SOLOPOS.COM - MONOLOG BUTET- Seniman, Butet Kartaredjasa mementaskan monolog berjudul Kucing karya Putu Wijaya di Student Center UNS Solo, Rabu (4/5) malam.

Apa peran seekor kucing dalam kesalahkaprahan yang terjadi di masyarakat? Jawabnya ditawarkan oleh budayawan Butet Kartaredjasa dalam pertunjukan monolog Kucing yang digelar di Student Center UNS, Rabu (4/5) malam.

MONOLOG BUTET-- Seniman, Butet Kartaredjasa mementaskan monolog berjudul Kucing karya Putu Wijaya di Student Center UNS Solo, Rabu (4/5) malam.

Lakon yang diangkat dari cerpen karya Putu Wijaya, yang kemudian diolah dan ditulis ulang oleh Agus Noor, diakui Butet merupakan yang paling berbeda dibandingkan dengan lakon-lakon sebelumnya yang pernah dimainkannya, yang penuh berisi statemen dan intrik politik mau pun kritik sosial.
“Saya merasa punya andil atas terjadinya salah kaprah yang terjadi di masyarakat, anggapan mereka monolog itu harus bertema politik. Itu semua karena saya sering mengungkapkan statemen politik atau menirukan suara tokoh-tokoh politik,” ungkap Butet saat ditemui wartawan seusai pertunjukan.
Oleh karena itu, sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap kesalahkaprahan itu, aktor kelahiran Jogja 21 November 1961 itu memilih judul Kucing, yang dianggap tidak politis, temanya sederhana, mengangkat manusia dengan segala problem sehari-harinya yang juga sederhana.
Memang benar, jika dibandingkan dengan pentas-pentas Butet yang lalu, seperti Matinya Tukang Kritik, Lidah Pingsan atau Lidah (masih) Pingsan yang sarat intrik politis, Kucing terasa lebih otonom dan ringan.
Kisah bermula tentang seseorang yang suatu hari memukul kucing milik tetangganya karena kesal. Ikan bakar dan rica-rica jatah berbuka puasanya dicuri si kucing. Ia mengira persoalan kucing tak akan berkepanjangan. Tapi ternyata ia menjadi kerepotan setelah peristiwa itu. Pak RT mendatanginya, karena ada komplain dari si pemilik kucing yang minta ganti ongkos perawatan kucing.
Dari situ, persoalan kucing kemudian menjadi cukup merepotkan bagi kehidupan si lakon. Karena ternyata masalah rasa dendamnya terhadap kucing juga memengaruhi hubungannya dengan istri juga anaknya. Si lakon semakin kian terpojok dan merasa diperas karena setiap kali bertemu kucing, ia memukul hewan itu dan menjadi kian besar ongkos yang dikeluarkan untuk menebus ganti rugi kematian atau luka-luka kucing.
Selain tema Kucing ini lebih ringan dibanding monolog lain yang pernah dibawakan Butet, kemasan pertunjukannya pun berbeda dan lebih sederhana, tak perlu tata panggung dan multimedia yang ribet. Otomatis, kata dia, kekuatan akting sang aktor lah yang menjadi sumber kekuatan utama dalam lakon tadi malam.
“Untuk sementara saya ingin menghindar dari pemanggungan saya, meskipun saya sendiri tak bisa menjamin apakah jejak-jejak lama bisa hilang semuanya. Tapi saya sudah mewanti-wanti rekan-rekan, supaya saya dijawil kalau sudah mulai kebablasan memakai style-style lama saya,” ungkapnya sambil bercanda.
Mengakhiri perbincangan, Butet mengucapkan banyak terima kasih kepada penonton, karena menurutnya penonton menjadi bagian dari terjadinya peristiwa teater itu sendiri dan itu sangat terasa dengan respons mereka yang sangat komunikatif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Oleh: Syahaamah Fikria

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya