SMA negeru di Soloraya pada tahun ini. Menurut dia, tim Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MMKS) SMA Kota Solo waktu itu menemukan 16 SKTM fiktif yang digunakan calon siswa dari keluarga mampu.

Selanjutnya adalah: Berbagai daya dan upaya dilakukan…

Daya dan Upaya

Mpun, pokoknya berbagai daya dan upaya dilakukan orang tua agar anaknya bisa lolos dalam seleksi masuk SMA favorit yang diinginkannya. Ini kan bahaya. Para orang tua itu bahkan rela mendegradasikan harga diri mereka dengan memiskinkan diri biar apa yang diinginkan bisa diraih,” papar Mas Wartonegoro dengan mimik serius.

“Tapi, menurut saya itu manusiawi saja, Mas,” kata Denmas Suloyo.

“Wooo… hla kok bisa? Apa yang mereka lakukan itu jahat…,” timpal Mas Wartonegoro dengan nada dimirip-miripkan Dian Sastro di film Ada Apa dengan Cinta (2).

“Namanya juga orang tua, sayang anak. Tentu menginginkan hal yang terbaik bagi anak-anaknya. Sepanjang mereka bisa menunjukkan bukti hitam di atas putih atas syarat-syarat yang ditentukan oleh pemerintah, ya mereka akan berusaha mencari, sekalipun harus dengan cara menjual harga diri,” papar Denmas Suloyo.

“Nah, itulah yang saya maksud jahat. Pokoknya tidak bisa. Kalau sudah kolusi, korupsi, manipulasi, dan si… si… si… menyimpang lainnya harus dilawan, harus dicegah, harus dibrantas,” kata Mas Wartonegoro berapi-api.

Begitulah. Diskusi di warung wedangan News Cafe kian seru. Intinya, para pemerhati pendidikan kelas kampung itu berharap tahun depan tidak ada lagi peraturan PPDB SMA negeri yang memberi peluang orang tua calon siswa melakukan manipulasi, bermanuver mencari-cari kelemahan peraturan yang bisa ditembus, yang akhirnya hanya akan menimbulkan ketidakadilan.

Evaluasi Menyeluruh

Peraturan PPDB tahun ini bagi masyarakat memang dinilai penuh dengan syarat yang bisa menimbulkan kekacauan, kekisruhan, bahkan ketidakadilan. Kalangan guru malah ada yang menyebut SK No. 421/05238 tentang petunjuk teknis PPDB SMA/SMK Negeri Tahun 2017/2018 itu benar-benar ngeri-ngeri sedap.

Mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah yang mengeluarkan petunjuk teknis PPDB itu pasti tujuannya mulia, misalnya demi pemerataan kualitas pendidikan, memberi kesempatan yang miskin masuk sekolah negeri yang bagus, menghilangkan citra sekolah favorit dan nonfavorit.

Prinsip yang hendak diterapkan dengan petunjuk teknis PPDB itu adalah objektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif. Artinya setiap warga negara yang berusia sekolah dapat mengikuti program pendidikan di wilayah Indonesia tanpa membedakan suku, daerah asal, agama, golongan, dan status sosial (kondisi ekonomi).

Pada kenyataannya justru prinsip-prinsip itu bisa ditembus, diakali, dimanipulasi dengan beragam drama yang telah sukses dilakukan itu. Dengan formula komponen penilaian untuk penghitungan nilai akhir pada SMA meliputi jumlah nilai Ujian Nasional SMP/MTs yang telah dibobot sesuai ketentuan (UN) + Nilai Kemaslahatan (NK) + Nilai Prestasi (NP) + Nilai Lingkungan (NL), seorang siswa yang secara akademis unggul bisa dikalahkan dengan tambahan-tambahan “nilai kemaslahatan” dan “nilai lingkungan” yang kuantitasnya cukup besar dan tak ada sangkut-pautnya dengan prestasi seseorang.

Selanjutnya adalah: Nilai kemaslahatan adalah nilai tambahan…



Nilai Kemaslahatan

Apa itu “nilai kemaslahatan”? Nilai Kemaslahatan adalah nilai tambahan yang diberikan kepada calon peserta didik apabila orang tuanya sebagai guru atau tenaga kependidikan dengan tambahan bisa sampai dua poin.

Sedangkan “nilai lingkungan” adalah tambahan nilai yang diberikan kepada calon peserta didik yang tempat tinggalnya di lingkungan sekitar satuan pendidikan serta calon peserta didik warga miskin yang berdomisili di wilayah sekitar dengan bobot poin bahkan bisa mencapai tiga.

Bisa dibayangkan, jika seorang siswa hanya mengandalkan hasil Ujian Nasional yang tentu selisih nilai di antara para siswa sangat rigid, ketat, bahkan perbedaan 0,2 atau 0,1 sekalipun sangat berarti, tiba-tiba ada siswa lain yang secara prestasi akademis berada di bawahnya mendadak mendapat “hadiah” tambahan nilai 2, 3, atau bahkan 5, misalnya. Tentu ini akan membuat orang tua calon siswa lain dan calon siswa lain senewen.

Penerimaan siswa baru dengan formula tambahan nilai hadiah karena “kemaslahatan” dan “lingkungan” ini mirip dengan praktik yang dilakukan pada era Orde Baru dengan istilah “bina lingkungan” atau sering diplesetkan dengan bilung.

Bilung biasanya disertai dengan katebelece atau surat sakti dari seorang pejabat yang sifatnya sangat tertutup. Tentu berbeda dengan hadiah nilai model baru yang bernama “kemaslahatan” dan “lingkungan” yang semangatanya adalah keterbukaan, transparan, namun sejatinya ada nilai-nilai keadilan yang dilanggar jika pola bilung itu diterapkan secara luas.

Kabar baiknya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan akan mengevaluasi proses PPDB 2017. Tentu semua berharap bukan hanya soal rayonisasi atau zonasi penerimaan siswa di sekolah yang akan dirombak ulang, namun yang dievaluasi juga menyangkut “nilai kemaslahatan” dan “nilai lingkungan” yang poinnya cukup mengejutkan serta mampu menghadirkan drama memiskinkan diri yang menyedihkan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya