SOLOPOS.COM - Pengunjung mengantre membeli nasi sambal tumpang Bu Wardi Pecing, Sragen Tengah, Sragen, Kamis (8/4/2021) dini hari. (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Sebelum berjualan di rumah mulai tengah malam hingga pukul 03.00 WIB, pemilik Warung Sambal Tumpang Bu Wardi Pecing, Sragen, Rochati, 59, berjualan nasi tumpang di Pasar Bunder Sragen.

Kepada Solopos.com di rumahnya, Kampung Pecing RT 03/RW 014, Sragen Tengah, Sragen, Kamis (8/4/2021), Rochati bercerita usaha jualan nasi tumpang itu ia rintis 32 tahun lalu. Tepatnya pada 1989 saat usianya 27 tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Istri Suwardi tersebut mengungkapkan awalnya ia menjajakkan dagangannya secara berkeliling di Pasar Bunder. Pasar induk itu memang terkenal tak pernah tidur. Aktivitas jual beli tetap berlangsung selama 24 jam.

Baca Juga: Buka Tengah Malam, Warung Sambal Tumpang Legend di Sragen Ini Laku Hingga 250 Porsi/Malam

Saat masih muda dan belum membuka warung di rumahnya di Pecing, Sragen, ia membungkus nasi sambal tumpang lalu menjualnya secara keliling di Pasar Bunder pada pukul 03.00 WIB. Merasa tenaganya sudah berkurang, ia kemudian memutuskan membuka warung makan sambal tumpang di rumah.

Ia tidak menyangka para pelanggan tetap rela datang ke rumahnya untuk menikmati nasi sambal tumpang racikannya. “Dulu pukul 03.00 WIB, nasi sambal tumpang sudah siap jual secara keliling. Setelah buka di rumah, semua menu sudah siap pukul 00.00 WIB,” terang Rochati.

Legendaris

Warung sambal tumpang Bu Wardi Pecing merupakan satu dari tujuh warung sambal tumpang legendaris di Sragen. Meski hanya buka selama tiga jam, sekitar 250 porsi sambal tumpang habis terjual setiap kali buka.

Baca Juga: Rasanya Maknyuss! Rumah Makan Padang di Sragen Ini Kerap Didatangi Bupati dan Wabup

Kebanyakan pembeli merupakan driver ojek online. Pesanan dari driver ojek online itu ada yag satu bungkus tapi ada pula yang sampai 10 bungkus.

“Rata-rata ada 30-40 [driver] ojek online tiap malam. Kalau malam Minggu atau jelang hari libur bisa mencapai 50. Kadang karena semua ingin cepat dilayani, mereka sampai membantu menggoreng tempe atau telur di dapur. Alhamdulillah, saya merasa banyak terbantu dengan ojek online karena mereka telah memasarkan dagangan saya,” papar Rochati.

Untuk menu sambal tumpangnya, Rochati biasa membeli tempe sebagai bahan baku utama di Pasar Bunder. Tempe dengan bungkus daun jati itu kemudian ia diamkan selama lima hari.

Baca Juga: Cerita Kakak-Adik Asal Sragen Sukses Bikin Rumah Makan Padang, Awalnya Cuma Jadi Tukang Cuci Piring

Bahan Baku

Tempe yang sudah semangit atau hampir busuk itu kemudian diolah menjadi sambal tumpang untuk ia jual di warung yang juga rumahnya di Pecing, Sragen. Usia lima hari tempe diangkap pas untuk menyajikan sambal tumpang yang nikmat. “Kalau baru dua hari rasanya kecut. Kalau enam hari sudah membusuk. Yang pas itu ya usia lima hari,” jelas Rochati.

Rochati biasa menghabiskan 20 kg beras tiap kali buka warung. Dari 20 kg beras itu, ia bisa menjual sekitar 250 porsi nasi sambal tumpang. Kebanyakan nasi sambal tumpang itu habis sebelum pukul 03.00 WIB.

Bila masih tersisa, ia akan membuka lagi warungnya pada pagi hari mulai pukul 06.00 WIB. Biasanya para tetangga datang untuk membeli sambal tumpang untuk sarapan. Satu porsi nasi sambal tumpang harganya Rp5.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya