SOLOPOS.COM - Ilustrasi survei. (antaranews.com)

Solopos.com, SRAGEN — Sejumlah desa di Sragen sambat dengan adanya survei sustainable development goals atau SDG’s yang diwajibkan untuk desa lantaran program dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersifat mendadak.

Selain itu, sejumlah desa di Sragen juga terkendala dengan sistem input data di Kemendes PDTT yang terkendala karena servernya overload mengingat data survei  SDG’s yang masuk mencapai 1,5 juta per detik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Desa Kedungwaduk, Karangmalang, Sragen, Priyadi, pendataan SDG’s itu mengakibatkan porsi dana desa (DD) untuk pembangunan berkurang.

Baca juga: Bukur Hingga Balung Kethek, Camilan Khas Sangiran yang Layak Diburu!

Dia mengatakan survei SDG’s itu dilakukan melebihi sensus penduduk sehingga dibutuhkan petugas yang betul-betul menguasai aplikasi.

“Kami harus menganggarkan sampai Rp50 juta untuk pendataan SDG’s itu karena itu program wajib untuk desa. Kalau tidak dilakukan, jangan-jangan tidak dapat bantuan DD lagi,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (1/6/2021) lalu.

Kepala Desa Dawung, Kecamatan Jenar, Sragen, Aris Sudaryanto, menyampaikan pendataan SDG’s belum selesai tetapi aplikasi dari pusat mengalami error atau kendala apalagi jaringan Internet di Jenar memang agak susah.

Baca juga: Ssstt... Ternyata Ada 3 Air Terjun Perawan di Kawasan Situs Sangiran

Dia mengatakan sebenarnya tinggal beberapa RT saja yang belum di-input tetapi servernya sudah sepekan lebih ini tidak bisa berjalan.

“Dawung itu ada 24 RT dan 5.600 jiwa. Kami mengalokasikan anggaran untuk SDG’s ini Rp20-an juta. Di Dawung ini kendala utamanya pada sinyal Internet ditambah lagi aplikasinya bermasalah. SDG’s ini seperti indeks desa membangun (IDM) dimana Dawung masuk desa maju. Di sisi lain, program yang mendadak itu harus berdampak pada perubahan APBDesa. Perubahan APBDesa itu terjadi sampai tiga kali di Dawung,” katanya.

Pendamping Desa di Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Eko Mulyono, menyampaikan alokasi anggaran per desa itu berbeda-beda tergantung pada kebutuhan desa.

1,5 Juta Data Per Detik

Dia mencontohkan dari sembilan desa di Sambungmacan itu yang paling banyak Desa Banaran sebanyak Rp60 juta, disusul Karanganyar Rp47 juta dan yang paling sedikit di Desa Banyurip sebanyak Rp33 juta.

“Di Desa Banyurip itu sudah selesai pendataan berbasis SDG’s dan menemukan 15 warga yang belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Selain itu ada 3.039 jiwa dan 1.039 keluarga, yang didata di 21 RT dan enam RW,” ujarnya.

Baca juga: Tim Sukses Gelar Hajatan Langgar Prokes, Kades di Sragen Malah Diam Saja

Sementara itu, Tenaga Ahli Bidang Perencanaan Pembangunan Partisipatif Sragen, Tomi Hengky, menyampaikan aplikasi dari Kemendes PDTT memang menjadi kendala sehingga belum semua data hasil survei SDG’s bisa masuk dalam aplikasi.

Dia menyampaikan aplikasi sementara ditutup karena servernya overload.

“Data yang masuk ke aplikasi Kemendes PDTT itu bisa mencapai 1,5 juta data per detik. Kendala memang ada di server. Jadi ya harus bersabar. Yang jelas data yang terimput di sistem bisa tersimpan di ponsel tetapi harus diunggah ke aplikasi Kemendes PDTT sampai berhasil,” katanya.

Baca juga: Ada Jalan Rusak di Sragen? Laporkan Lewat Aplikasi Patriot Saja

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Sragen Joko Suratno mengakui bila pemerintah desa banyak yang sambat karena program ini baru turun pada Maret 2021 sedangkan posisi APBDesa sudah ditetapkan.

Dia mengatakan Pemdes sambat karena harus membuat perubahan APBDesa dan harus mengurangi porsi DD yang seharusnya bisa untuk pembangunan desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya