SOLOPOS.COM - Sejumlah petani menggarap lahan cabai di pesisir pantai Kulonprogo, Yogyakarta, Kamis (25/3/2021). (Solopos/Mariyana Ricky PD)

Solopos.com, KULONPROGO — Para petani di pesisir Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dulu diejek, diolok-olok sebagai orang cubung karena nekat menggarap lahan pasir untuk perhatian.

Kini, mereka sukses mengembangkan lahan pasir yang gersang dan tandus itu menjadi sentra produksi cabai yang memasok kebutuhan nasional. Mereka juga sukses mengembangkan tanaman buah-buahan seperti melon dan semangka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, upaya mereka bukannya tanpa tantangan. Selama 15 tahun, para petani lahan pasir pesisir Kulonprogo terus melawan rencana penambangan pasir besi di lahan garapan mereka. Upaya perlawanan itu tak kunjung berhasil.

Beragam regulasi baru justru menyulitkan upaya mereka mempertahankan lahan bertaninya. Tulisan bagian kedua dari lima tulisan hasil peliputan Solopos bersama Tim Kolaborasi Liputan Agraria pada Maret-Juli 2021 lalu, ini akan membahas perjuangan mereka menyulap lahan pasir gersang menjadi lahan produktif.

Baca Juga: Perjalanan Panjang Petani Pesisir Kulonprogo Melawan Penambangan Pasir Besi

Cabai, melon, dan sayuran tumbuh subur di pesisir pantai selatan Kulon Progo, tepatnya di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, saat tim Kolaborasi Liputan Agraria mengunjungi kawasan itu, Kamis (25/3/2021) lalu.

Di dalam tembok setinggi dua meter yang menandai lahan tambang pasir besi milik PT Jogja Magasa Iron (JMI), ratusan petani mengolah lahan yang semula marginal menjadi produktif. Di daerah tersebut juga disepakati lahan pasir dibagi menjadi dua bagian.

Aturan Waktu Tanam

Satu bagian lahan untuk menanam sayuran sedangkan bagian lainnya untuk ditanami semangka, melon, dan cabai. Selain itu, mereka memiliki aturan ketat terkait waktu tanam dengan jenis tanaman yang mestinya bisa ditanam untuk menghindari serangan hama dan penyakit tanaman agar lebih mudah dikendalikan.

Kawasan tersebut telah menjadi daerah penyangga kebutuhan produksi cabai tingkat nasional. Luas tanam cabai yang digarap petani Kulonprogo itu mencapai 2.035 hektare. Dari luas lahan itu, kontribusi lahan pantai mencapai 1.366 hektare atau 70%.

Baca Juga: Piye Lur, Harga Telur Di Kulonprogo Kok Ambyar

Produksi cabai lahan pantai menyumbang sampai 80% dari total produksi. Hal ini dikarenakan produktivitas di lahan pantai sangat tinggi. Produktivitas cabai lahan pantai bisa mencapai 13,5 ton per hektare. Sementara produktivitas cabai di lahan persawahan hanya 7-8 ton per hektare.

Mengutip laman resmi Pemkab Kulonprogo, guna mendorong produksi dan produktivitas cabai, pemkab memberikan saprodi (sarana produksi) benih, pupuk, pembangunan jalan produksi hortikultura di beberapa lokasi.

Selain itu juga pembangunan jaringan irigasi perpompaan dan jaringan irigasi air tanah dangkal, pembangunan bangsal pascapanen cabai dan kelengkapan pasar lelang cabai, serta peralatan untuk pengolahan cabai.

“Masyarakat pesisir sudah sejahtera tanpa penambangan [pasir besi]. Lewat pertanian saja sudah sejahtera. Ketika ini ditambang, itu banyak sekali orang-orang yang dirugikan. Negara lain mungkin ada yang dirugikan karena kami menyuplai hortikultura ke sana,” ungkap salah seorang petani asal Karangwuni, Suparno, Kamis (25/3/2021).

Baca Juga: Kulonprogo Siap Gelar PTM Tingkat SMP, SD Sabar Ya

Pelopor Petani Lahan Pasir

Buku “Menanam Adalah Melawan” menceritakan sosok Sukarman, petani yang mengawali penggunaan lahan pasir untuk bercocok tanam cabai. Pelopor petani cabai di “gurun” pesisir selatan itu melakukan inovasi dengan sumur brunjung pada 1980-an.

petani lahan pasir pesisir Kulonprogo
Salah satu petani pesisir pantai Kulonprogo, Tukidjo, berdiri di bangunan semi permanen dengan solar panel, Kamis (26/3/2021). (Solopos/Mariyana Ricky PD)

Di lahan pasir yang akan ditanami cabai, Sukarman membuat sumur yang dipasangi brunjung, berupa anyaman dari bambu, kemudian dilapisi plastik. Sumur brunjung berfungsi sebagai sumber dan penampung air untuk menyirami tanaman cabai.

Meski awalnya mendapat cemoohan, dalam kurun 70 hari Sukarman berhasil memanen cabai. Kabar keberhasilan Sukarman mengolah lahan pasir pada 1985 santer di masyarakat Kulonprogo, terutama warga pemukim selatan Jl Daendels.

Inovasi Sukarman sampai kini diterapkan para petani lahan pasir di sana. Di tiap lahan pasir pertanian ada sumur. Bedanya, kini sumur bukan lagi dilapisi brunjung, melainkan pipa (sumur bor), dan memanfaatkan mesin diesel (jetpump), listrik PLN juga memakai tenaga surya, untuk mengalirkan air sumur.

Baca Juga: 25 Destinasi Wisata di Sleman Diusulkan Gelar Uji Coba

Pesisir selatan yang dulu gersang dan tandus kini menghijau karena pertanian. Kecamatan Panjatan, Wates dan Galur yang masuk areal konsesi tambang pasir besi dikenal sebagai penghasil cabai, semangka, melon dan varietas hortikultura lainnya.

Produktifnya lahan pasir pesisir juga terlihat di Desa Karangwuni. Desa di sisi paling barat area kontrak karya ini kini menjadi lokasi pabrik dan uji coba tambang JMI setelah proyek pilotnya di Trisik ditolak. Pemandangan asri itu berbeda jauh dengan ingatan Pj Lurah Karangwuni, Dwi Purwanta.

Wong Cubung

Ia mengenang masa pada 1970-an, ketika lahan pasir pesisir di sana tak dapat ditanami, gersang dan tandus. “Dulu waktu saya kecil, warga pesisir kidul [selatan] Kulonprogo itu jadi olok-olokan orang utara [daratan, kota]. Kasarannya, wong cubung, ra ngerti apa-apa,” kisahnya.

Sekarang, lanjut Dwi Purwanta, warga utara kalah makmur. Warga pesisir bisa beli mobil, motor. Sementara warga utara malah harus utang ke bank untuk beli motor. “Pasir sulit diolah, tapi hasilnya maksimal. Warga ogah pindah dari pesisir,” ujar Dwi.

Baca Juga: Meski Turun Level PPKM, Pemkab Gunungkidul Belum Berani Buka Objek Wisata

Kemakmuran para petani pesisir Kulonprogo itu tergambar dalam data Badan Pusat Statistik dalam ‘Kulon Progo dalam Angka 2021’. Berdasarkan data tersebut, selama empat tahun, 2017-2020, cabai menjadi jenis sayuran dengan hasil terbanyak dan terus meningkat.

Panen cabai di Kulonprogo mencapai 37.000 ton. Dari jumlah itu, hasil tertinggi dari Kecamatan Panjatan 14.000 ton, disusul Wates 7.000 ton, dan Galur 5.000 ton—tiga kecamatan yang masuk lokasi klaim PAG dan terdampak kontrak karya PT JMI.

Lahan panen untuk cabai mencapai 3.706 hektare, yang tiga kecamatan dengan lokasi terluas di Panjatan 1.101 hektare, Wates 775 hektare, dan Galur 536 hektare. Tanpa detail jenis lokasi tanamnya, hasil tersebut tentu saja termasuk sumbangsih cabai di lahan pasir pesisir selatan.

Lelang Kelompok Petani Cabai

Jika Sukarman piawai berinovasi menyulap lahan pasir gersang menjadi kebun subur, ada lagi petani bernama Sudiro yang terampil menghindari permainan harga dari tengkulak. Sejak 2004, Sudiro memelopori pasar lelang cabai.

Baca Juga: 495 Anak di Bantul Kehilangan Orang Tua Akibat Covid-19

Mengutip buku “Menanam Adalah Melawan”, penawar tertinggi adalah yang berhak membeli semua cabai dari petani. Kini pasar lelang kelompok petani pantai pesisir selatan berjumlah 23 unit.

Tak hanya pandai bertani di lahan yang sulit, para petani pesisir Kulonprogo juga berdaya membangun posisi tawar terhadap pasar. Tak heran jika petani cabai di pesisir Kulonprogo makmur.

Tukijo kini mengendarai sepeda motor Yamaha NMAX seharga kurang lebih Rp30 juta rupiah. “Lewat pertanian saja sudah sejahtera. Ketika ini ditambang, banyak sekali orang-orang yang dirugikan,” ucap Tukijo.



Istri Tukijo, Suratinem, turut menimpali, “Petani kalau berhasil terus, kaya. Apalagi harga cabai mahal”.

Melawan Sejak Awal

Penghidupan Suparno, Tukijo, dan para petani lainnya terancam ‘hilang’ menyusul rencana penambangan pasir besi PT JMI. Area tambang yang tertera dalam Kontrak Karya PT JMI seluas 2.977 hektare, dan membentang di enam desa di pesisir Kulonprogo.

Kawasannya meliputi Desa Karangwuni (Kecamatan Wates), Desa Bugel, Garongan dan Pleret (Kecamatan Panjatan), serta Desa Karangsewu dan Banaran (Kecamatan Galur). Jauh hari sebelum PT JMI mengantongi Kontrak Karya, para petani seperti Tukijo dan Suparno tahu kemakmuran lahan pasir mereka terancam oleh tambang pasir besi.

Mereka juga tahu harus melawan para kerabat Sri Sultan Hamengkubowono X yang notabene Gubernur DIY, dan kerabat Pakualam X yang notabene Wakil Gubernur DIY. Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Maret 2021, menunjukkan 210 dari total 300 lembar saham PT JMI dikuasai Indo Mine Ltd.

Indo Mine diketahui merupakan perusahaan tambang asal Australia yang mayoritas sahamnya dimiliki Rajawali Group. Sebanyak 90 lembar saham lain PT JMI, setara 30 persen, dimiliki PT Jogja Magasa Mining (JMM), perusahaan tambang lokal di DIY.

Baca Juga: Penyekatan Ruas Jalan di Kota Jogja Tinggal Dua Titik

Data tersebut memerinci siapa saja pemegang saham PT JMM yang jumlah mencapai 300 lembar. Sejumlah 90 dari total 300 lembar saham PT JMM dikuasai PT Mitra Westindo Utama. Putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Mangkubumi menguasai 75 lembar saham PT JMM.

Adik Pakualam X, BRMH Hario Seno, juga menguasai 75 lembar saham PT JMM. Lalu 50 lembar saham PT JMM lainnya dimiliki kemenakan Sri Sultan Hamengku Buwono X, RM Sumyandharto. Sisanya, 10 lembar saham PT JMM dimiliki Imam Syafii, pengusaha asal Yogyakarta.

Aksi Demonstrasi

Pada 1 April 2006, warga pesisir Kulonprogo mendirikan Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulonprogo. Pada 2007, beberapa kali PPLP KP menggelar aksi demonstrasi dengan menggeruduk Pemkab dan DPRD Kulonprogo.



Akhirnya, Bupati dan Ketua DPRD Kulonprogo meneken pernyataan menolak tambang pasir besi di pesisir selatan. Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) juga jadi sasaran unjuk rasa PPLP KP pada pertengahan 2008.

Baca Juga: Satpol PP Sleman Ingatkan Peserta Vaksinasi, Ini Penjelasannya

Hal itu lantaran Fakultas Kehutanan UGM terlibat dalam penelitian dampak kerusakan lingkungan penambangan pasir besi di pesisir Kulonprogo. UGM pun akhirnya menghentikan kerja sama itu

Di tengah gencarnya aksi PPLP KP menolak tambang pasir besi itu, segerombolan orang menyerang basis petani PPLP KP Desa Garongan di Kecamatan Panjatan dan Desa Karangwuni di Kecamatan Wates pada 27 Oktober 2008.

Ironisnya, delapan hari setelah serangan itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro malah menandatangani Kontrak Karya (KK) tambang pasir besi PT JMI pada 4 November 2008.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya