SOLOPOS.COM - Film Senyap karya sutradara Joshua Openheimer (filsenyap[.com)

Film Senyap selalu menghadapi larangan dari kelompok massa tertentu di berbagai kota. Padahal, tak ada pelanggaran norma apapun dalam film itu.

Solopos.com, SOLO — Meski Orde Baru telah berakhir sejak 1998, kebebasan berpendapat dan berkumpul masih menghadapi berbagai pembatasan. Di perguruan tinggi, kasus-kasus pelarangan diskusi dan bedah film disertai intimidasi justru marak akhir-akhir ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Beberapa contoh kasus muncul di berbagai kampus perguruan tinggi di Solo-Jogja saat mahasiswa menggelar pemutaran film Senyap karya Joshua Oppenheimer. Modus pelarangan ini sama, yaitu munculnya ancaman pembubaran acara oleh sekelompok massa. Hal serupa juga terjadi saat Sekber 65 menggelar pertemuan di Taman Budaya Surakarta (TBS) beberapa waktu lalu. Peluncuran Iran Corner di IAIN Surakarta juga batal karena desakan kelompok tertentu.

“Apakah [film] Senyap melanggar tri dharma perguruan tinggi, apakah melanggar norma agama, apakah melanggar norma kesusilaan. Padahal film ini merupakan rekomendasi Komnasham untuk rekonsiliasi setelah peristiwa kelam 1965,” kata Yusuf Suramto dari Tim Advokasi Korban Kebebasan Berekspresi Yayasan Pengabdian Hukum Indonesia (Yaphi), di Kampus ISI Solo, Sabtu (14/3/2016).

Dalam diskusi bertema Kebebasan Berekspresi di Perguruan Tinggi yang digelar Fisip Universitas Diponegoro (Undip) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo itu, Yusuf Suramto menganjurkan agar pelarangan itu diuji secara hukum. Caranya, dengan menggugat pelarangan itu ke pengadilan.

“Gugat saja yang melarang itu. Masih mending kalau yang berani bisa melawan, tapi bagaimana kalau yang tidak punya masssa? GUgat rektornya kalau dia yang melarang. Mediasi tetap jalan, tapi gugat saja,” katanya.

Gugatan ini bisa menjadi jalan untuk menguji seberapa jauh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan aturan perundangan lain yang menjamin kebebasan berkumpul-berpendapat dilaksanakan. “Negara melanggar jika tidak bisa melindungi dan melakukan pembiaran.”

Pelarangan ini sejalan dengan mudahnya masyarakat memberikan label seperti “komunis”, “kafir”, “syiah” dan sebagainya terhadap sesuatu. Diakui, isu-isu itu sangat sensitif bagi orang Indonesia.

Syifaul Arifin, selaku salah satu nara sumber dari AJI Solo, menyampaikan, aktivis pers kampus juga bisa menyampaikan informasi kepada publik tentang pendanaan dan penggunaan anggaran negara di perguruan tinggi, khususnya bagi perguruan tinggi negeri (PTN), dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai payung hukumnya. Ulasan itu disampaikan Syifaul menjawab pertanyaan salah seorang peserta diskusi, Hana yang mempertanyakan sejauh mana pers kampus bisa menelisik tentang dana di perguruan tinggi.

“Dana di perguruan tinggi bisa dipublikasikan, terlebih karena itu anggaran negara. Dalam hal ini, pers kampus bisa menggunakan UU KIP sebagai payung hukumnya,” ungkap Syifaul.

Melalui diskusi terbuka tersebut, Syifaul juga menyampaikan tentang belum terjaminnya kebebasan berekspresi pada masa kini, meskipun saat ini sudah 17 tahun berada di alam reformasi. Hal itu termasuk di dalamnya kebebasan berekspresi di perguruan tinggi.

“Jika masa orde baru, pihak yang memberangus kebebasan berekspresi adalah aparatur militer dari atas hingga bawah dan Kantor Sosial Politik pemerintah daerah, kini pelakunya adalah aparat keamanan dan kelompok masyarakat,” paparnya.

Dia menyebutkan ada beberapa isu sensitif yang sering menimbulkan masalah belakangan ini, yaitu komunisme, liberalisme, lesbian, gay, biseksual, dan transgender, hingga kelompok minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah.

“Walaupun pembahasan isu sensitif itu berada di wilayah kampus, tidak ada jaminan kebebasan akademik berlangsung. Kelompok yang tidak suka dengan mudah masuk kampus untuk menekan dan mengancam melakukan kekerasan. Padahal konstitusi menjamin kebebasan untuk berekspresi,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya