SOLOPOS.COM - Debat capres AS, Trump dan Hillary (www.nydailynews.com)

Donald Trump menang dan segera menjadi Presiden AS. Dampaknya, harga BBM Indonesia akan naik tahun depan.

Solopos.com, JAKARTA — Kemenangan Donald Trump yang diusung oleh Partai Republik memiliki kecenderungan untuk menerapkan kebijakan invasi ke negara lain sehingga membuat harga minyak mentah dunia meningkat. Kenaikan harga minyak mentah itu berpeluang membuat laju inflasi dalam negeri tahun depan 6,5%.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, mengatakan kenaikan harga minyak mentah bakal menyeret harga komoditas lainnya sehingga membantu kinerja ekspor. Namun, kenaikan itu juga akan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri menanjak.

Kenaikan harga BBM akan diikuti dengan pelonjakan harga bahan pangan sehingga pelru kehati-hatian dalam mengelola inflasi. Dia memperkirakan kenaikan harga minyak mentah dunia hingga ke level US$65 per barel akan membuat laju inflasi 6,5%.

“Ini perlu kehati-hatianlah, artinya antisipasi ke inflasi ini harus bagaimana, karena ada potensi tadi terkait harga bahan makanan, BBM yang akan naik jika Republiken ini menang,” katanya, di Jakarta, Rabu (9/11/2016). Baca juga: Jungkirkan Hasil Survei, Donald Trump Presiden Baru AS!

Selain itu, dia berpendapat selama tiga bulan ke depan, investor akan melihat ketidakpastian di Amerika Serikat sehingga arus investasi lari ke negara emerging market. Aksi itu akan membuat dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya. Aset safe heaven seperti emas juga akan banyak dicari oleh investor.

“Kalau emas itu meningkat harganya, biasanya harga komoditas lainnya juga akan meningkat, tambang lainnya juga ikut meningkat,” ucapnya. Baca juga: Trump Jadi Presiden, Amerika Tak akan Tinggalkan Indonesia.

Sementara itu, Bank Indonesia menilai volatilitas rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akibat sentimen Pemilu Presiden AS masih bergerak sesuai dengan fundamentalnya. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pergerakan rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar AS hanya terjadi dalam jangka pendek karena merespons perkembangan berita seputar pemungutan suara di negara Paman Sam itu.

“Dari sisi kebijakan kita, suku bunga kurs memang diarahkan untuk stabilkan kurs sesuai fundamental,” ucapnya.

Selain itu, dia menilai cadangan devisa masih lebih dari cukup untuk tidak hanya menstabilkan kurs, tetapi juga mampu mengantisipasi risiko terjadinya pembalikan modal asing. Namun, potensi keluarnya modal asing sangat kecil mengingat kepercayaan terhadap ekonomi domestik menguat.

“Tentu saja dalam setiap Rapat Dewan Gubernur selalu kami pantau perkembangan ekonomi dan keuangan negara-negara besar. Ini tidak hanya AS, Jepang, Cina, Uni Eropa, bagaimana pertumbuhan ekonominya, bagaimana kebijakan moneternya juga dampaknya terhadap kurs,” ucapnya.

Sebelumnya, BI melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Oktober 2016 sebesar USS115,0 miliar atau menurun US$700 juta dari posisi bulan sebelumnya sebesar US$115,7 miliar. Dalam laporannya, BI menyebutkan posisi cadangan devisa per akhir Oktober 2016 cukup untuk membiayai 8,8 bulan impor atau 8,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya