SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk penyebar DBD (JIBI/dok)

DBD Klaten masih mengancam warga mengingat cuaca yang hingga kini masih sulit diprediksi.

Solopos.com, KLATEN Kasus demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman di Klaten. Sejak Januari 2015 hingga awal Juni 2015, belasan orang meninggal dunia akibat penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berdasarkan data yang dihimpun di Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, periode Januari 2015-Mei 2015 tercatat sebanyak 334 kasus DBD. Dari jumlah itu, sebanyak 19 orang meninggal dunia akibat terserang DBD.

Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2L) Dinkes Klaten, Herry Martanta, menjelaskan belakangan kondisi cuaca susah diprediksi. Meski sudah memasuki Juni, hujan masih terjadi di sejumlah daerah.

“DBD masih menjadi ancaman. Kasus memang mengalami tren penurunan, tetapi sejauh ini masih ada hujan. Begitu hujan turun, nyamuk Aedes agypti bisa berkembang di tempat penampungan atau genangan air dengan kondisi bersih. Makanya, kami harap warga jangan terlena,” jelas dia saat ditemui di Dinkes Klaten, Jumat (5/6/2015).

Lantaran hal itu, ia berharap warga terus menggalakkan program pembersihan sarang nyamuk (PSN). PSN dimaksudkan guna membasmi jentik-jentik di bak penampungan yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.

Herry tak menampik korban meninggal dunia akibat DBD melonjak ketimbang tahun lalu. Berdasarkan data yang dihimpun, sepanjang 2014 tercatat sembilan warga meninggal dunia akibat DBD. “Memang lebih banyak ketimbang tahun lalu. Salah satu penyebabnya karena musim penghujan kali ini sangat panjang. Biasanya musim hujan berakhir April. Tetapi, sampai Juni masih terjadi hujan,” tutur dia.

Sementara itu, Anggota Tim Publikasi Humas Setda Klaten, Joko Priyono, mengatakan sosialisasi terkait bahaya DBD serta program PSN terus dilakukan ke sejumlah pasar tradisional di Klaten. Saat ini, sudah ada 20 pasar yang disambangi tim guna menyampaikan pesan bahaya DBD.

Pasar tradisional dipilih lantaran menjadi lokasi tempat berkumpulnya warga dari berbagai kalangan termasuk masyarakat yang awam dengan sosialisasi bahaya DBD.

“Masih terus kami lakukan. Rencananya sosialisasi dilakukan ke Pasar Jurangjero, Pasar Babad, Pasar Temuwangi, Pasar Ngepos, serta Pasar Plembon,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya