SOLOPOS.COM - Para pedagang buah menjajakan buah, khususnya semangka dan melon di pinggir Jalan Diponegoro Pasar Bunder Sragen, Sabtu (9/4/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kebijakan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% di tengah tingginya harga mintak goreng dan kenaikan harga pertamax diyakini akan menurunkan daya beli masyarakat. Terutama di Sragen. Dampak yang lebih luas adalah pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat.

Ketua Forum for Economic Development and Employment Promotion (FEDEP) Kabupaten Sragen, Budiono Rahmadi, mengatakan kenaikan-kenaikan tersebut bisa mengerek harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Sayangnya, kenaikan tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan upah buruh dan PNS sehingga daya beli belum menguat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kebijakan pembebasan arus mudik tahun ini bisa menjadi angin segar bagi pelaku usaha dengan harapan banyak orang kota yang kembali ke desa. Itu bisa berdampak pada peningkatan perputaran ekonomi di desa, khususnya di Sragen,” jelas Budi saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (9/4/2022).

Baca Juga: Siap-siap, Lonjakan Konsumsi akan Kembali Datang

Meskipun tidak seramai sebelum masa pandemi, ia menilai selama Ramadan ini banyak orang yang merayakan kegembiraan berbuka puasa dengan berbelanja makanan. Hal ini bisa meningkatkan ekonomi. Kebiasaan belanja baju baru menjelang Lebaran juga bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi meski lonjakannya diprediksi tidak terlalu signifikan. Pasalnya, uang masyarakat sudah banyak tersedot untuk membeli barang kebutuhan pokok.

Secara ekonomi makro di Sragen, sebut dia, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di sektor makanan olahan, kebutuhan rumah tangga, dan alat rumah tangga meningkat selama Ramadan. Pertumbuhan UMKM tersebut kemungkinan lesu ketika tidak diimbangi dengan menguatnya daya beli masyarakat.

“Dalam konteks makro, ekonomi di Jawa ini masih bisa bertahan bila dibandingkan dengan di luar Jawa yang mengalami penurunan signifikan. Di Jawa masih terbantu karena populasi penduduk yang banyak meskipun daya beli menurun,” ungkapnya.

Baca Juga: BI Optimistis Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,5%

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, Cahyo Kristiono, menerangkan secara umum pertumbuhan ekonomi di Sragen menunjukkan grafik naik. Tetapi BPS Sragen tidak menghitung pertumbuhan ekonomi sampai level kabupaten.

Dia menerangkan pertumbuhan ekonomi di tingkat kabupaten dihitung secara tahunan belum per triwulanan seperti pada level provinsi dan nasional. “Kaitannya dengan Ramadan, biasanya yang disoroti itu justru tingkat inflasi. Namun, Sragen itu bukan kota sampel perhitungan inflasi sehingga angka inflasi itu mengacu pada kota terdekat, yakni Solo,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya