SOLOPOS.COM - Goa Potro-Bunder di kawasan Museum Karst Indonesia, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI – Wonogiri menyimpan Taman Bumi atau geopark tingkat dunia. Geopark di Wonogiri bagian dari Kawasan Bentang Alam Karst Gunug Sewu yang membentang sepanjang 85 km dengan luasan endapan gamping mencapai 1.300 km2 yang terdiri atas terdiri atas 40.000 bukit karst.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bentangan itu melewati tiga daerah di tiga provinsi, meliputi Wonogiri, Jawa Tengah; Pacitan, Jawa Timur, dan Gunung Kidul, DIY. Karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping dan atau dolomit.

United Nations Educational Scientific and Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Budaya Dunia menetapkan Kawasan Gunung Sewu sebagai UNESCO Global Geopark pada 19 September 2015. Sejak saat itu Kawasan Karst Gunung Sewu menjadi anggota Global Geopark Network atau GGN.

Setelah melalui revalidasi UNESCO memperpanjang status tersebut. Keputusan itu diambil melalui sidang simposium Asian Pacific Global Network di Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, 2-6 September 2019 lalu.

Pada geopark Gunung Sewu terdapat 33 geosite atau situs yang memiliki rekaman jejak tentang sejarah Bumi. Sebanyak tujuh di antaranya terdapat di Wonogiri. Situs Geopark di Wonogiri tersebut masuk dalam wilayah otoritatif Badan Otorita Borobudur (BOB) yang bertugas mengembangkan sektor pariwisata di pesisir pantai selatan.

Baca juga: Gunung Sewu di Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan Tetap Jadi Geopark

7 Situs di Wonogiri

Ketujuh situs tersebut terdapat di Kecamatan Pracimantoro, Paranggupito, dan Giritontro. Lima situs ada di Pracimantoro meliputi Goa Tembus, Mrico, Sodong, Potro-Bunder, dan Luweng Sapen.

Situs-situs tersebut berada di kawasan seluas lebih kurang 30 ha di Desa Gebangharjo. Di area tersebut berdiri Museum Karst Indonesia. Dua situs lainnya terdapat di Paranggupito, yakni Pantai Sembukan dan di Giritontro, yaitu lembah kering Giritontro atau dikenal dengan Sungai Bengawan Solo Purba.

Baca juga: Wow! Ada 5 Luweng Besar Peninggalan Belanda di Gunung Pegat Klaten

Geopark Pracimantoro

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri membuka situs geopark di Pracimantoro untuk umum berbarengan dibukanya Museum Karst Indonesia pada 2010. Situs dibuka untuk wisata, kepentingan pendidikan, dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, banyak pihak dari berbagai universitas atau lembaga meneliti bermacam objek, seperti fosil dan binatang di kawasan geopark dan situs.

Saya berkesempatan mengunjungi situs geopark dan Museum Karst Indonesia, Senin (3/5/2021). Sayangnya, museum tutup karena masih direnovasi. Museum tersebut rusak akibat terkena banjir, 28 November 2017 lalu.

Sebenarnya, pengunjung bisa memperoleh banyak pengetahuan dengan mengunjung museum yang diresmikan presiden pada 30 Juni 2009 itu. Museum tersebut menceritakan sebaran karst di dunia dan Indonesia.

Museum ini menampilkan proses pembentukan, fenomena, dan karakteristik karst di Indonesia secara terperinci. Selain itu menyajikan pengetahuan tentang hubungan karst dengan kehidupan manusia dari zaman prasejarah hingga zaman modern.

Baca juga: Terawangan Sesepuh Jadi Kunci Pencarian Luweng di Wonogiri

Museum Karst 

Petugas tiket, Ari, menginformasikan Museum Karst ditutup hingga waktu yang belum diketahui. Kendati demikian, Pemkab Wonogiri sudah membuka wisata kawasan museum, sejak 17 April 2021 lalu bersamaan dengan pembukaan tempat wisata yang dikelola lainnya.

Oleh karena itu saya tetap bisa mengunjungi situs geopark di Wonogiri. Menurut Ari, geosite di sekitar Museum Karst menyimpan banyak pengetahuan. Situs tersebut cocok untuk wisata edukasi.

“Tiket masuk kawasan museum hanya Rp5.000/orang, sedangkan parkir Rp1.000. Di sekitar museum ada taman dan goa-goa. Sejak dibuka April lalu setiap hari ada pengunjung, walaupun belum banyak,” kata Ari.

Baca juga: Cerita Ngeri di Balik Sajian Kuliner Daging Anjing di Solo

Goa Tembus

Situs paling dekat dengan pintu masuk adalah Goa Tembus. Mulut goanya cukup besar dan panjangnya lebih kurang 75 meter dengan kondisi datar, sehingga bisa ditelusuri dalam waktu singkat. Struktur dalam goa itu berliku dan menembus pematang bukit.

Berdasar data di papan informasi, fenomena karst bawah hingga permukaan Goa Tembus berkembang pada batu gamping berlapis formasi Wonosari yang berumur lima hingga 15 juta tahun. Proses karstifikasi yang membentuk goa tersebut terjadi setelah batu gamping terangkat dari dasar laut lebih kurang 1,8 juta tahun lalu.

Goa Tembus di kawasan Museum Karst Indonesia, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. (Solopos/Rudi Hartono)

Punggung bukit di atas Goa Tembus terdapat lima unit gazebo berbentuk segitiga berangka baja ringan. Selain itu ada menara pandang setinggi lebih kurang 20 meter. Dasar bukti adalah batuan gamping yang tertutup lapisan tanah.

Setelah menembus goa, pengunjung bisa menuju Goa Mrico dengan berjalan kaki melalui jembatan besi yang di bawahnya terdapat sungai kering. Jalan setapak menuju Goa Mrico lebih kurang sepanjang 100 meter dengan struktur bebatuan yang ditata.

Baca juga: Lebaran 2021: Objek Wisata di Wonogiri Tutup 4 Hari

Di sisi kiri terdapat taman yang cukup luas. Dinding taman terbuat dari susunan batuan gamping. Di bagian bawah terdapat bebatuan seperti karang. Warga sekitarnya menyebutnya batu bedes.

Sebelumnya batu bedes tertutup lapisan tanah. Pihak terkait menghilangkan lapisan tanah itu sehingga batu bedes terlihat terhampar dengan tekstur cukup indah.

Taman di area itu terdapat sejumlah alat olahraga berbahan besi dicat warna-warni. Sekelilingnya ada sejumlah gasebo berstruktur kayu. Setelah melewati taman tersebut tampak Goa Mrico.

Baca juga: 5 Kuliner Khas WGM Wonogiri Ini Wajib Dibeli Untuk Oleh-Oleh, Botok Ikannya Mantul Loh!

Goa Mrico

Goa Mrico terletak di sisi bukit. Goa tersebut adalah salah satu goa arkeologi di Wonogiri pernah dihuni manusia prasejarah. Goa itu terdapat sisa-sisa makanan berupa cangkang kerang dan biji kemiri yang terletak di dasar goa dan bercampur dengan sedimen goa.

Dari goa itu sebenarnya bisa langsung menuju Goa Sodong yang terletak lebih kurang 100 meter dari Goa Mrico dengan kondisi jalan menurun. Saya memilih menggunakan sepeda motor untuk menuju Goa Sodong.

Goa Sodong

Sungai di area tersebut bermuara ke goa itu. Warga meyakini Goa Sodong tembus ke laut. Kendati demikian, hingga kini belum pernah ada pihak yang dapat membuktikannya. Susur goa yang pernah dilakukan baru dapat menjangkau 150 meter. Aktivitas itu harus menggunakan alat khusus, seperti senter, helm, dan alas kaki.

Selain susur, Goa Sodong biasanya digunakan sebagai objek penelitian lingkungan, seperti objek binatang yang hidup di dalamnya. Sedangkan luweng atau sungai bawah tanah dapat disusuri menggunakan tali untuk menjamin keamanan.



Pengunjung harus menuruni lubang sedalam 50 meter dan menyusuri lorong sepanjang 20 meter terlebih dahulu sebelum mencapai tiga aliran air sungai bawah tanah.

Warga sekitar, Rusmiyati, menyebut banjir besar yang terjadi, November 2017 lalu, akibat Goa Sodong tersumbat air laut saat terjadi Badai Cempaka. Alhasil, air sungai yang masuk tak dapat mengalir sehingga air meluap. Setelah beberapa lama seluruh genangan air dapat masuk ke goa.

Baca juga: Cuma Kerja dari Rumah, Pemuda di Sragen Raup Uang Jutaan/Bulan 

Penunggu

Menurut dia, ada makhluk tak kasat mata yang menjadi penunggu seluruh situs geopark di kawasan Museum Karst Wonogiri. Oleh karena itu pengunjung tak boleh melakukan perbuatan yang melanggar norma, seperti berkata kotor.

“Layaknya tamu, pengunjung lebih baik mengucap salam saat ke goa,” ucap Rusmiyati.

Goa Potro-Bunder di kawasan Museum Karst Indonesia, Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. (Solopos/Rudi Hartono)

Goa Potro-Bunder

Selanjutnya saya menuju Goa Potro-Bunder. Jaraknya lebih kurang 600 meter dari Goa Sodong. Goa tersebut paling besar dibanding tiga goa lainnya di kawasan Museum Karst. Ada stalaktit dan stalakmit indah di dalamnya.

Saat menyusuri lebih jauh goa tersebut tembus. Di salah satu bagian dinding goa ada lubang besar seperti pintu goa ketiga. Goa tersebut merekam sejarah penggalian kalsit di masa lalu. Dahulu goa tersebut ada dua, yakni Goa Potro dan Bunder.

Penggalian kalsit membuatnya terhubung menjadi satu. Goa itu dipercaya memiliki nilai spiritual yang tinggi, sehingga sering digunakan bertapa.

Baca juga: Ngeri! Ini Deretan Makhluk Penghuni Luweng dan Gua Karst



Luweng Sapen

Tak jauh dari Goa Potro-Bunder terdapat Luweng Sapen. Luweng adalah sungai bawah tanah. Mulut luweng itu berdiameter lebih kurang 5 meter dengan kedalaman lubang 50 meter lalu menjorok 20 meter. Terdapat tiga aliran sungai di bawah tanah yang airnya dimanfaatkan warga dan untuk kepentingan Museum Karst. Luweng itu tidak pernah kering. Sayangnya belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui ke mana muara luweng tersebut.

Warga sekitar, Saliyo, 70, air dari Luweng Sapen menjadi sumber air utama bagi warga Dusun Mudal dan Karanglo yang lokasinya di museum. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku, dari kebutuhan konsumsi hingga mandi.

Sebelum memanfaatkan air dari Luwung Sapen, warga mengambil air dari Goa Sodong secara tradisional, yakni ngangsu. Oleh karena itu dahulu area dekat mulut goa dibangun bak penampung air.

“Dulu Goa Sodong buat tempat pemandian umum juga,” ulas Saliyo.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya