SOLOPOS.COM - Rumah warga Desa Tambakrejo, Semarang Utara (Sumber: Youtube)

Solopos.com, SEMARANG — Selain di Kabupaten Demak, wilayah di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Tengah yang terancam tenggelam atau kelep dalam bahasa Jawa adalah Kota Semarang, khususnya daerah pesisir. Bahkan Kota Semarang termasuk sebagai salah satu dari lima kota di Indonesia yang terancam paling cepat tenggelam.

Hal ini berdasarkan riset yang dikeluarkan oleh Badan Geologi Kementrian ESDM yang menunjukan bahwa pesisir Semarang mengalami penurunan tanah hingga 10 cm per tahunnya dengan potensi amblas yang terus meluas. Pada 2050 mendatang, diperkirakan separuh wilayah Kota Semarang diprediksi akan tenggelam, terutama kawasan Semarang Utara, Semarang Timur, Semarang Barat,  Genuk dan sebagian tugu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dilansir dari Bisnis.com, Jumat (15/10/2021), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Provinsi Jawa Tengah, Eko Yuniarto menyebutkan bahwa  fenomena penururunan tanah atau land subsidence tersebut merupakan priortias pemerintah yang harus ditangai secara serius.

Baca Juga: Ganjar Sambangi Ternate, Dalam Rangka Apa?

Kerjasama dengan Pemerintah Kerajaan Belanda

Dubes Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns (kiri) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, membahas teknologi untuk mengantisipasi ancaman banjir rob di kawasan pesisir Semarang dan pantura Jawa Tengah (Sumber: Bisnis.com)

Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam upaya tindakan penanganan dan preventif ini salah satunya adalah dengan melakukan pembicaraan dengan pemerintah Kerajaan Belanda yang dilakukan beberapa waktu lalu terkait teknologi yang telah diterapkan dari negara kincir angin tersebut dalam menangani persoalan banjir yang diakibatkan land subsidence tersebut.

Seperti yang sudah diberitakan Solopos.com sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 29 September 2021 mendapat kunjungan dari Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns di Semarang. Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu adalah mengantisipasi penurunan muka tanah atau land subsidence seperti yang terjadi di wilayah pantura secara keseluruhan.

Fakta fenomena land subsidence ini juga dikemukanan oleh Pusat Pemanfaatan Pengindaraan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang menyebutkan bahwa pada periode 2015-2020, rata-rata penurunan muka tanah di Semarang Raya berkisar 0-9,6 centimeter per tahun. Untuk wilayah Kota Semarang misalnya, mengalami penurunan muka tanah hingga tiga centimeter.

Baca Juga: Ealah! Perempuan Asal Kendal Jadi Dalang Penggelapan Belasan Mobil

Dilansir dari Antaranews.com, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) prof, Eddy Hermawan, menuturkan bahwa selain fenomena land subsidence yang mengakibatkan permukaan air laut naik, mencairnya es dari kutub utara juga menjadi salah satu faktor yang tidak bisa dikendalikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi supaya ancaman ini dapat ditangani.

Kisah Warga Pesisir Semarang yang Terancam Tenggelam

Sistem Tanggul Waring yang dibangun warga desa untuk melindungi hasil tambak dari air pasang laut atau rob
Sistem Tanggul Waring yang dibangun warga desa untuk melindungi hasil tambak dari air pasang laut atau rob (Sumber: Youtube)

Salah satu daerah pesisir di Kota Semarang yang terancam tenggelam adalah Desa Tambakrejo, Kecamatan Semarang Utara. Berdasarkan pantauan Solopos.com di kanal Youtube Bumiku Satu DAAI TV dengan judul video “TAMBAKREJO TERANCAM TENGGELAM-BUMIKU SATU DAAI TV” menunjukan bagaimana kondisi warga disana yang sering mengalami air pasang laut atau rob.

Video yang diambil pada 2018 lalu ini menunjukan keluh kesah warga yang selalu dibayangi rob yang membuat mereka kerepotan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di antaranya adalah Endah, seorang ibu yang harus menggendong anaknya  saat mengantarkannya ke sekolah karena daerah rumahnya dilanda banjir rob yang tingginya bisa mencapai lutut  orang dewasa. Endah juga mengatakan jika banjir rob ini telah membuat banyak tanah yang amblas.

Baca Juga: Gawat! Demak Diperkirakan Tenggelam 20 Tahun Lagi

Kemudian ada juga Yazid yang mengatakan pada era 1990-1995, area daratan di Desa Tambakrejo masih luas dan jika ingin menuju pantai hanya menempuh jarak 1,5 km dan tidak memerlukan perahu. Namun setelah terkikis karena abrasi, daratan tersebut hilang semuanya. Yazid juga mengatakan bahwa abrasi yang disebabkan ombak pantai ini sangat mengancam karena kediaman Yazid berada tepat di dekat pantai.

Ketika ombak menerjang, bagian belakang rumahnya yang dekat  dengan pantai langsung terhampas dan hal itu sangat mengkhawatirkan baginya dalam hal keamanan karena tanah tempat rumahnya berdiri lama-lama terkikis karena terjangan ombak tersebut. Bagian bawah tanah banyak yang tergerus sehingga membuat amblasnya  tanah tempat rumahnya berdiri. Kekhawatiran ini tidak hanya dirasakan oleh Yazid namun sudah menjadi kegelisahan masyarakat yang ada di Desa Tambakrejo .

Baca Juga: Nikmatnya Nyeruput Teh Hitam di Tengah Sejuknya Kaligua

Berdasarkan pengalaman Yazid, air pasang laut atau rob terjadi tergantung pegerakan bulan dan poenanggalan Jawa. Setiap tanggal muda, yaitu tanggal satu hingga tanggal 15 setiap bulan berdasarkan penanggalan Jawa, air pasang laut atau rob ini selalu terjadi namun waktu kejadian bisa beragam, ada yang pagi, ada yang siang dan ada yang sore.

Sebagai upaya menangani bencana air pasang laut atau rob ini, warga setempat membangun tanggul waring yang menggunakan jaring atau jala kemudian diikat ke bambu sebagai pembatas tambak agar ikan hasil tangkapan tidak terbawa air pasang laut atau rob. Selain waring, penanaman mangrove juga biasa digunakan sebagai tanggul dan metode ini sudah digunakan sebelum warga mengenal metode waring.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya