SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh korban PHK. (Detik.com)

Solopos.com, SRAGEN -- Tidak kurang dari 1.000 pekerja di dua desa wisata batik Sragen, Pilang dan Kliwonan, Kecamatan Masaran, kena pemutusan hubungan kerja atau PHK karena dampak wabah virus corona.

Seribuan pekerja itu sekarang tidak memiliki pekerjaan tetap. Kasus tersebut sempat disampaikan legislator DPRD Sragen kepada Pemkab Sragen saat rapat anggaran terkait Covid-19, pekan lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Sragen, Sugiyamto, saat ditemui Solopos.com di Kantor DPRD Sragen, Kamis (16/4/2020), menyampaikan PHK besar-besaran tidak hanya terjadi pada industri besar tetapi industri kecil.

1 Orang Positif Covid-19, Penghuni Satu Indekos Mahasiswa di Kentingan Solo Dikarantina

Ekspedisi Mudik 2024

Ketua Komisi IV Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Sragen itu mengatakan banyak pekerja batik di Desa Wisata Batik Pilang dan Kliwonan yang juga kena PHK.

Dia mengatakan jumlah industri batik di dua desa itu bisa mencapai 120 unit usaha dengan jumlah karyawan 5-70 orang per unit.

Dia menjelaskan industri batik itu sudah tidak mampu produksi lagi karena macet di pemasaran. Showroom dan toko-toko batik banyak yang tutup. Pemasaran terbesar para pengrajin batik itu ke Jakarta.

Pertama Di Soloraya, Tenaga Kesehatan RS Swasta Sukoharjo Positif Covid-19

Sementara kondisi Jakarta terkena dampak wabah Covid-19. Dia menjelaskan awalnya para pekerja batik Sragen yang kena PHK itu dirumahkan dengan gaji tidak penuh.

Tetapi lama kelamaan para pengusaha batik tidak kuat membayar gaji pekerja karena tidak ada sumber pendapatan lainnya.

Rata-rata para pekerja batik itu langsung mendapatkan tunjangan hari raya. Sugiyamto berharap nanti saat kondisi sudah normal mereka bisa masuk bekerja kembali.

Misteri Kekebalan Bali dari Virus Corona Jadi Sorotan Media Asing

"Satu pengusaha itu ada yang memiliki pekerja 5 orang, 7 orang, 10 orang, 15 orang, dan 20 orang. Gaji mereka kalau diakumulasi dalam satu bulan bisa di atas upah minimum kabupaten [UMK]. Upah mereka diberikan setiap pekan sekali,” ujarnya.

Sugiyamto menyampaikan mestinya mereka didata oleh Pemerintah Desa (Pemdes) setempat dan kemudian dilaporkan ke Pemkab Sragen untuk penanganan dampak ekonominya.

Beralih Bikin Masker

Sugiyamto juga memiliki satu unit usaha dengan tujuh pekerja. Kini, Sugiyamto mengurangi lima pekerja sehingga tinggal dua orang. Sugiyamto pun beralih untuk membuat masker batik.

Tak Mau Buka Data Sebaran Kasus Corona Wonogiri, Ini Alasan Jekek

“Bagi pengusaha yang memiliki penjahit bisa beralih untuk membuat masker. Tetapi, bagi yang tidak punya penjahit ya tidak bekerja apa pun,” jelasnya.

Seorang pengusaha batik di Pilang, Masaran, Winda, mengatakan semua pekerja di industri batik Pilang dan Kliwonan dirumahkan dan tanpa diberi gaji lagi sejak sebulan terakhir.

Winda mengatakan selama ini belum ada solusi dari pemerintah untuk keberlangsungan hidup pekerja batik Sragen yang dirumahkan atau kena PHK. Winda menyebut di industri batiknya sudah ada 70 orang yang dirumahkan.

Data PDP Covid-19 Sragen: Tambah Jadi 10 Orang, 1 Di Antaranya Tanpa Riwayat Perjalanan

“Saya setiap hari tombok sampai Rp30 juta untuk menggaji karyawan di sejumlah toko batik untuk berusaha bertahan. Selama wabah Covid-19, pemasukan tidak mampu untuk membayar gaji karyawan. Banyak bakul-bakul yang pembayarannya ditunda dan tidak mau menerima barang lagi,” ujarnya.

Kalau sekadar memberi bantuan beras ia mengaku masih mampu. Namun, Winda menyampaikan bantuan itu hanya sekadarnya dan tidak bisa setiap hari. Dia berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk menyelamatkan nasib para pekerja batik Sragen yang kena PHK atau dirumahkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya