SOLOPOS.COM - Pasangan calon bupati-wakil bupati Sukoharjo Etik Suryani-Agus Santosa atau EA dan cawabup Wiwaha Aji Santosa dalam debat publik putaran kedua di Hotel Brothers, Solo Baru, Sabtu (21/11/2020). (Istimewa-KPU Sukoharjo)

Solopos.com, SUKOHARJO – Dua pasangan calon bupati-wakil bupati (cabup-cawabup) Sukoharjo yakni Etik Suryani-Agus Santosa atau EA dan Joko “Paloma” Santosa-Wiwaha Aji Santosa atau Joswi dinilai belum menawarkan langkah konkret untuk mengatasi permasalahan tiga kelompok masyarakat kecil dalam debat publik putaran kedua di Hotel Brothers, Solo Baru, Sabtu (21/11/2020).

Dalam debat publik Pilkada Sukoharjo tersebut, cabup Joko Paloma berhalangan hadir karena sakit. Debat publik putaran kedua mengangkat tema Peningkatan Pelayanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ada tiga kelompok masyarakat yang terpinggirkan yang menjadi target sasaran materi pertanyaan yang disusun oleh tiga panelis.

Debat Pilkada Sukoharjo : Ini Solusi EA dan Joswi untuk Warga Terdampak Pandemi Covid-19

Ketiga kelompok masyarakat tersebut yakni petani, industri mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan penyandang disabilitas.

“Jawaban dari kedua pasangan calon belum detail mengupas persoalan kelompok masyarakat kecil. Padahal, materi pertanyaan erat hubungannya dengan segmentasi kelompok masyarakat kecil. Ada petani, UMKM dan penyandang disabilitas,” kata seorang panelis debat publik putaran kedua asal UNS Solo, Rutiana Dwi Wahyunengseh, saat dihubungi Solopos.com, Sabtu.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UNS Solo ini menyampaikan kedua pasangan calon hanya memaparkan realita sosial masyarakat tanpa menawarkan program kebijakan publik bagi segmentasi kelompok masyarakat kecil yang terpinggirkan.

Kesamaan Hak dan Perlindungan

Rutiana menggarisbawahi upaya riil terhadap kelompok masyarakat kecil jika diberi amanah rakyat sebagai kepala daerah.

Penyandang disabilitas harus mendapat kesamaan hak dan perlindungan yang diatur dalam UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Misalnya, pemerintah daerah wajib mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit dua persen dari jumlah pegawai. Perusahaan swasta wajib mempekerjakan penyangdang disabilitas paling sedikit satu persen dari jumlah karyawan.

Rustiana juga menyoroti beragam persoalan yang dihadapi para petani di Kabupaten Jamu. Misalnya, jaminan sosial petani yang mengalami gagal panen akibat bencana alam atau serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Kedua pasangan calon sama sekali tak menyentuh persoalan tersebut.

“Seandainya saya memiliki hak pilih di Sukoharjo, saya masih bingung untuk menentukan pilihan. Bagaimana solusi alternatif dan langkah konkret untuk mengatasi persoalan kelompok kecil belum terlihat,” ujar dia.

Sementara itu, aksi saling sanggah pasangan calon mewarnai debat publik putaran kedua. Wiwaha menyebut tak sedikit para petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi saat masa tanam padi. Masih terjadi kelangkaan pupuk di sejumlah lokasi.

Pernyataan itu langsung disanggah Etik Suryani yang memaparkan formulasi penyaluran pupuk bersubsidi sebesar 60 persen ditanggung pemerintah dan 40 persen secara mandiri. Pendistribusian pupuk bersubdisi menggunakan kartu tani.

“Tidak ada kelangkaan pupuk. Pemerintah hanya menanggung 60 persen subsidi pupuk sementara 40 persen dilakukan secara mandiri,” kata Etik.

Sistem Pelaporan Aplikasi

Wiwaha memberikan pertanyaan terkait penataan jabatan pemerintah saat ini sudah memuaskan. Hal ini dikaitkan dengan kinerja pemerintah yang kurang baik di wilayah Jawa Tengah.

Agus Santosa menjawab ada perubahan dalam sistem pelaporan aplikasi di Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Ukuran capaian pemerintahan salah satunya angka kemiskinan yang turun dari 10 persen menjadi 7,14 persen. Angka kemiskinan Sukoharjo terendah di Soloraya.

Giliran Agus Santosa meminta kejelasan program unggulan pasangan Joswi yakni bantuan dana hibah senilai Rp30juta/tahun kepada setiap rukun tetangga (RT) di Sukoharjo. Wiwaha menjawab program bantuan 30 juta/tahun yang dikucurkan kepada setiap RT sudah dikaji secara mendalam.

Wiwaha mengakui dana hibah tak diperbolehkan diberikan setiap tahun. Namun, ada mekanisme lain untuk merealisasikan program unggulan tersebut.

“Misalnya, bantuan keuangan desa atau berbagai kegiatan lain. Kami sudah berkonsultasi dengan pakar hukum sehingga tak mungkin menabrak regulasi,” ujar Wiwaha.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya