SOLOPOS.COM - Suasana di gerbong KRL Solo-Jogja. (Solopos-Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO -- "Penumpang yang kami hormati, sesaat lagi KRL Jogja-Solo akan diberangkatkan dari Stasiun Solo Balapan menuju stasiun akhir Yogyakarta. Dengan pemberhentian di Stasiun Purwosari, Gawok, Delanggu, Ceper, Klaten, Srowot, Brambanan, Maguwo, dan Lempuyangan, terima kasih. Bagi para penumpang silakan menempatkan diri. Pastikan Anda berdiri di belakang garis aman peron, karena keselamatan Anda adalah yang utama bagi kami."

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengumuman semacam itu selalu terdengar di setiap stasiun pemberhentian kereta rel listrik atau KRL Solo-Jogja mulai dari pukul 05.00 WIB hingga jadwal terakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Kemarin, Kamis (8/4/2021), kami tim Ekspedisi KRL Solo-Jogja, Chelin Indra Sushmita dan Adhika Ali (Dhika), menumpang KRL Solo-Jogja yang berangkat dari Stasiun Balapan, yakni pukul 05.05 WIB.

Sekitar pukul 03.30 WIB saya bangun dan berkemas untuk melakukan perjalanan naik KRL ke Stasiun Lempuyangan, tempat dimulainya perjalanan tim Ekspedisi KRL Solo-Jogja dari Solopos Group.

Baca juga: Ekspedisi KRL Solo-Jogja: Drama Es Teh Kampul di Soto Lenthok Pasar Lempuyangan Jogja

Persiapan saya selesai saat azan subuh berkumandang. Saya pun memutuskan menunaikan salat subuh di musala Stasiun Solo Balapan karena harus berangkat dari rumah pukul 04.30 WIB agar tidak ketinggalan kereta.

Sekitar pukul 04.45 menit saya tiba di Stasiun Solo Balapan yang jaraknya sekitar delapan kilometer dari rumah di Perumnas Palur, Ngringo, Jaten, Karanganyar. Waktu tempuh 15 menit merupakan rekor, karena saya meminta pengantar saya memacu sepeda motor secepat mungkin.

Sesampainya di stasiun dan check in, saya pun menunaikan salat subuh di musala. Di sana saya berjemaah dengan seorang pria paruh baya yang ternyata juga penumpang KRL Solo-Jogja. Cerita yang kami alami hampir sama. Hampir setiap hari dia memilih salat subuh di musala stasiun demi tidak ketinggalan KRL Solo-Jogja yang pertama.

Baca juga: Makin Diminati, Jumlah Pengguna KRL Jogja - Solo Melonjak

Pria bernama Arif itu bekerja sebagai tenaga pendidikan di salah satu kampus swasta di Jogja. Sebenarnya dia bisa saja menumpang KRL jam berikutnya, namun dia merasa waktunya terlalu mepet dan membuatnya tergesa-gesa.

“Kalau masih pagi kan enak mbak bisa santai. Saya hampir tiap hari naik KRL Solo-Jogja untuk ke kampus. Ya sudah biasalah kalau cuma mampir salat di musala stasiun. Toh sampai di dalam kereta tinggal duduk manis, pejam mata, tahu-tahu sampai. Beginilah kisah pelaju Solo-Jogja mbak,” tutur dia.

Budaya Baru Menumpang Kereta

Perjalanan menumpang KRL Solo-Jogja bagi beberapa orang mungkin terasa lebih mudah dan praktis. Namun, ada pula orang yang belum terbiasa dengan budaya baru saat menumpang KRL tanpa perlu membeli tiket.

Penumpang bisa naik KRL berbekal kartu multi trip maupun e-money. Kartu multi trip bisa dibeli di stasiun keberangkatan dengan harga Rp30.000 dengan saldo Rp10.000. Dengan mekanisme ini tidak terlihat adanya penumpukan penumpang yang mengantre di stasiun untuk membeli tiket KA go show.

Meski demikian ada pula yang merasa ribet dengan budaya baru untuk naik KRL Solo-Jogja seperti Ina. Warga Jogja itu baru kali pertama naik KRL dari Jogja ke Solo. Dia hendak berjalan-jalan di Solo dan berbelanja aneka kebutuhan.

Baca juga: Selain Mbok Cimplek Jatipuro, Ini 4 Kuliner Ayam Panggang Paling Enak di Soloraya

Saya bertemu dengan Ina di Stasiun Balapan Solo, Rabu (7/4/2021) sore. Dia pun mengeluh kepada saya tentang cara naik KRL yang baginya terasa ribet, maklum saja dia terbiasa naik Prameks dan memesan tiket go show di stasiun keberangkatan.

"Ribet ya mbak naik KRL harus beli kartu baru, isi saldo, tap sana-sini. Akses ke KRL juga jalannya jauh, capek pula," kata dia.

Memang tidak semua orang bisa menerima perubahan dan beradaptasi dengan cepat. Saya pun memaklumi keluhannya, apalagi dia membawa banyak tentengan.

"Ya namanya juga sesuatu batu pasti ada yang berubah bu. Tapi keretanya lebih nyaman kan daripada Prameks?" tanya saya.

"Iya sih mbak [naik KRL nyaman] enggak begitu penuh dan kalau dari sini naiknya tetap dapat tempat duduk," terangnya.

Tim Ekspedisi KRL Solo-Jogja bersama Vice President PT Kereta Commuter Indonesia, Anne Purba (tengah). (Istimewa)
Tim Ekspedisi KRL Solo-Jogja bersama Vice President PT Kereta Commuter Indonesia, Anne Purba (tengah), di Stasiun Balapan Solo, Rabu (7/4/2021). (Istimewa)

Vice President PT Kereta Commuter Indonesia, Anne Purba, yang saya temui di sana mengatakan antusiasme masyarakat naik KRL Solo-Jogja sangat luar biasa. Guna melayani kebutuhan masyarakat, pihaknya pun mengoperasikan lebih dari 20 jadwal KRL yang terdiri dari delapan rangkaian gerbong setiap hari.

"Antusiasme masyarakat ini sangat luar biasa. Kemaren sempat kami mendapati hal unik di Stasiun Delanggu. Di sana ada kaum emak-emak yang kalau naik kereta berombongan. Bahkan mereka ini mengaku baru pertama naik kereta dari sana," jelas Anne.

Stasiun Delanggu memang stasiun kecil yang biasanya hanya dilintasi kereta, bukan menjadi tempat pemberhentian. Namun, kini stasiun tersebut telah dipoles karena menjadi tempat pemberhentian KRL Solo-Jogja.

Menjaga Jarak Fisik

Petugas satpam Stasiun Delanggu, Mursid, mengatakan volume penumpang di sana cukup banyak ketika pagi hari. Rupanya banyak juga para pekerja yang kini melakukan perjalanan dari dan menuju kota kembar Solo-Jogja naik KRL dari Stasiun Delanggu dan tidak perlu ke Solo.

Jalan-jalan naik KRL Solo-Jogja juga terasa nyaman, apalagi di tengah pandemi. Semua penumpang selalu diingatkan untuk menjaga jarak fisik untuk mencegah penularan Covid-19.

Satu kursi panjang biasanya diduduki empat orang. Sementara kursi prioritas dua orang saja. Selebihnya penumpang bisa berdiri dengan menjaga jarak.

Baca juga: Bekas Koplak Andong di Delanggu Klaten Disulap Jadi Selter Kuliner

Tak perlu khawatir sumpek karena kereta penuh, satu rangkaian gerbong hanya diisi sekitar 70 orang saja. Jika terlihat sesak, maka ada petugas yang akan mengatur dan meminta penumpang pindah.

Kemarin dari Stasiun Besar Yogyakarta menuju ke Stasiun Maguwo, saya sempat tidak mendapat tempat duduk dan akhirnya berdiri sambil menggendong tas besar yang cukup berat.

Di depan saya ada sepasang kekasih yang sedang asyik bercengkrama. Entah mungkin kasihan melihat saya atau memang jiwa kebapakannya muncul, mas-mas yang saya tidak tahu namanya itu bangkit dari kursi dan mempersilakan saya duduk.

"Monggo mba, duduk sini saja," katanya singkat.

"Enggak usah mas, saya cuma dekat saja kok," kata saya menolak dengan sopan.

"Sudah, duduk saja. Pasti capek bawa gendongan begitu banyak," tegas dia.



Jaga jarak di KRL Solo-Jogja. (Solopos-Chelin Indra Sushmita)
Jaga jarak di KRL Solo-Jogja. (Solopos-Chelin Indra Sushmita)

Saya pun kemudian duduk setelah mengucapkan terima kasih. Di samping saya ada mas-mas lain, kemudian dua ibu-ibu tua, dan satu wanita muda.

Entah mungkin merasa tidak nyaman atau sadar akan aturan jaga jarak, mas-mas itu pun berdiri dan meminta salah satu ibu-ibu itu agar menggeser tempat duduk.

"Saya dekat kok mas. Sudah masnya duduk saja," kata si ibu yang ditolak dengan lembut oleh si pria.

Saling Memahami dan Berbagi

Walaupun harus berdiri sebenarnya terasa nyaman. Tidak banyak guncangan selama KRL berjalan yang biasa membuat penumpang pusing dan mual.

Namun ternyata ada romantisme di KRL Solo-Jogja yang membuat perjalanan kami terasa lebih menyenangkan. Para penumpang yang tidak saling mengenal bisa saling memahami dan berbagi.

Baca juga: 5 Kuliner Kambing Lezat Khas Solo, Nyam Nyam Nyam...

Pemandangan semacam itu sangat biasa terjadi di KRL Solo-Jogja dengan kultur masyarakat yang mirip, ramah dan serba pekewuh.

Tapi di sinilah letak keseruan Ekspedisi KRL Solo-Jogja yang digelar Solopos bersama PT KAI Commuter, Badan Otorita Borobudur (BOB), dan Perum Perumnas ini. Saya bersama Dhika melihat banyak fenomena dan hal-hal unik selama di dalam maupun di luar KRL.

Kearifan lokal masyarakat nyatanya tidak tergerus dengan adanya perubahan moda transportasi yang mengandalkan kecepatan dan ketepatan. Penumpang tidak saling sikut dan berebut tempat duduk. Sepertinya mereka memang sudah saling memahami satu sama lain, siapa yang termasuk kategori prioritas untuk duduk dengan nyaman di KRL.



 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya