SOLOPOS.COM - Diorama Dusun Turunan di Masa Revolusi. (Istimewa/kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Solopos.com, KLATEN — Dusun Turunan di Desa Japanan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah sempat menjadi tempat berlindung gerilyawan dari pasukan Belanda pada masa revolusi (1948-1949). Tak hanya diterima, para petani sukarela menyediakan tempat serta makanan bagi para pejuang selama berlindung di daerah setempat.

Dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Jumat (5/8/2022), Dusun Turunan pada masa revolusi pernah digunakan sebagai tempat tinggal bupati Klaten dan stafnya untuk menjalankan pemerintahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bupati Klaten Drg. Sudomo pernah menempati rumah kepala Dusun Turunan yang waktu itu dijabat oleh Karsodimejo. Salah satu faktor dijadikannya Dusun Turunan sebagai tempat tinggal adalah letaknya yang aman serta jauh dari jalan besar Jogya-Solo.

Selain bupati Klaten juga tinggal kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten yang pada waktu itu dijabat oleh Dr. Suraji Tirtonegoro. Para pejabat Klaten itu menetap di rumah Karsodimejo kurang lebih selama enam hingga sepuluh bulan.

Ekspedisi Mudik 2024

Bupati Klaten Drg. Sudomo selama berada di Dusun Turunan dalam menjalankan tugasnya selalu menyamar sebagai petani. Selama bupati beserta staf kabupaten berada di Dusun Turunan, pasukan Belanda belum pernah berada di dusun itu.

Baca Juga: Tertembus Peluru Militer Belanda, 2 Pejuang RI Ini Gugur di Klaten

Kewaspadan warga di Turunan tergolong tinggi. Warga membuat rintangan-rintangan dan galian-galian yang menyulitkan pasukan Belanda.

Jalan Pedan-Cawas, letak markas tentara Belanda berada dipenuhi dengan galian sehingga jalannya penuh lubang. Pada waktu itu sungai Jengkang yang berada dekat dengan wilayah tersebut sedang mengalami banjir.

Keadaan itu dimanfaatkan oleh penduduk setempat dengan membobol bendungan sungai sehingga luapan air menggenangi wilayah di sekitarnya. Tujuan pembobolan bendungan bertujuan menghambat gerak pasukan Belanda yang akan masuk ke desa.

Baca Juga: Klaten Jadi Basis Perjuangan para Pahlawan, Ini Buktinya

Kepemimpinan Desa Turunan pada waktu itu dibedakan menjadi dua, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal.

Pemimpin formal yaitu kepala dukuh dan aparat yang ada di Kelurahan Japanan. Pemimpin formal ini bertugas melaksanakan keputusan serta mengurus kepentingan penduduk.

Sedangkan pemimpin informal merupakan seseorang yang mempunyai pengaruh di masyarakat namun tidak termasuk aparat desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya