SOLOPOS.COM - Dina Hidayana, salah satu narasumber talkshow Virtual Spesial Hari Lahir Pancasila yang digelar Solopos, pada Selasa (2/6/2021) malam. (Tangkapan layar)

Solopos.com, SOLO – Talkshow Virtual Spesial Hari Lahir Pancasila yang digelar Solopos, Selasa (2/6/2021) malam, memunculkan fakta mengejutkan terkait intoleransi yang terjadi di tengah masyarakat.

Hal itu diungkapkan salah satu narasumber talkshow virtual bertema, Peran Pancasila Bagi Milenial, Dina Hidayana. Sebagai politikus muda dan kandidat Doktor di Universitas Pertahanan, Dina membeberkan data intoleransi dan ekstremisme.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Apakah Pancasila masih ada. Jika masih ada kenapa masih ada konflik internal, SARA, dan disintegritas [di Indonesia],” ujar Dina.

Dia pun menggambarkan kondisi di mana setelah reformasi, adanya kebijakan menghapus penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Juga ditiadakannya BP7, bahkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pun dihilangkan. Sehingga muncul hal-hal yang membutuhkan kewaspadaan yang serius.

“Yakni berdasar survei menyebutkan hampir 40 persen kampus Islam di Indonesia ingin mendirikan negara khilafah. Tujuh kampus terpapar paham ekstremisme. Ada 40 persen PNS dan lebih dari 60 persen guru terindikasi intoleransi. Bahkan tiga persen anggota TNI terpapar ekstremisme,” ungkap Dina.

Baca juga: Nilai-Nilai Pancasila Pada Generasi Milenial, Benarkah Masih Ada?

Selain Dina Hidayana yang mengungkapkan intoleransi, talkshow yang dipandu Pemimpin Redaksi Solopos, Rini Yustiningsih juga menghadirkan tiga narasumber lain. Yakni, Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi Komunikasi Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Ir. Prakoso. Kepala Balitbang & Perbukuan Kemendikbud, Anindito Aditomo dan Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta.

Menurut Rini Yustiningsih, dengan pemaparan data dari Dina tersebut tentu tidak hanya milenial yang menjadi fokus pembinaan ideologi Pancasila. Apalagi mengingat dari data yang disebutkan ada dari kalangan pendidik dan abdi negara.

Menurut Dina, empat konsesus dasar yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 harus terus dikenalkan ke masyarakat. Ini sebagai cara menangkal intoleransi dan ekstremisme. “Khususnya ke milenial yang merupakan calon pemimpin masa depan Indonesia,” jelasnya.

Baca juga: Direktur KPK Tulis Puisi di Hari Pancasila, Ini Isinya...

Assesmen Nasional

Sedangkan Anindito Aditomo mengatakan bahwa Kemendikbud saat ini sedang melakukan upaya pemetaan mengenai intoleransi di sekolah. Di mana di dalamnya meliputa para pendidik juga.

“Melalui hiden kurikulum berupa assesmen nasional yang memotret kondisi sekolah sebagai tempat belajar mengajar yang komprehensif dan mendukung kebhinekaan,” jelasnya.

Nantinya potret secara nasional akan dikaji dan didiagnosa kebhinekaan di sekolah untuk merancang sebuah pogram yang berkaitan dengan intoleransi. “Profil sekolah tersebut apakah menerima kebhinekaan, salah satu indikatornya dari guru,” ujar Anindito.

Baca juga: Airlangga Minta Kader Partai Golkar Aktualisasikan Nilai Pancasila

Sementara Arif Budimanto menyebutkan bagaimana nilai-nilai Pancasila ditanamkan tidak hanya kepada milenial tapi semua elemen masyarakat. Sehingga bisa menjadi laku dan akhirnya menjadi perilaku yang bisa menjadi tameng intoleransi dan ekstremisme.

Sedangkan Prakoso mengatakan BPIP pun terus melakukan upaya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan media sosial. Termasuk menyiapkan program untuk pengenalan nilai-nilai Pancasila sejak usia dini pada PAUD.

“Sehingga ketika sejak kecil sudah tertanam nilai-nilai Pancasila, sampai dewasa pun tetap melekat. Dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai penangkal intoleransi,” tegasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya