SOLOPOS.COM - Luhut Binsar Pandjaitan. (Dok. Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Silang sengketa antara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan dua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti soal mafia tambang berlanjut ke ranah hukum.

Luhut yang tidak terima dengan hasil penelitian yang dijadikan materi diskusi Haris Azhar dan Fatia melaporkan keduanya ke polisi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menteri senior yang menjabat di sejumlah posisi itu merasa nama baiknya tercemar atas riset terkait keterlibatannya dalam usaha tambang di Blok Wabu, Papua.

Tak Keder

Bukannya keder, pihak Haris Azhar justru bersyukur Luhut membawa kasus itu ke polisi.

“Ini adalah kesempatan justru bagi kami, untuk membuka seluas-luasnya data mengenai dugaan keterlibatan atau jejak dari LBP di Papua dalam Blok Wabu,” kata Nurkholis Hidayat, salah satu anggota dari tim pendamping hukum Haris Azhar, dalam konferensi pers seperti dikutip suara.com, Kamis (23/9/2021).

Baca Juga: Dilaporkan Menteri Luhut ke Polisi, Pembela HAM Mengadu ke Komnas HAM 

Nurkholis bakal mengungkap bagaimana sosok Luhut sebenarnya serta jejak langkahnya dalam konflik kepentingan di Papua.

Nurkholis mengatakan, proses hukum yang diajukan Luhut justru memberikan kesempatan kepada pihaknya untuk mengungkap kebenaran dari yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia.

Berdampak Buruk

Bisnis tambang yang melibatkan Luhut tersebut juga disebutnya berdampak buruk bagi orang asli Papua.

“Bagaimana proses dia selama ini, jejak langkahnya dalam konflik kepentingan, dugaan konflik kepentingan di dalam bisnis tambang di Papua yang berdampak pada penderitaan rakyat Papua,” ujarnya.

Sebenarnya bagaimana hasil kajian yang dimaksud?

Mengutip suara.com, Kamis (23/9/2021), kisah berawal dari sejumlah organisasi non-pemerintah yang tergabung dalam Gerakan BersihkanIndonesia yang mengeluarkan hasil laporan berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.

Baca Juga: Round Up: Dari Luhut Gerah Difitnah Hingga Bupati Kolaka Timur di-OTT KPK 

Gerakan BersihkanIndonesia terdiri atas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia.

Kajian itu sebenarnya dilakukan untuk menelisik operasi militer ilegal di Papua dengan menggunakan perspektif ekonomi-politik.

Kajian itu mengungkap adanya indikasi hubungan antara perusahaan dengan penempatan militer di Papua.

Kasus di Kabupaten Intan Jaya menjadi contoh dari isi kajian tersebut. Menurut hasil kajian yang tertera pada situs kontras.org, operasi militer ilegal itu justru memperparah konflik bersenjata.

Korban Teror

Akibatnya, masyarakat sipil menjadi korban teror.

Setidaknya 10 persen penduduk Sugapa yang menjadi ibukota Kabupaten Intan Jaya mengungsi, termasuk 331 perempuan dan anak-anak di awal 2021.

Karena adanya operasi militer ilegal tersebut, pemerintah lantas membangun Komando Distrik Militer (Kodim) baru di Intan Jaya.

“Pengerahan pasukan menyebabkan eskalasi konflik  senjata semakin tinggi, akibatnya masyarakat di beberapa kabupaten Puncak Jaya, Nduga, Intan Jaya mengungsi meninggalkan tanah leluhur. Tindakan bantuan pemerintah kepada pengungsi sangat minim bahkan  cenderung mengabaikan kondisi pengungsi,” kata Tigor Hutapea dari Pusaka Bentala Rakyat seperti dikutip Suara.com, Kamis (23/9/2021).

4 Perusahaan Tambang

Menariknya, di Intan Jaya juga terdapat empat perusahaan yang berkonsentrasi pada pertambangan yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Luhut Binsar Pandjaitan beserta TNI/Polri terdeteksi terkoneksi dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ).

Bukan hanya Luhut. Dari hasil kajian itu juga terungkap ada dua nama aparat yang juga terhubung dengan PTMQ.



Mereka ialah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon selaku Komisaris PTMQ dan purnawirawan TNI Paulus Prananto. Satu nama lagi komisaris di PTMQ adalah Luhut Binsar Panjaitan.

“Bahkan West Wits Mining (pemegang saham MQ) menganggap bahwa kepemimpinan dan pengalaman Rudiard cukup berhasil menavigasi jalur menuju dimulainya operasi pertambangan,” demikian yang ditulis dalam kajian tersebut.

30 Persen Saham

Menurut data Darewo River Gold Project, West Wits Mining membagi 30 persen saham kepada PT Tobacom Del Mandiri (TDM) di mana presiden direkturnya ialah purnawirawan TNI Paulus Prananto.

West Wits Mining juga menyebut bahwa TDM bertanggung jawab terkait izin kehutanan dan terkait keamanan akses ke lokasi proyek.

TDM masih menjadi bagian dari PT Toba Sejahtera Group, di mana pemilik saham minoritasnya adalah Luhut Binsar Panjaitan.

Dua purnawirawan TNI yang terkait dengan perusahaan MQ, Paulus Prananto dan Luhut Binsar Panjaitan, merupakan anggota tim relawan (Bravo Lima) pemenangan Presiden Joko Widodo pada 2014 dan 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya