SOLOPOS.COM - Penggusuran PKL dia area Pasar Kembang oleh PT KAI.(Harian Jogja - Desi Suryanto)

Solopos.com, JOGJA – Empat tahun lalu Pemkot Jogja menggusur para pedagang Pasar Kembang tanpa kejelasan relokasi dan ganti rugi. Nasib eks pedagang Pasar Kembang itu kini terkatung-katung. Mereka masih berharap perhatian pemerintah.

Para eks pedagang Pasar Kembang ini tergabung dalam Paguyuban Manunggal Karso. Sejumlah upaya sudah dilakukan paguyuban untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Terbaru, Paguyuban Manunggal Karso bersama kuasa hukum LBH Jogja melakukan audiensi dengan Pemkot Jogja untuk memulai dialog dan membuka ruang diskusi terkait kejelasan nasib mereka. Namun, sejauh ini tidak ada jalan keluar. Tuntutan pedagang agar ada relokasi atau ganti rugi tak dipenuhi pemkot. Para pedagang menagih janji Wakil Walikota Jogja yang pernah mengeluarkan pernyataan akan memikirkan nasib pedagang itu.

“Audiensi yang lalu sebenarnya kami ingin tahu kelanjutannya bagaimana. Apa masalah ini masih dipikirkan atau bagaimana, soalnya pak Wawali pernah menyatakan akan memikirkan pedagang,” kata Ketua Paguyuban Manunggal Karso, Rudi Tri Purnama, Rabu (11/8/2021).

Baca Juga: Malioboro dan Stasiun Tugu Jadi Area Wajib Masker dan Vaksin, Tempat Lain Menyusul

Dia mengungkapkan Pemkot Jogja berdalih bahwa permasalahan penggusuran pedagang sudah diselesaikan lewat jalur hukum dan telah berkekuatan hukum tetap. Padahal menurut Rudi, keputusan pengadilan itu bukan permasalahan utama gugatan, melainkan perihal bukti yang kurang pas.

“Yang diputuskan pengadilan itu bukan pokok permasalahannya tapi barang buktinya ditolak, bukan masalah penggusuran. Buktinya tidak pas makanya ditolak, bukan masalah utama tentang penggusuran,” ungkap dia.

Tawaran Relokasi

Rudi juga membantah bahwa Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Jogja pernah menawarkan relokasi kepada mereka. Dia menyebut bahwa yang menawarkan relokasi kepada pedagang adalah dari pihak KAI. Tempat relokasi itu berada di sebelah selatan gudang Stasiun Lempuyangan.

Pedagang tidak mau karena status mereka dibawah pengelolaan Disdag Kota Jogja, sehingga menolak tawaran KAI.

“Itu relokasi dari KAI, kita mau dipindahkan ke gudang itu yang sebelah selatan Lempuyangan. Kalau Pemkot belum ada bicara soal relokasi, padahal kemarin diaudiensi mereka bilang ada di Pasar Serangan, dimana lagi. Tapi mereka belum pernah ngajak rembug kita. Kalau dari KAI kami tolak karena kami tidak respons karena kami di bawah naungan Pemkot,” katanya.

Rudi menjelaskan tanah yang ditempati oleh pedagang yang digusur itu dimiliki oleh pihak kesultanan dan berstatus Sultan Ground (SG). Namun, hak pengelolaannya kemudian berpindah ke KAI. Padahal mereka telah berdagang sejak tahun 1970 an di kawasan itu.

Sebanyak 83 kios digusur dan mereka tidak mendapat apapun meski telah memiliki Kartu Bukti Pedagang (KBP) resmi.

“Nasibnya sekarang ya kalau masih ada usaha lain tidak masalah, tapi kalau ndak ada dan hanya menggantungkan hidup dari kios itu ya sesak. Ada yang stres dan lain sebagainya. Otomatis itu, karena mereka ya hanya menggantungkan hidup di kios itu dan tiba-tiba digusur dan dihancurkan tanpa ada relokasi atau apa pun tentu berat,” jelas dia.

Keputusan Pengadilan

Direktur LBH Jogja, Yogi Zul Fadhli, menjelaskan amar putusan di Pengadilan Negeri Jogja pada 12 November 2018 sifatnya adalah tidak menerima gugatan, bukan menolak. Artinya hanya memutus aspek formil saja, bukan segi materiilnya.

Dengan kata lain, pengadilan belum pernah menilai dan menetapkan, apakah tindakan tergugat ketika itu (salah satunya Wali Kota Jogja), adalah perbuatan melawan hukum atau tidak.

“Meskipun pengadilan belum menilai, namun sejak dahulu kami berpendapat penggusuran terhadap Pasar Kembang tetaplah perbuatan melawan hukum dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata dia.

Di sisi lain, dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan Daerah Kota Jogja Nomor 2 tahun 2009 tentang Pasar juga jelas menyatakan bahwa pengelolaan pasar dilakukan oleh pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Jogja di bawah kepemimpinan Walikota.

Di samping itu, Wali Kota sendiri juga yang menerbitkan peraturan tentang petunjuk pelaksanaan perda tersebut yang sudah diubah beberapa kali. Salah satu isinya menetapkan Pasar Kembang sebagai pasar tradisional kelas IV.

“Nomenklatur Pasar Kembang juga telah muncul sejak 1992 di dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Jogja Nomor 3 tahun 1992 tentang Pasar, yang mana Pasar Kembang ditetapkan dan terkategori sebagai pasar umum,” imbuhnya.

Komentar Wali Kota

Wali Kota Jogja, Haryadi Suyuti, enggan berkomentar banyak saat dikonfirmasi hal tersebut. Ditemui di acara pencanangan vaksin di Stasiun Tugu, Haryadi hanya berkomentar singkat. “Itu kan penataan, tidak ada penggusuran. Temanya sekarang soal vaksin, bukan yang lain-lain,” ujarnya.

Kepala Bidang Pasar Rakyat Disdag Kota Jogja, Gunawan Nugroho Hutomo, mengatakan pihaknya sebenarnya sudah mendata para pedagang. Pihaknya juga tengah mengkaji soal relokasi saat penggusuran itu. Namun, para pedagang disebut dia malah memilih jalur hukum dibanding relokasi.

“Dinas telah menyiapkan relokasi dan mendata serta pasar yang akan digunakan untuk relokasi sudah direncanakan. Tapi mereka lebih memilih jalur hukum. Rencananya disebarkan di beberapa pasar dan kami sudah siapkan relokasinya itu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya