SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA–Uni Eropa semakin gamang menatap masa depan penyelesaian krisis utang yang telah membelit sejak tahun lalu menyusul kemenangan Francois Hollande di Prancis dan potensi kemenangan partai anti bail-out di Yunani.
Prancis dan Jerman yang sebelumnya berdiri paling depan dalam menyuarakan pengetatan anggaran bagi negara-negara di zona euro tampaknya akan berubah haluan, menyusul anjloknya popularitas partai Kanselir Jerman Angela Merkel dalam pemilu di utara Jerman.
Sementara itu, pemimpin Partai Sosialis, Hollande, mengalahkan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dalam pemilihan umum yang digelar pada hari Minggu (6/5) yang lalu, sesuai dengan prediksi sejumlah jajak pendapat sebelumnya.
Dalam kampanyenya, Hollande menolak kebijakan pengetatan anggaran dan menawarkan anggaran belanja yang berimbang, serta lebih fokus pada pertumbuhan perekonomian domestik untuk mengurangi utang.
Presiden kedua dari kelompok sayap kiri di Prancis ini berjanji akan menciptakan 150.000 lapangan pekerjaan, termasuk mempekerjakan 60.000 guru, guna menekan tingkat pengangguran yang telah naik ke level tertingginya sejak 1999.
Bertolak belakang dengan prinsip pengetatan anggaran, dia bahkan mengajukan peningkatan upah minimum dan pembayaran pajak oleh masyarakat Prancis yang berpendapatan di atas 1 juta euro.
Selain itu, dia akan melanjutkan negosiasi pakta fiskal Eropa yang telah disepakati akhir Desember lalu dengan menambah beberapa klausul baru, serta akan mendesak dibentuknya Badan Suku Bunga Eropa.
Namun, menurut Analis MNC Securities Edwin Sebayang, terpilihnya Hollande justru mengancam kelanjutan penyelesaian krisis karena program pengetatan anggaran telah dianggap sebagai solusi terbaik.
“Kalau Hollande tidak menerapkan kebijakan anggaran yang ketat, maka bisa porak-poranda,” ujar Edwin.
Sementara itu, rakyat Yunani sepertinya mulai mendukung gerakan anti-bailout. Hal ini tecermin dalam pemilu parlemennya dimana suara untuk partai Syriza, yang menolak pemberian dana bailout, terus meningkat.
Kalau perolehan kursi oleh koalisi partai kiri ini mencapai 151 kursi dan mengalahkan partai pendukung bailout yakni New Democracy dan Partai Sosialis Pasok, maka Yunani akan mengancam komitmen bantuan dari Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF). “Dikhawatirkan program bailout yang selama ini sudah berjalan, justru berhenti,” kata Edwin.
Hingga kini, dana talangan kepada Yunani, Irlandia, dan Portugal untuk mengurangi defisit mencapai 386 miliar euro. Program pengetatan angaran merupakan persyaratan yang diminta oleh pemberi dana talangan.
Namun kebijakan ini tidak populer bagi masyarakat penerima dana tersebut, terutama Yunani yang justru merupakan sumber dari krisis ini. Menurut mereka, pengetatan anggaran telah mengorbankan kepentingan mereka.
Kekhawatiran akan hasil pemilu di negara-negara Eropa ini terlihat dari langsung jatuhnya euro 0,9% ke posisi terendah dalam 3 bulan terakhir. Nilai tukar Uni Eropa ini melemah terhadap 16 mata uang lainnya.
“Orang-orang sebaiknya mengenakan sabuk pengaman karena masih banyak rintangan di Eropa,” jelas MattCorminck, manajer investasi Bahl & Gaynor Inc di Cincinnati, sebagaimana yang dikutip Bloomberg hari ini. “Para pemilih disana telah menolak penghematan dan mengambil fokus baru, dan fokus ini tidaklah positif,” ujarnya.
Senada dengan MattCorminck, Marito Ueda, Manajer Senior FX Prime Corp. di Tokyo juga khawatir dengan kondisi euro. “Rakyat Yunani dan Prancis ternyata tidak merasa oke dengan kebijakan penyelesaian krisis yang telah diambil sebelumnya,” ujarnya. (JIBI/nel)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya