SOLOPOS.COM - Marhamah Aljufri (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Esai yang membedah pertanyaan “mengapa” karya Ayu Primadini yang terbit di Harian Solopos edisi beberapa hari lalu sangat menarik. Saya teringat keponakan saya yang bertambah umur. Saya memberi dia hadiah buku. Buku bergenre komik pengetahuan.

Buku saya berikan bersama doa semoga keponakan saya itu panjang umur dan tumbuh menjadi manusia mulia. Tidak ada kue berlilin yang harus ditiup. Anak berulang tahun menerima pelukan dan hadiah membuat mulutnya ternganga. Buku komik pengetahuan dia nikmati sebagai “kue”.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ia duduk tenang membaca buku, dari awal sampai akhir. Komik sains berseri, judulnya banyak sekali. Sampul depannya terpampang tulisan Why? Diulis berukuran besar. Kata why diucapkan dengan wajah bertanya. Anak yang membaca diajak bertanya,

Kalau ingin mengerti ilmu pengetahuan, mulailah dengan bertanya why terhadap segala hal yang ada di sekitar kita. Ilmu pengetahuan berangkat dari sekecil apa pun bentuk rasa ingin tahu. Kata tanya yang dipilih berbahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia.

Seri buku yang menarik antara lain Bumi, Binatang, Sains Masa Depan, Sains Sulap, Fisika, Robot, Gandhi, Steve Jobs, dan lain-lain. Rak di dekat pintu samping menjadi tempat khusus majalah dan komik sains. Dibuat berjarak dengan rak tempat menyimpan novel dan buku-buku lain yang berada di ruang tengah.

Ibu tidak perlu mengomel melihat anak-anak gandrung buku yang banyak gambarnya, alih-alih baca novel. Anak bertanya kenapa buku Why dipindah? Suara protes anak-anak yang telanjur suka membaca buku Why?

Sang ibu memberi penjelasan agar anak perlu juga membaca buku lain selain Why? Buku dipindah di rak berbeda. Komik boleh dibaca tapi jarang-jarang saja. Kita yang kini dewasa teringat pertanyaan ujian ketika dulu bersekolah. Murid-murid diuji dengan soal pilihan ganda dan beberapa pertanyaan “mengapa”. Jawaban atas soal dengan pertanyaan ”mengapa” butuh menjelaskan agar mendapat porsi nilai lebih besar daripada jawaban soal pilihan ganda.

Kita diminta menjawab ”mengapa begini” atau ”mengapa begitu”. Kemampuan mengikuti, menyimak, dan memahami mata pelajaran sekolah terlihat dari penjelasan. Anak sekolah bersungut-sungut tak mampu menjelaskan secara runut. Mengeluh tangan pegal menulis jawaban lebih panjang untuk memerinci maksud memahami pelajaran.

Dalam hati para murid mengecam guru yang memberi nilai dengan kejam karena jawaban tidak sama persis dengan tulisan guru di papan tulis saat pelajaran di kelas. Pertanyaan “mengapa” menelisik hingga ingatan terdalam tentang pelajaran. Usaha murid mengungkit kenangan belajar terasa percuma. Jawaban terperam jauh entah di mana. Murid resah terancam nilai rendah.

Keresahan tentang pertanyaan ”mengapa” tak akan pernah berakhir dialami ibu-ibu. Dunia ibu terlalu banyak ”mengapa”. Pertanyaan ”mengapa” selalu menjangkiti dunia ibu, di kota maupun di desa. Ibu menggendong bayi di bawah barongan ditanya mengapa membawa bayi ke tempat singup?

Jalan bersama anak pergi belanja ditelisik mengapa anak tak sekolah? Ibu bekerja kantoran diaadang pertanyaan mengapa tak di rumah saja? Ibu di rumah dituntut dengan pernyataan mengapa lulus sarjana tak memilih bekerja? Mengapa, mengapa, dan mengapa membikin ibu-ibu pusing, muring-muring, menjauh dari teman dan tetangga.

Kita membaca istilah pergaulan toxic karena terlalu banyak “mengapa” yang perlu dijauhi ibu-ibu agar tetap sehat jiwa dan raga. Nada tanya tercium tak sekadar ingin jawaban, ingin tahu, atau sekadarnya. Aroma-aroma menghakimi dari kata tanya selalu membuat tidak nyaman. Ibu-ibu perlu nyaman agar keluarga tenang.

Lirik Lagu

Slogan sesama perempuan harus saling menguatkan terucap di kalangan penyanyi perempuan. Penyanyi itu berteman sesama penyanyi. Penyanyi-penyanyi perempuan melantunkan pertanyaan “mengapa” di dalam lagu mereka. Pada masa 1990-an, Nicky Astrea bertanya dalam rasa sakit, kecewa, hancur, dan hina.

Kita yang memiliki masa itu mengingat: Mengapa kau pergi?/ Mengapa kau kecewakan?/ Mengapa kau hancuri?/ Mengapa kau menghinakan?/ Mengapa kau sakiti?/ Mengapa kau melukakan?/ Mengapa kau memberi?/ Mengapa kau melupakan?/ Mengapa kau akhiri?/ Mengapa kau memulakan?/ Dengan getaran jiwa/ Kukemukakan pertanyaan.

Kekecewaan sangat dalam membuat jiwa Nicky bergetar. Emosinya menyuruh bertanya-tanya dalam lagu berlirik ”mengapa-mengapa-mengapa”. Pendengar lagu tidak tahu kepada siapa pertanyaan tertuju. Menikmati lagu lalu meniru sambil memejamkan mata tidak perlu bingung mau menjawab liriknya.

Orang yang membuat Nicky kecewa dan sakit terduga akan kelabakan menjawab banyak pertanyaan. Mungkin akan pegal kalau jawaban harus ditulis tangan. Yon Koeswoyo juga bertanya dalam lagu. Koes Plus menyanyi lagu sedang sedih ditinggal sendiri.

Why do you love me/ So sweet and tenderly/ I’ll do everything/ To make you happy/ The time has come/ That we must be a part/ The memory is still in my mind/ But you have gone/ And you leave alone. Sendiri dan sepi dinyanyika Yon yang kemudian disetel di kendaraan umum.

Orang dalam kendaraan diayun-ayun pertanyaan dan tak terasa nyaris tidur. Lagu terlalu asyik disenangi sopir gemar lagu nostalgia. Entah, nostalgia bersama siapa. Mengingat lirik-lirik lagu yang bertanya membuat ingatan berlari pada Iis Dahlia dengan lagu Mengapa.

Irama yang mengajak bergoyang sambil bertanya: Mengapa kumemujanya/ mengapa kumengenalnya/ akhirya kujatuh cinta/ dan dia pun membalasnya. Juga dalam lirik lagu Mengapa Kau Pergi dari Dadali: Mengapa kau pergi, mengapa kau pergi/ Di saat aku mulai mencintaimu/ Berharap engkau jadi kekasih hatiku/ Malah kau pergi dari hidupku.

Lagu-lagu menyampaikan rasa ingin tahu, bertanya ”mengapa”. Pendengar yang jeli memaknai lirik lagu dan merasakan kata-kata retoris. Terasa tragis. Pertanyaan dalam lagu tidak mudah dijawab. Penikmat lagu tidak ikut bingung. Hukum ora mesthi, tidak selalu, mengena pada pertanyaan. Jawaban tidak selalu tersedia setelah pertanyaan. Jawaban butuh waktu dan sabar.

Terlacak penyanyi memang sering bertanya di mana-mana. Di India, lagu sering dibawakan di film-film. Dinilai menjadi kekuatan, lagu tak pernah ditinggalkan di film. Shah Rukh Khan bernyanyi dan bertanya di fim Kabhi Khushi Kabhie Gham yang disutradarai Karan Johar: Surraj hua maddham, chaand jalne laga/ Aasmaan Yee Haai, kyoon pighalne laga.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia: Matahari berganti senja, rembulan mulai bersinar/ Mengapa langit ini tampak mencair? Latar langit berwarna jingga dengan bayang-bayang matahari hendak pergi. Ketika warna mulai berganti kuning menjadikan lagu akur dengan pertanyaan.

Menonton film sambil ingin mengamati dan bertemu kata kyoon yang membuat pemain film terdiam. Kata “mengapa” membutuhkan jeda. Waktu tertunda. Kyoon memperlambat tempo dan mengajak penonton bertanya-tanya. Tokoh di film terlihat sering diam atau memalingkan wajah dari pertanyaan. ”Mengapa” tak selalu harus disertai jawaban, apalagi penjelasan.



Pertanyaan terselip di pelbagai urusan hidup. Ada di keluarga, sekolah, grup ibu-ibu, kampus, lagu, dan film. Pertanyaan berbuntut keruwetan, sanggahan pedas ibu untuk tukang nyinyir, dan ekspresi berlagu sendu. Pertanyaan kyoon didiamkan dan yang ditanya mlengos.

Tafsir pertanyaan perlu dipikir ketika saya menemukan kutipan di Koran Solo edisi 30 Juli 2021. Koran itu memberitakan Megawati Soekarnoputri berkata kaum perempuan banyak yang merasa tabu dengan politik. Menurut Megawati, kalau berbicara harga cabai, itu berpolitik. Politik itu sebetulnya, gampangnya, pertanyaan why.

Why begini why begitu, that is politic. Gampang saja, tidak usah pakai ilmu-ilmu dulu, itu bahasa rakyat. Megawati mengatakan itu dalam diskusi milenial bertema Indonesia Muda Membaca Bung Karno yang diselenggarakan Megawati Institute.

Akhirnya, kita bertemu “mengapa” yang diucapkan perempuan berpolitik. “Mengapa” yang kadang-kadang tidak menarik sebab kita masih ingin mendengar lagu-lagu yang bertanya sekalian menghapus kenangan buruk pertanyaan saat sekolah. Kita biarkan saja Megawati yang ingin mengajak perempuan mengerti why 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya