SOLOPOS.COM - Cahyo, pengamen asal Boyolali, yang ditangkap petugas Satpol PP Boyolali, Rabu (3/5/2017). (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Satpol PP Boyolali menggelar operasi penertiban pengamen dan gelandangan, Rabu (3/5/2017).

Solopos.com, BOYOLALI — Aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Boyoali menggelar patroli rutin dengan sasaran pengemis, gelandangan, pengamen, anak punk, dan lainnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam razia tersebut, petugas sering kali harus main kucing-kucingan dengan orang-orang itu saat mereka mengetahui kedatangan petugas. Pada Rabu (3/5/2017), petugas menyasar kawasan pertigaan Ngangkruk, Banyudono, Boyolali.

Kali ini petugas kembali harus kucing-kucingan dengan Cahyo Wahyu Prasetyo, 20, warga Ampel. Begitu mengetahui petugas datang, Cahyo lari menuju arah pemandian Pengging.

Namun langkah kaki pemuda kurus ini kalah cepat dengan petugas yang saat itu “menyamar” dengan mengendarai sepeda motor. Setelah dibawa petugas ke markas Satpol PP di kawasan perkantoran baru Boyolali, Cahyo mengaku baru sebulan mengamen.

Seperti pengamen lain, Cahyo terpaksa mengamen karena harus menghidupi dirinya. Piatu ini mengaku tak lagi tinggal di rumah karena selalu dimarahi ayahnya yang pengangguran.

Selama mengamen, Cahyo tidur di emperan toko di kawasan Ngangkruk dan Bangak, Banyudono. Urusan makan, dia beli dari hasil mengamen yang rata-rata Rp10.000-Rp25.000 per hari.

Hasil mengamen itu pun belum tentu ia nikmati semua. Anak-anak punk di Banyudono kerap memalak semua yang dia miliki. Uang, baju, dan celana semua dilucuti.

“Seringnya baju saya diminta sama anak punk. Saya dikasih baju mereka yang jelek,” kata dia kepada Solopos.com di Markas Satpol.

Cahyo sebenarnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik. Dia bahkan pandai membaca Alquran. Saat Solopos.com memintanya membaca Surat Al An’am ayat 2, Cahyo membaca dengan baik meski beberapa kali tersendat.

Usut punya usut, ternyata Cahyo adalah lulusan MTs swasta di Musuk, Boyolali. “Sejak SD saya sudah baca Alquran. Di MTs sebenarnya tambah ilmu. Tapi setelah lulus, saya jarang baca karena saya sudah jarang di rumah. Apalagi saat saya mengamen, enggak mungkin sempat,” kata anak tunggal ini.

Dia menyadari menjadi pengamen bukan hidup yang diinginkannya. Oleh sebab itu, saat petugas Satpol PP menawarkan kepada Cahyo untuk ditempatkan di sebuah panti keterampilan, Cahyo mengiyakannya.

“Saya ingin berubah. Saya tidak mau hidup begini,” ujar Cahyo yang punya cita-cita sebagai polisi ini sambil memegang plastik berisi es teh.

Kasi Penindakan Satpol PP Tri Joko mengatakan razia gelandangan dan pengemis selalu diupayakan untuk memberikan solusi. Salah satunya penyaluran mereka ke panti asuhan, balai pelatihan kerja, dan sebagainya.

“Rencananya Cahyo kami kirim ke Panti Pelayanan Sosial Anak Mandiri di Semarang untuk mendapatkan keterampilan,” kata Tri Joko.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya