SOLOPOS.COM - Pedagang kaki lima menanti pembeli saat pergantian Tahun Baru 2021 di kawasan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (1/1/2021). (Antara/Aji Styawan)

Solopos.com, SOLO – Bahasa Jawa Semarangan atau bahasa Jawa dengan dialek khas wlayah Semarang dan sekitarnya memiliki beberapa perbedaan kosa dan intonasi pengucapan jika dibandingkan dengan bahasa Jawa yang biasa digunakan di wilayah lain.

Dikutip dari ensiklopedia digital pada laman milik Universitas Krisnadwipayana Unkris Jakarta, Selasa (15/2/2022), bahasa Jawa Semarangan dituturkan di beberapa wilayah eks-Keresidenan Semarang. Bahasa Jawa ngoko, ngoko andhap, dan madya sering ditemukan di wilayah Semarang pada zaman sekarang.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Baca Juga: Hantu Lawang Sewu Bisa Sakit Hati Gara-Gara Ini…

Namun, pengucapan kata atau frasa di wilayah ibu Kota Jawa Tengah (Jateng) ini biasanya di akhiri dengan penekanan. Jika di Solo menyebut kata “tidak” dengan “ora”, maka di Semarang biasanya menjadi “orak”.

Dialek itu konon dipengaruhi letak wilayah Semarang yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Selain itu, budaya yang heterogen di wilayah Semarang menjadikan masyarakatnya memiliki kosa kata yang lebih kaya.

Baca Juga: Misteri Rumah Tua di Semarang, Jadi Lokasi Syuting Suzanna Hingga Uji Nyali

Selain dialek yang khas, berikut sederet kata dalam bahasa Jawa khas Semarang atau Semarangan yang berbeda dengan bahasa Jawa di wilayah Solo:

  1. Sebeh

    Di wilayah Kota Solo, kata sebeh biasanya diartikan sebagai guna-guna atau pelet ilmu hitam untuk memikat si pujaan hati. Namun di Semarang, kata sebeh berarti ayah atau bapak. Wow, bukan?

  2. Semeh

    Hampir bisa dipastikan tidak ada kosa kata semeh dalam bahasa Jawa selain di wilayah Semarang dan sekitarnya. Namun dalam dialek bahasa Jawa Semarangan, kata Semeh biasanya untuk menyebut ibu. Dapat dikatakan sebeh dan semeh memiliki posisi yang sama dengan bokap dan nyokap.

  3. Blaik/Lhais

    Orang di wilayah Semarang dan sekitarnya biasanya menggunakan kata blaik atau lhais sebagai kata seru. Kata tersebut biasanya diapakai untuk membuat lawan bicara cemas dan seakan-akan memiliki arti yang sama dengan “Mampus, lu!” dalam dialek Betawi. Bisa juga kata blaik dan lhais menggantikan kata “waduh”.

  4. Ndes/Gondes

    Kata “Ndes” yang berasal dar kata “Gondes” sebenarnya merupakan kepedekan dari gondrong ndesa. Gondrong ndesa memiliki arti gondrong kampungan. Kata ini biasanya digunakan sebagai kata ganti untuk teman akrab atau justru untuk mengumpat terhadap orang yang dibenci.

  5. Waung

    Waung memiliki arti anjing dalam bahasa Jawa dialek Semarang. Kata ini berasal dari bunyi auman anjing. Waung biasanya digunakan untuk anak-anak karena kata anjing dianggap kasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya