Solopos.com, JAKARTA– Siapa bilang investasi hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mapan dan bukan untuk para milenial?
Kaum milenial pun juga perlu melek berinvestasi. Mulai berinvestasi dengan menyisihkan uang saku dari orang tua pun bukan masalah.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Pakar Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan salah satu alasan yang membuat anak muda khawatir saat berinvestasi kripto karena tidak menggunakan ‘uang nganggur’ atau uang dingin.
Baca Juga: Resmi Diluncurkan di Solo, Telkomsel 5G Bisa Diakses di Balai Kota dan Grapari Hlo
“Jadi kuncinya adalah uang nganggur. Yang bikin anak muda panas dingin dia nggak pakai uang nganggur [untuk investasi],” imbuh Safir dalam sesi webinar peluncuran layanan aset kripto oleh Treasury, Kamis (3/6/2021) seperti dilansir Bisnis.com.
Dingin yang dimaksud adalah uang yang bukan dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak digunakan untuk keperluan tertentu atau mendesak.
Safir juga menjelaskan pastikan uang dingin tersebut bertahan dalam beberapa satu sampai dua tahun ke depan bukan uang yang akan dipakai dalam hitungan bulan.
“Pastikan uang nganggur itu, mungkin satu atau dua tahun kedepan uang tersebut betul-betul nganggur [tidak dipakai],” imbuhnya.
Baca Juga: Solusi JNE Tingkatkan Pemasaran UMKM Soloraya
Volatilitas Tinggi
Safir juga menjelaskan, jika Anda menggunakan uang untuk keperluan kuliah yang akan dipakai dalam waktu dekat maka itu sangat berisiko. Ketika Anda menarik uang tersebut ketika kondisi pasar global belum kondusif ketika harga sedang turun.
Perlu diingat, cryptocurrency merupakan aset dengan volatilitas tinggi. Artinya harga aset kripto memiliki kemungkinan naik yang tinggi tapi kemungkinan turun yang tinggi.
“Kalau pakai uang nganggur dijamin kita gak bakal panas dingin, kalau turun tenang aja, kalau naik syukur karena itu uang nganggur ketika turun beli lagi aja,” jelasnnya.
Baca Juga: DPR Apresiasi Menpora Kantongi Izin Penyelenggaraan Liga 1 dan Liga 2
Setelah menggunakan uang dingin, Safir juga menyarankan jangan sampai Anda tenggelam dalam tren terkini atau FOMO (Fear Of Missing Out).
Hal tersebut dapat berimbas pada tingginya kerugian yang ditanggung oleh para investor. “Kalau harganya lain naik tinggi jangan FOMO, jangan ikut-ikutan,” ujarnya.