SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pertandingan Silat Seni Bela Diri (Solopos)

Solopos.com, MADIUN — Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, menjadi saksi bisu geger geden tawuran antar-kelompok perguruan silat. Lagi-lagi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan saudara kembarnya, Persaudaraan Setia Hari Winongo (PSHW), terlibat tawuran pada perayaan 1 Abad PSHT, Minggu (4/9/2022).

Sudah lama dua organisasi silat terbesar di Indonesia yang berbasis di Madiun itu bermusuhan. Padahal, keduanya adalah saudara seperguruan yang memiliki satu junjungan, yaitu Ki Ngabehi Suro Diwiryo. PSHT dan PSHW atau biasa disebut SH Terate dan SH Winongo sejatinya adalah saudara satu tubuh, satu kekuatan, dan satu jiwa. Namun, kenapa dua saudara itu kini tak lagi sehati dan malah bermusuhan? Berita selengkapnya bisa dibaca di PSHT & PSHW, Saudara Kembar yang Tak Lagi Sehati.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Nama Pasar Laweyan dan Bandar Kabanaran sudah melegenda sebagai jantung perekonomian sekaligus pusat perdagangan kapas atau lawe pada era Kerajaan Pajang (1568–1587). Seiring meredupnya layanan transportasi air di Sungai Bengawan Solo dan Sungai Jenes, nama Pasar Laweyan dan Bandar Kabanaran pun kini tinggal nama.

Ekspedisi Mudik 2024

Sejak abad ke-16, Laweyan sudah dikenal sebagai daerah perdikan Kerajaan Pajang. Bahkan, status perdikan itu masih melekat hingga abad ke-20 di bawah kekuasaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningkrat.

Sebagai daerah perdikan, Laweyan mendapat hak istimewa yakni dibebaskan dari kewajiban membayar pajak atau upeti. Selain sebagai daerah perdikan, selama ratusan tahun Laweyan juga dikenal sebagai sentra kerajinan batik. Bahkan, hingga kini Laweyan masih mendapat julukan sebagai Kampung Batik. Berita selengkapnya bisa dibaca di Jejak Pasar “Mati” Laweyan dan Bandar Kabanaran yang Kini Tinggal Nama.

Baca Juga: Nila Setitik Rusak Citra Pesantren Sebelanga

Tangis Soimah, warga Palembang, Sumatra Selatan, pecah saat mendengar kabar anaknya, Albar Mahdi alias AM, santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, meninggal dunia, Senin (22/8/2022). Otaknya seolah membeku tak bisa berpikir selain berharap jasad anaknya segera tiba di rumah.

Seorang perwakilan pesantren, Ustaz Agus, yang mengantarkan jenazah AM ke rumah duka mengatakan almarhum meninggal karena terjatuh akibat kelelahan saat mengikuti perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum). Tapi, belakangan pernyataan Ustaz Agus hanya kebohongan belaka.

Dia yakin anaknya yang merupakan santri di Pondok Gontor Ponorogo meninggal karena dianiaya. Kini, dia menuntut keadilan. Betapa hancur hati seorang ibu yang mempercayakan anaknya dididik di pesantren di seberang pulau justru kembali tak bernyawa. Siapa orang biadab yang tega melakukan penganiayaan di tempat yang citranya suci dan dikenal hingga ke pelosok negeri? Berita selengkapnya bisa dibaca Penganiayaan Santri Gontor: Sisi Gelap di Lorong Pesantren.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan sudut pandang khas dan pembahasan mendalam dengan basis jurnalisme presisi. Membaca konten premium akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang suatu topik dengan dukungan data yang lengkap. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium di kanal Espos Plus.

Baca Juga: Soetarni Njoto, Dipenjara Bersama Tujuh Anaknya karena Cinta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya