SOLOPOS.COM - Aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang dibubarkan aparat kepolisian dengan tembakan water canon dan gas air mata. (Imam Yuda S / Semarangpos.com)

Solopos.com, SEMARANG – Aparat Polrestabes Semarang membantah tudingan tidak mengizinkan pelaku demo Omnibus Law yang diduga melakukan tindak anarkistis mendapat pendampingan hukum dari tim pengacara.

Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Benny Setyowadi, mengatakan pihaknya terus melakukan komunikasi dengan tim advokasi hukum dari pelaku demo seperti YLBH-LBH Semarang, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun organisasi lainnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Kami aktif komunikasi dengan mereka. Bahkan, saya sendiri yang komunikasi. Memang tadi malam kan kita masih proses interogasi, pendataan, nanti kita pulangkan," ujar Benny saat dijumpai wartawan di Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Kamis (8/10/2020).

Misteri Sosok Peri yang Kerap Muncul di Waduk Cengklik Boyolali

Ekspedisi Mudik 2024

Demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berlangsung di depan Gedung DPRD Jateng, Kota Semarang, Rabu (7/10/2020) berlangsung ricuh.

Demo diwarnai aksi pelemparan dan perusakan fasilitas milik DPRD Jateng. Demo itu pun akhirnya dibubarkan aparat kepolisian Polrestabes Semarang dengan tembakan gas air mata dan water canon.

Seusai aksi, aparat menangkap 269 orang yang diduga melakukan perusakan. Mereka terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang mengikuti demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Jokowi Kunjungi Makam Ibu di Karanganyar, Juru Kunci Dapat Permintaan Begini 

Sebagian besar yang ditangkap ini pun langsung dibawa ke Polrestabes Semarang untuk diinterogasi. Proses interogasi pun berlangsung hingga tengah malam.

Saat proses pemeriksaan itu, Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tegah berusaha masuk ke Polrestabes untuk memberikan pendampingan terhadap para terduga pelaku perusakan yang ditangkap.

Dalam keterangan resmi yang diterima Semarangpos.com, tim pengacara ingin melakukan pendampingan karena diduga ada peserta demo di Semarang yang menjadi korban salah tangkap.

Aksi Demo Tolak Omnibus Law di Gladag Solo Tak Diizinkan Polisi, Batal?

Tak Diizinkan Masuk

Meski demikian, keinginan tim pengacara itu urung terlaksana karena polisi tidak mengizinkan mereka masuk ke Polrestabes Semarang.

"Padahal tim advokasi sudah mendapatkan surat kuasa dari keluarga para korban guna mencari tahu keberadaan anak-anaknya," ujar pengacara dari YLBHI-LBH Semarang, Etty Oktaviani, Rabu malam.

Oleh karena tak diizinkan masuk, Etty mengaku pihaknya dan para orang tua korban salah tangkap tertahan di depan gerbang Polrestabes hingga tengah malam.

"Beberapa orang tua juga menangis karena memikirkan nasib anaknya yang ditahan," ujar Etty.

Demo Tolak Omnibus Law di DPRD Jateng Rusuh, 269 Orang Ditangkap

Etty mengatakan seharusnya polisi tidak melakukan penahanan  mengingat tidak ada swab test terhadap peserta aksi. Hal ini sangat berpotensi munculnya klaster baru persebaran Covid-19.

Sementara itu, anggota lain Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah, Kahar, mengatakan tindakan aparat yang melarang para terduga perusakan mendapat pendampingan kuasa hukum bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Tindakan ini juga melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, serta UU 39/1999 tentang HAM," ujar Kahar.

Diam-diam 5 Artis Ini Juga Berprofesi Jadi Pengacara

Atas sikap polisi ini, tim pengacara pun meminta kepolisian membuka akses pendampingan hukum pada para terduga pelaku perusakan pada aksi demo di Semarang kemarin.

Selain itu, mereka juga mendesak Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya