SOLOPOS.COM - Tarian Kethek Ogleng. (wonogirikab.go.id)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah kesenian tradisional kreasi baru muncul di Wonogiri. Hal itu dinilai lumrah karena bagian dari perkembangan zaman.

Di sisi lain, ada pula kesenian tradisional yang mulai tersisih dan tidak lagi menarik perhatian masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, sedikitnya ada 900 kelompok kesenian tradisional yang tersebar di Wonogiri. Di antaranya kelompok kesenian reog, karawitan, kethek ogleng, badutan, ludruk, wayang, kethoprak, dan srandul. Dari jumlah tersebut, kesenian reog, karawitan, dan wayang tercatat masih banyak yang melestarikannya.

Sementara kethek ogleng, badutan, ludruk, dan srandul hanya segelintir kelompok yang masih tetap melestarikan kesenian tradisional tersebut. Minimnya kreasi baru dinilai menjadi alasan mengapa kesenian tradisional tidak lagi diminati masyarakat. Sebab kebudayaan bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman.

Upaya melestarikan kesenian tradisional salah satunya dilakukan Padepokan Reog Batara Singo Jalu Wono. Padepokan yang dipimpin Isnarto Utomo itu berdiri sejak 2011 lalu. Perjuangan mendirikan dan menjaga kesenian agar tetap lestari pun tidak mudah.

“Bermula dari nenek moyang yang seorang guru warok reog, saya berinisiatif untuk mendirikan kelompok kesenian reog di Wonogiri ini. Saat ini anggota aktif sekitar 70 orang terdiri dari anak dan dewasa,” kata Isnarto saat dihubungi Solopos.com, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga: Komunitas Wayang Berbicara Klaten Ajak Generasi Muda Cinta Wayang

Hapus Stigma

Perjuangan dia menumbuhkan kecintaan masyarakat pada reog dilakukan dengan berbagai cara. Seperti berlatih bersama di tempat umum, menghapus stigma negatif, dan berkreasi tanpa meninggalkan kesakralan seni.

Dia menjelaskan sebelum pandemi Covid-19, kelompok kesenian reog besutannya sering berlatih di tempat umum seperti di Plasa Waduk Gajah Mungkur dan Car Free Day. Tujuannya agar masyarakat mengetahui dan tertarik pada reog. Sehingga masyarakat merasa memiliki kesenian tersebut.

“Biasanya reog itu terkenal dengan miras dan magic atau ilmu hitam. Jadi saat pertunjukan, para pemain minum miras terlebih dahulu. Kemudian mereka menggunakan magic. Tapi di padepokan kami, hal itu justru tidak diperbolehkan. Kami mau menghapus stigma negatif itu,” ujar dia.

Tujuannya agar masyarakat tidak memandang negatif kesenian reog. Selain itu, kesenian reog menjadi lebih ramah anak. Dengan begitu, anak-anak tidak takut untuk belajar reog. Orang tua pun mengizinkan apabila anak bergabung kelompok kesenian reog.

Kesenian reog, kata Isnarto, benar-benar hasil dari kemampuan dan keterampilan. Bukan sebab dari luar seperti ilmu hitam atau akibat pengaruh miras.

Baca Juga: KSGK dan Upaya Membumikan Sastra di Wonogiri

“Saat ini sedikitnya ada 20 anak yang tergabung dalam padepokan ini. Mereka tentu akan menjaga dan menjadi penerus kesenian tradisional ini,” ucapnya.

Menurutnya, kesenian tidak bisa mengandalkan pakem-pakem yang sudah ada. Perlu ada kreasi dan inovasi baru agar masyarakat tidak bosan atau jenuh karena kesenian bersifat monoton. Oleh karena itu, kreasi baru perlu diciptakan oleh pelaku-pelaku seni.

“Menurut saya itu kreasi baru pada keseninan tradisional itu sesuatu yang positif. Hal itu berarti kesenian tersebut hidup, aktif, dan berkembang. Hanya, kreasi baru itu jangan sampai meninggalkan pakem dan kesakralan yang ada. Misalnya, jangan karena kreasi baru, tidak lantas dadak merak tidak lagi terbuat dari bulu merak, melainkan kardus,” jelas Isnarto.

Bedigas Laras

Salah satu pelaku kesenian tradisional kreasi baru adalah Kelompok Kesenian Bedigas Laras asal Jatisrono. Bedigas Laras terbentuk dari kumpulan kesenian seperti bantengan, jaran kepang, dan reog.

Musik yang digunakan sebagai iringan juga kumpulan dari musik-musik pengiring reog, bantengan, jaran kepang, dan lainnya. Kesenian ini pun banyak diminati masyarakat Wonogiri.

Terbukti, Bedigas Laras kerap diundang masyarakat pada acara-acara tertentu seperti pasar malam, hajatan, hingga syukuran.

Baca Juga: Saat Wayang Wong Jadi Pertunjukan Eksklusif di Dalam Tembok Keraton

Pimpinan Bedigas Laras, Catur, menuturkan kesenian ini sudah ada sejak 1990-an.

“Saat ini anggota kelompok berkisar 30 orang. Sebagian dari mereka masih anak-anak dan remaja. Harapannya para kawula muda ini bisa melanjutkan seni tradisional kebanggaan Desa Jatisari, Jatisrono,” ungkap Catur.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Eko Sunarsono, menerangkan perubahan kesenian merupakan hal lumrah dan suatu keniscayaan. Sebab kebudayaan bersifat dinamis. Setiap produk budaya sangat wajar dipengaruhi produk budaya lain.

“Contohnya, wayang yang sekarang kita lihat itu, tidak sama dengan wayang yang dulu. Wayang sekarang banyak terpengaruh Islam. Sementara dulu, terpengaruh Hindu dan Buddha. Maka perubahan adalah suatu keharusan. Agar tetap eksis, tidak ada yang benar-benar asli dalam dunia kesenian. Produk kesenian merupakan produk kolektif. Semua saling memengaruhi,” kata Eko.



Menyoal beberapa kesenian tradisional yang sepi peminat seperti Srandul dan Badutan, Eko mengatakan hal itu sangatlah wajar. Selama kesenian tersebut tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dan para pelaku seni enggan berkreasi, maka bukan tidak mungkin hal itu akan punah.

Baca Juga: Dewan Kesenian antara Ada dan Tiada

Meski demikian, pemerintah daerah terus berupaya melestarikan kesenian-kesenian tradisional tersebut.”Upaya pelestarian tidak harus dengan anggaran. Selama ini kami terus melakukan pembinaan kepada kelompok kesenian. Mereka kami minta agar tidak membatasi diri. Tapi mencoba berubah,” beber dia.

Dia menambahkan, masyarakat akan tertarik untuk menonton kesenian-kesenian tradisional jika relevan dengan mereka. Artinya, kelompok kesenian tradisional harus mengikuti zaman agar dapat diterima dan diminati masyarakat kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya