SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembatasan sosial atau pembatasan fisik. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA -- Rencana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melakukan simulasi jika Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dilonggarkan dikritik ahli epidemiologi. Para ahli menilai rencana itu terlalu dini dan tanpa indikator keberhasilan yang jelas.

Wacana simulasi pelonggaran diutarakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, dalam konferensi pers pada Selasa (12/5/2020). Dia mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan gugus tugas untuk menyiapkan pelonggaran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

UU Minerba Baru Untungkan 7 Perusahaan Batu Bara, Termasuk Adaro

"Bapak Presiden telah memberikan instruksi kepada gugus tugas untuk menyiapkan suatu simulasi [sebelum PSBB dilonggarkan]. Agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran, maka tahapan-tahapannya harus jelas," ujar Doni Monardo.

Di Indonesia, ada empat provinsi yang melakukan PSBB, yakni Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo. Sementara itu, sejumlah kota atau kabupaten di luar wilayah itu yang menerapkan PSBB, termasuk Surabaya di Jawa Timur, dan Tangerang Selatan di Banten.

Pertama! Pasien Positif Covid-19 Alumni Ijtima Gowa di Klaten Sembuh

Akan tetapi, ahli epidemiologi dan anggota Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 nasional, Tri Yunis Miko Wahyono, mempertanyakan ide pelonggaran PSBB itu. Pasalnya, PSBB sudah longgar sebelum dilonggarkan "Apa yang mau dilonggarkan? Ini sudah longgar banget pelaksanaan PSBB karena dari awal enggak ada indikatornya," ujar Tri Yunis.

"PSBB apa ukuran keberhasilannya? Jumlah keluarga yang tetap di rumah berapa persen? Jumlah transportasi yang kurang berapa persen? Berapa banyak yang pakai masker di tempat umum? Itu harus diukur. Kalau nggak, itu artinya nggak ada indikatornya," ujar Tri Yunis.

Pasal-Pasal Mencurigakan di UU Minerba Baru, Untungkan Pengusaha Kelas Kakap

Masih Normal

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu mengatakan PSBB belum berdampak luas bahkan tanpa dilonggarkan. Sejauh ini PSBB paling berimbas pada kantor-kantor yang meliburkan pegawainya, tapi belum pada masyarakat luas lainnya.

Ia memberi contoh pasar tradisional di sejumlah daerah yang menerapkan PSBB, masih beraktivitas normal. Sementara itu menurut data Dirlantas Polda Metro Jaya, lebih 23.000 orang melanggar aturan lalu lintas terkait PSBB di Jakarta pada akhir April lalu.

Ganjar Siap-Siap Hadapi Pemberlakuan PSBB Pulau Jawa

Juga di kawasan ibu kota, sejumah orang dilaporkan berkerumun menghadiri penutupan gerai makanan cepat saji di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Padahal aturan PSBB Jakarta masih berlaku dan belum dilonggarkan. Video peristiwa ini kemudian viral di media sosial.

Di DKI Jakarta, pelanggaran terhadap aturan PSBB sebetulnya sudah diatur Pergub No. 41 tahun 2020 yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tanggal 30 April 2020 lalu.

Mendadak Batal Bebas, 5 Tapol Papua Kena Prank Negara

Sementara di daerah lain yang melakukan PSBB, yakni Kota Bekasi, Jawa Barat, hingga pekan lalu, tercatat lebih dari 17.000 yang melanggar aturan PSBB.

PSBB Tanpa Indikator

Ketiadaan indikator itu juga dikonfirmasi Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas penanganan Covid-19 wilayah Jawa Timur, Kohar Hari Santoso. Jawa Timur, adalah provinsi kedua dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia.

Jumlah Kasus Positif Covid-19 di Jateng Tembus 1.000 Orang

Alih-alih dilonggarkan. sejumlah daerah seperti Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo melaksanakan perpanjangan PSBB karena kasus yang terus meningkat. Kohar mengatakan, pihaknya mengukur keberhasilan dengan tiga indikator, sebagaimana yang dicantumkan di Peraturan MenterI Kesehatan tentang PSBB Nomor 9/2020.

"Yang pertama, pelaksanaan PSBB bisa terlaksana dengan baik. Kedua, peningkatan kasus sudah bisa dikendalikan. Bukan berarti tidak ada kasus lagi, tapi bisa dikendalikan," ujarnya.

Disahkan DPR, Ini 5 Cacat Perppu Covid-19 Versi Fadli Zon

"Ketiga, tidak ada transmisi lokal atau perluasan daerah yang terkena Covid-19." Setidaknya, indikator-indikator itu harus dipenuhi sebelum PSBB dilonggarkan.

Meski begitu, menurut pakar epidemiologi Tri Yunis, indikator lebih jelas diperlukan, karena terkait penurunan jumlah kasus. Misalnya, itu sangat tergantung dengan kapasitas laboratorium di suatu daerah. Indikator-indikator itu perlu diperjelas, sebelum pemerintah melonggarkan PSBB.

Ilmuwan Ragukan Klaim Penurunan Kasus Covid-19 Pemerintah Jokowi



Tri Yunis juga meminta pemerintah untuk fokus dulu ke penurunan kasus, mengingat jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 14.000. "Kalau kasus sudah menurun, PSBB-nya diturunkan bertahap. Ini belum bicara menurunkan kasus saja sudah bicara pelonggaran," ujar Tri Yunis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya