SOLOPOS.COM - Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani. (Istimewa/Kresno)

Solopos.com, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang mengusulkan cuti melahirkan minimal 6 bulan apakah sudah sah?

Berikut ini kabar terkini perihal RUU KIA tersebut dilansir Solopos.com dari berbagai sumber. DPR RI menggelar Rapat Paripurna dengan beberapa agenda pembahasan pada Kamis (30/6/2022). Salah satunya pengesahan RUU KIA sebagai RUU inisiatif DPR.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam RUU KIA ini DPR RI mendorong usulan cuti melahirkan bagi ibu pekerja selama 6 bulan. DPR juga menginisiasi cuti ayah selama 40 hari untuk mendampingi istri yang baru melahirkan.

Selain itu, ada juga aturan penyediaan fasilitas tempat penitipan anak (daycare) di fasilitas umum dan tempat bekerja. RUU KIA disebut-sebut menjadi salah satu upaya mengatasi permasalahan stunting di Indonesia.

Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani, mengatakan RUU KIA akan menjadi pedoman bagi negara untuk memastikan anak-anak generasi penerus bangsa memiliki tumbuh kembang yang baik agar menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul.

Baca Juga : Kabar Gembira! Perempuan Pekerja Bakal Dapat Cuti Hamil 6 Bulan

Puan berharap pemerintah segera memberikan respons usai RUU KIA disahkan sebagai RUU inisiatif DPR sehingga proses pembahasan bisa segera dilakukan.

“Lewat RUU ini kami ingin memastikan setiap hak ibu dan anak dapat terpenuhi. Termasuk, hak pelayanan kesehatan, hak mendapatkan fasilitas khusus dan sarana prasarana di fasilitas umum, hingga kepastian ibu tetap dipekerjakan usai melahirkan,” jelas Puan seperti dilansir dari laman resmi DPR RI, dpr.go.id, pada Selasa (5/7/2022).

Isi RUU KIA

Aturan ini akan dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang (UU). Dikutip dari salinan RUU KIA yang diusulkan, cuti hamil berubah jadi enam bulan dan masa waktu istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.

Sebelumnya, masa cuti melahirkan diatur dalam UU No.13/2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi tiga bulan. “Setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan, mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran,” bunyi RUU KIA Bab II Pasal 4 ayat (2) a dan b seperti dilansir Solopos.com dari Bisnis.com, Selasa.

Baca Juga : Cuti Hamil di Luar Negeri, Swedia Paling Royal

Beleid tersebut juga menegaskan selama cuti hamil pekerja tidak dapat diberhentikan dari pekerjaan dan tetap memperoleh hak sebagai pekerja. RUU KIA itu mengatur penetapan upah untuk ibu yang cuti melahirkan, yakni 3 bulan pertama masa cuti mendapat gaji penuh (100 persen) dan mulai bulan ke-4 upah dibayarkan 75 persen.

“Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat [2] huruf a mendapatkan hak secara penuh 100 persen untuk 3 bulan pertama dan 75 persen untuk 3 bulan berikutnya,” bunyi Bab II Pasal 5 ayat (2).

RUU KAI juga memberikan cuti bagi suami sebagai pendamping, yakni paling lama 40 hari jika istri melahirkan dan jika istri keguguran dibolehkan cuti paling lama 7 hari.

Jadi, cuti melahirkan 6 bulan apakah sudah sah? Seperti itu tadi penjelasannya. Tetapi yang pasti, RUU KIA bertujuan mewujudkan rasa aman, tenteram bagi ibu dan anak, meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

Selain itu, mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan menjamin upaya penghormatan, pemajuan, pelindungan, dan pemenuhan hak bagi ibu dan anak. Selain itu, melindungi dari tindak kekerasan, penelantaran, segala tindakan diskriminatif, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Baca Juga : Ini Nutrisi Penting untuk Tumbuh Kembang Anak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya