SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (6/11/2017). Esai ini karya Agus Kristiyanto, guru besar Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga di Universitas Sebelas Maret dan tinggal di Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Alamat e-mail penulis adalah aguskriss@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO — Hari-hari ini adalah periode bagi publik pencinta olahraga di Indonesia mencurahkan apresiasi, empati, dan rasa bangga pada prestasi gemilang yang diraih Gregoria Mariska Tunjung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gadis asal Kabupaten Wonogiri tersebut mengukir prestasi sebagai juara dunia bulu tangkis junior setelah menumbangkan pebulu tangkis Tiongkok, Han Yue, pada 22 Oktober 2017.

Bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Soloraya, Gregoria adalah fenomena yang melejit ke permukaan. Pada Kolom Tajuk di Harian Solopos edisi Rabu, 25 November 2017, prestasi Gregoria dibahas dengan judul Mencetak Atlet Butuh Kesungguhan.

Artinya, yang perlu digarisbawahi adalah kata kunci ”kesungguhan”. Pertanyaannya adalah bagaimana sebaiknya dan seharusnya kesungguhan itu diformulasikan secara sistematis, terprogram, dan long lasting?

Jika ditarik ke belakang, ”keperkasaan” Gregoria melengkapi catatan data prestasi gemilang yang diciptakan para atlet negeri ini di level junior. Pada 1992, pebulu tangkis junior Indonesia, Kristin Yunita,  pernah menggoyang dunia sebagai juara dunia.

Yayuk Basuki saat junior adalah petenis elite papan atas dunia yang menumbangkan Gabriela Sabatini. Kesebelasan sepak bola junior Indonesia sering menorehkan prestasi yang gagah di level Asia dan masih banyak catatan prestasi olahraga pada usia junior.

Tanpa bermaksud menutup mata atas prestasi-prestasi gemilang yang telah dicapai para atlet senior, ada beberapa pertanyaan kritis yang muncul. Kenapa prestasi level senior tidak segemilang prestasi yang diraih saat masih junior?

Kenapa ada kecenderungan terjadi kemandekan prestasi selepas usia junior? Ada beberapa sudut pandang yang bisa digunakan untuk menguraikan persoalan ini.

Selanjutnya adalah: Pembinaan berbasis pola asuh keluarga

Pola Asuh

Pertama, pembinaan berbasis pola asuh keluarga saat atlet berada di level junior (baca: anak-anak). Peran orang tua dan keluarga sangat dominan untuk mengantarkan anak pada proses-proses transformasi menuju penciptaan prestasi puncak pada usia tersebut.

Gregoria merepresentasikan seorang anak yang sejak awal memiliki minat dan talenta bulu tangkis yang kuat. Ia beruntung karena memiliki orang tua yang gigih. Artinya, peran luar biasa orang tua menjadi faktor dominan bagi si anak untuk mengaktualisasikan prestasi.

Gregoria berhasil meraih prestasi dunia walau dengan dukungan sarana dan prasarana yang mungkin masih jauh dari standar ideal. Kedua, dari sudut pandang aklimatisasi dan posisi geografis. Indonesia secara geografis adalah negara yang berada di garis khatulistiwa atau garis lintang rendah.

Di kawasan demikian ini pola pertumbuhan dan perkembangan fisik anak cenderung memiliki tren cepat matang. Artinya, para atlet junior kita mengalami pendewasaan yang cepat sehingga mencapai kondisi puncak lebih awal dibandingkan dengan anak-anak usia sama yang berada di posisi garis lintang tinggi (subtropis, bahkan kutub). Anak-anak Indonesia cepat memuncak dan matang secara lebih awal.

Ketiga, secara sosio-kultural anak-anak kita berada di masyarakat yang masih dominan memiliki citra metamorfosis bahwa semakin bertambah usia maka semakin berkurang modalitas fisiknya.

Walaupun kapasitas fisik bukan satu-satunya faktor, dominasi citra tersebut sangat berpengaruh melandaikan grafik pertumbuhan kapasitas fisik pada kondisi plateu saat usia remaja akhir atau dewasa awal.

Dewasa diasumsikan sebagai tahap ”kemapanan” hingga menjadi sebuah preseden kondisi puncak (peak performance) secara lebih dini secara sosio-kultural.

Terdapat banyak pelajaran penting terkait dengan tiga sudut pandang tersebut. Faktanya adalah modal awal debut prestasi level junior tidak secara leluasa kontinu terpelihara pada tahap berikutnya.

Pemunculan prestasi olahraga cabang apa pun memiliki nilai spesifik yang multifaktor. Peak performance menjadi orientasi penting dalam pembinaan olahraga prestasi yang wajib dikelola secara integratif ihwal pemaksimalan kondisi kuat pada lingkup informal (keluarga), formal (sekolah), dan lingkup nonformal (masyarakat).

Selanjutnya adalah: Ranah olahraga prestasi

Olahraga Prestasi



Ranah olahraga prestasi sebagaimana secara gamblang dijelaskan dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu, pengetahuan, dan teknologi keolahragaan.

Demi menciptakan perencanaan yang matang, iklim kompetisi yang berjenjang, prestasi yang tetap berkelanjutan, serta mengerahkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan harus dikemas dalam formula yang sistematis.

Urusan bakat, potensi, dan prestasi  olahraga setiap anak bangsa itu tidak boleh dibiarkan bersemayam dalam lingkup informal. Terlalu berat dan tak pernah murwat beban jenjang-jenjang pengelolaan itu kalau harus dipikul oleh orang tua dan keluarga.

Hak asasi publik salah satunya adalah memperoleh pelayanan berolahraga untuk kesehatan dan kebugaran jasmani serta mendapatkan bimbingan prestasi bagi yang berbakat. Peran pemerintah menjadi sangat penting dan mendesak.

Sekuat-kuatnya orang tua tentu saja tak akan sekuat pemerintah di dalam mengelola perjalanan prestasi panjang seorang atlet. Fungsi sistematis pembinaan dan pengembangan lingkup olahraga prestasi yang paling mendasar adalah dengan memilih kebijakan yang mengintegrasikan peran ranah informal (keluarga), formal (persekolahan), dan nonformal (masyarakat).

Pemerintah berkewajiban memberikan dukungan dana, ruang terbuka, dan tenaga keolahragaan guna mewujudkan pembangunan olahraga. Pada saat bersamaan harus ada gerakan-gerakan sosial yang ditumbuhkan untuk membangkitkan iklim apresiasi, gaya hidup aktif, serta budaya prestasi di masyarakat secara kolektif.

Kita hargai jerih payah orang tua dan keluarga besar Gregoria yang telah mewujudkan kebanggaan prestasi untuk negeri ini. Kesungguhan memang telah terbukti menjadi kata kunci keberhasilan, namun demi memunculkan banyak Gregoria lain, untuk memelihara peak performance prestasi junior ke tahap lanjutan, kesungguhan itu perlu dimiliki semua pihak terkait.

Prestasi olahraga yang membanggakan itu bukan merupakan beban wilayah privat keluarga. Ada banyak pelajaran penting dari prestasi Gregoria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya