SOLOPOS.COM - Suharno (Istimewa/Solopos.com)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (14/7/2017). Esai ini karya Suharno, dosen di Program Studi Akuntansi dan Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi, Solo. Alamat e-mail penulis adalah suharno_mm_akt@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO–Dalam sepekan terakhir  kita dikejutkan dua kasus dugaan investasi bodong yang dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Solo. Kasus pertama adalah investasi berkedok tabungan emas yang dilakukan pasangan suami istri Dina Yuanita dan Djody Wisnubroto.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Modus yang dilakukan adalah dengan membuka usaha menggunakan  nama CV Kebun Emas kemudian  membujuk masyarakat agar menginvestasikan uang pada emas batangan dengan iming-iming menggiurkan: keuntungan 5% per bulan.

Awalnya berjalan lancar sehingga banyak orang yang percaya kemudian ikut bergabung. Seiring berjalannya waktu ternyata  keuntungan 5% macet di tengah jalan. Janji tinggal janji. Usaha ini bisa berjalan karena modusnya gali lubang tutup lubang.

Tercatat ada  61 orang korban dengan total kerugian mencapai Rp2 miliar yang akhirnya gigit jari. Kasus kedua menyeret nama ustaz kondang Yusuf  Mansyur. Ia dilaporkan warga Solo karena ingkar janji tidak mambayar bagi hasil  investasi pembangunan hotel.

Nilai investasi yang ditawarkan bervariasi, bernilai puluhan juta rupiah. Kejadiannya berlangsung sejak  lima tahun lalu, namun baru dilaporkan sekarang karena bagi hasil tidak terealisasi.

Kasus ini menarik dan menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa terjadi hampir bersamaan dan berlokasi di Kota Solo, padahal kasus bisnis abal-abal ini  sering kali terjadi? Mengapa masyarakat tidak jera? Masih segar dalam ingatan kita kasus CV Medical.

Berkedok bisnis tanaman ginseng dengan menjanjikan keuntungan 10% perbulan. Korbannya ribuan orang. Disusul booming tanaman hias jenmani dan  gelombang cinta yang harganya gila-gilaan sehingga orang memburunya untuk meraih keuntungan besar. Belum reda, muncul kehebohan batu akik dengan akhir yang sama. Memburu  untung, namun berakhir buntung.

Maniak Gambling

Hukum ekonomi menyatakan bila investasi menjanjikan tingkat keuntungan besar dan tidak wajar maka risiko yang dihadapi juga besar. Dari fenomena tersebut ada yang mengatakan orang Solo yang terkenal lemah lembut, ramah tamah, dan santun ini ternyata suka  gambling dan gampang dipengaruhi.

Benarkah demikian? Barangkali ada benarnya pernyataan tersebut. Terbukti hingga hari ini bila kita jeli melihat di kampung-kampung, secara diam-diam permainan judi  capjiki masih berjalan.

Selanjutnya adalah: Ada kesamaan modus investasi bodong…

Kesamaan Modus

Kembali ke kasus investasi bodong.  Ada kesamaan  modus yang digunakan. Keduanya pandai merayu dan menyakinkan korban. Menggaet calon korban melalui seminar yang dikemas heboh. Diselenggarakan di hotel berbintang. Menggunakan alat peraga dan memanfaatkan testimoni dari kalangan orang terkenal dan terpandang.

Pejabat, pengusaha, figur publik, bahkan ulama dimanfaatkan sebagai endorser. Pada kasus investasi emas, pelakunya orang biasa, bukan figur publik. Barangkali kita bisa memaklumi bila kasus ini murni penipuan yang telah dirancang dan direncanakan dengan rapi.

Pada kasus yang kedua, yang melibatkan Yusuf Mansyur, kita hampir tidak percaya. Seorang ustaz kondang dengan ratusan ribu anggota jemaah, sering tampil berceramah di telivisi nasional, mengapa bisa terlibat dalam investasi yang diduga abal-abal ini? Benarkah sang ustaz punya niat jahat untuk menipu orang?

Pelaku investasi bodong memang tidak semuanya berawal dari niat jahat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Menurut pengamatan dan analisis saya, Yusuf  Mansyur mengembangkan sayap usaha berawal dari niat dan semangat mulia: ingin memberdayakan ekonomi umat.

Yusuf  Mansyur yang populer sebagai ustaz spesialisasi sedekah ini melihat potensi ekonomi umat Islam sangat besar. Terbukti setiap mengisi pengajian dan mengajak jemaah yang hadir untuk bersedekah sambutannya sangat antusias sehingga bisa terkumpul dana hingga ratusan juta rupiah.

Mengapa potensi yang besar  ini tidak  dikelola sehingga menjadi kekuatan ekonomi yang hebat dan luar biasa? Mungkin begitu yang ada dalam benaknya. Berawal dari pengumpulan sedekah untuk pembangunan masjid, pondok pesantren, sekolah yang selalu sukses, Yusuf Mansyur mulai percaya diri.

Basis massa, jemaah pengajian yang mencapai ratusan ribu orang, dan para pengusaha muslim dari penjuru indonesia dimobilisasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.

Mulai dari usaha tour and travel haji dan umrah, katering, koperasi,  keagenan pulsa, pembangunan real estate, sampai perhotelan. Gurita bisnis yang diusung Yusuf  Mansyur semakin besar dan mendapat sambutan antusias dari kalangan umat Islam karena mengusung label  bisnis syariat yang selalu diasosiasikan penuh keberkahan.

Selanjutnya adalah: Inilah awal mula malapetaka muncul…

Awal Malapetaka

Inilah awal mula petaka ini muncul. Bisnis syariat hanya dimaknai sempit, pada sentimen dan simbol-simbol keagamaan ritual semata.  Bisnis dianggap syariat bila dijalankan seorang muslim yang dianggap taat beribadah. Bagus salatnya dan zikirnya.

Bisnis syariat sebenarnya adalah bisnis yang bersandar pada Alquran dan hadis. Sayangnya kedua sumber ini di kalangan sebagian umat Islam  sering kali hanya pada tataran dibaca saja, tidak dikaji mendalam dan diamalkan dalam tataran praktik bisnis dan keseharian.

Bila kita mengamalkan kandungan Alquran dan hadis untuk  berbisnis tentunya tidak cukup bila hanya mengimani saja. Harus mengamalkan. Bentuk amalannya yaitu mengelola bisnis secara profesional. Mengikuti kaidah hukum syari dan hukum positif.

Sebagai contoh, dalam Alquran Surat Ali Imron ayat 112 dijelaskan  akan diliputi kehinaan di mana pun saja kita berada, kecuali berpegang teguh pada perjanjian dengan Allah (hablum minnallah) dan perjanjian manusia (hablum minnanas).

Menjalankan bisnis dengan sumber dana yang dihimpun dari masyarakat dalam jumlah besar  itu tidak mudah, sangat berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan masyarakat pemilik dana. Usaha bisnis yang sekelas ini harus memiliki sistem dan legalitas usaha, serta harus didaftarkan ke Otoritas Jasa keuangan (OJK).

Bagaimana dengan bisnis Yusuf Mansyur? Kenyataannya usaha yang dilakukan Yusuf  Mansyur hanya menekankan aspek kepercayaan dan ghirah keagamaan umat. Legalitas bisnisnya  ada, namun tidak terdaftar di OJK. OJK pernah menegur dan menghentikan pengumpulan dana ala Yusuf Mansyur ini.

Entah mengapa terus berjalan hingga hari ini. Pengumpulan dana sedekah yang konon untuk kepentingan umat sering dilakukan spontanitas melalui kantong-kantong  infak yang dikelilingkan kepada jemaah  saat pengajian.

Dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan bila kita bertransaksi bisnis tidak tunai wajib untuk dicatat dan disaksikan oleh para saksi. Dalam bahasa sekarang perlu adanya pembukuan atau  akuntansi.



Mengelola dana masyarakat tidak gampang. Sangat berbeda dengan mengelola arisan di kampung. Harus punya keahliaan khusus mengelola portofolio dana investasi. Apabila tidak ditangani oleh orang yang kompeten dan profesional dapat dipastikan akan menimbulkan bom waktu.

Selanjutnya adalah: Setelah lima tahun kasus mencuat…

Integritas

Ini terbukti setelah lima tahun kasus ini baru mencuat ke permukaan. Bila kita benar-benar ingin menjalankan bisnis syariat tentunya akan memegang teguh hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan apabila sesuatu diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah kiamat (kehancuran).

Bisnis syariat adalah bisnis yang mendasarkan pada integritas, kejujuran, dan keadilan yang dikelola secara transparan dan akuntabel. Masyarakat kita sering kali merasa menjalankan syariat namun sebenarnya jauh dari substansi syariat.

Mari kita cermati. Sebaik-baik bekal adalah takwa ditegaskan dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 197.  Takwa ini semestinya dimaknai taat dan patuh pada standar prosedur operasional Allah SWT. Ketaatan pada Allah juga terimplementasi pada ketaatan terhadap standar prosedur operasional yang telah disepakati bersama pada  perjanjian antarmanusia.

Bila kita ingin membangun bisnis syariat hanya bermodalkan semangat, tanpa memiliki bekal dan keterampilan manajerial dan akuntansi, bisa dipastikan apa yang kita lakukan justru akan merusak kaidah syariat itu sendiri.

Ada sebuah kaidah, bila kita menjalankan perintah Allah dan dalam menjalankan perintah itu perlu sarana maka sarana tersebut  hukumnya juga wajib dipenuhi.  Artinya bila kita ingin berbisnis kita juga harus memiliki keterampilan bisnis.

Bila kita akan berinvestasi maka kita harus menggunakan logika sehat,  paham akuntansi, dan bisa membaca laporan keuangan karena akuntansi adalah bahasa bisnis. Jangan hanya mengandalkan kepercayaan karena seagama!



Bila kita mengabaikan faktor kompetensi bisnis,  pasti akan mengalami permasalahan serius. Ibaratnya membangun istana pasir. Gampang hancur saat ada angin yang bertiup menerpa. Bukankah begitu?

 

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya