SOLOPOS.COM - Warga berada di lokasi bekas semburan gas rawa di Dukuh Made Kulon, Desa Gabus, Ngrampal, Sragen, yang sudah tertutup tumpukan bambu, Rabu (25/8/2021). (Solopos.com/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Pada 2015 silam, sekitar 30 keluarga di Dukuh Made Kulon, RT 24, Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, Sragen, bersuka cita. Kala itu, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng membangun instalasi pipa untuk menyalurkan gas ke rumah-rumah warga Gabus Sragen.

Semburan gas rawa yang muncul di pekarangan rumah Tukiman, warga setempat, itu mampu disalurkan ke dapur rumah-rumah warga. Dengan begitu, warga tak perlu lagi beli gas elpiji untuk memasak di dapur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Ada beberapa titik semburan gas, tapi yang paling besar di sini [pekarangan rumah Tukiman]. Saat dipakai memasak, apinya berwarna merah, bukan biru, seperti ada kotoran yang terbakar. Tapi, kami lebih hemat karena tidak perlu lagi beli elpiji,” ujar Parti, 55, warga setempat kala ditemui Solopos.com di lokasi, Rabu (25/8/2021).

Baca Juga: Pasien Covid-19 Klaster Keluarga di Sragen Wajib Isolasi di Technopark Sragen

Menurut Parti, warga tidak perlu membayar iuran untuk memanfaatkan gas rawa itu. Namun, tidak adanya iuran itu justru membuat warga tidak memiliki uang kas untuk membiayai pemerliharaan instalasi gas ke rumah-rumah warga akibat. Menurutnya, semburan gas akan menipis saat musim hujan.

Ia menduga lubang sumur tempat keluarnya gas itu tertutup lempung atau tanah liat karena permukaannya kerap tergenang air. Semburan gas akan membesar lagi kala musim kemarau.

“Dulu gasnya pernah keluar kecil saat musim hujan, begitu sumurnya dibor lagi, gas kembali normal. Saat musim hujan tiba, semburan gas kembali kecil. Karena sekali bor butuh biaya sekitar Rp600.000, warga keberatan kalau diminta iuran. Akhirnya [instalasi gas] itu jadi tidak terawat dan berhenti digunakan sejak dua tahun lalu [2019]. Sebenarnya kalau mau dibor lagi, kemungkinan besar masih ada gasnya,” papar Parti.

Senada dikatakan Wartini, 45, warga setempat. Ia juga sempat memanfaatkan gas rawa itu untuk memasak di dapur. Ia beruntung rumahnya berada di dekat sumber gas rawa itu sehingga bisa dapat pasokan gas lebih besar. “Ada empat rumah yang bisa dapatkan gas lebih besar. Kalau rumahnya agak jauh, gasnya berkurang. Terutama kalau musim hujan,” ujarnya.

Baca Juga: Puluhan Warga Ingin Adopsi Bayi yang Ditemukan di Dalam Kardus di Wonogiri

Saat ini lokasi semburan gas rawa itu sudah tertutup oleh tumpukan bambu kering milik Tukiman. Sementara instalasi pipa yang dipakai untuk menyalurkan gas ke rumah-rumah warga sebagian besar sudah rusak. Baik Parti dan Wartini berharap gas rawa itu bisa dimanfaatkan kembali seperti pada 2015-2019 lalu.

“Namanya barang buatan manusia kalau tidak dirawat ya rusak. Seharusnya ada iuran sehingga bila ada kerusakan bisa segera diperbaiki,” ucap Parti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya