SOLOPOS.COM - Keramba di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. (Solopos.com/Farida Trisnaningtyas)

Solopos.com, WONOGIRI—Para petani ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) harap-harap cemas dengan fenomena upwelling menyusul cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini. Mereka kemudian mengurangi pembibitan ikan untuk meminimalkan dampak upwelling.

Fenomena upwelling mengakibatkan zat yang berada di dasar air naik dan membuat ikan sulit bernapas karena konsentrasi oksigen berkurang. Kepala Bidang Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan dan Peternakan (Dislakpernak) Wonogiri, Catur Wuryaningsih, mengatakan fenomena upwelling ini membuat ikan yang dibudidayakan banyak yang mati. Di Waduk Gajah Mungkur, budidaya ikan didominasi ikan nila.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Upwelling biasanya terjadi saat perubahan musim. Misalnya, pada musim kemarau ke musim penghujan. Jadi, saat kemarau panjang lalu terjadi hujan dalam beberapa minggu, maka upwelling bisa terjadi,” ujar dia, saat ditemui wartawan, Rabu (29/9/2021).

Baca Juga: Bawaslu Wonogiri Gandeng Kampus Tingkatkan Pengawasan Pemilu 2024

Catur menjelaskan fenomena upwelling yang cukup besar terjadi di waduk pada 2017 lalu. Kejadian tersebut lantaran musim kemarau panjang. Pihaknya memprediksi jika upwelling terjadi sekarang ini, maka dampaknya tak akan separah 2017 lalu.

Dislakpernak Wonogiri mencatat ada 62 kelompok pembudidaya ikan di karamba apung WGM. Dinas pun telah berkoordinasi dengan paguyuban petani karamba untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi upwelling.

“Caranya ya mengurangi bibit ikan yang disebar di keramba apung mereka. Jadi, kerugian akibat ikan yang mati bisa diminimalkan,” papar dia.

Baca Juga: Edukasi Warga, 10 Situs Cagar Budaya Klaten Dipasangi Papan Informasi

Ketua Paguyuban Pembudidaya Ikan Waduk Gajah Mungkur Nila Kencana, Sugiyanto, mengatakan pihaknya bersiap-siap mengantisipasi adanya upwelling sekarang ini. Maka dari itu, ia kemudian melakukan pengurangan bibit ikan.

Misalnya, jika biasanya satu petak disebar 2.000 ekor bibit ikan, maka ia mengurangi menjadi maksimal 1.200 ekor saja.  “Saya masih ingat saat 2017. Total satu ton ikan di keramba mati. Kelompok saya juga mengalami kerugian Rp100 jutaan,” ungkap dia.

Sugiyanto menjelaskan upwelling juga berakibat pada kelompok lainnya. Menurutnya, tahun lalu ketika pergantian musim juga terjadi upwelling. Akan tetapi, kerugian materiil yang diderita paguyuban tak separah pada 2017 lalu. Ia berharap fenomena upwelling tidak terjadi tahun ini.

Baca Juga: Oven Tembakau di Trucuk Klaten Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp50 Juta

“Kami niteni, pada 2017 saat kemarau tidak turun hujan sama sekali. Begitu hujan turun lalu terjadi upwelling. Saat itu ikan banyak yang mati. Kami berharap tahun ini tidak terjadi,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya