SOLOPOS.COM - Buruh industri rokok sigaret kretek tangan (SKT) sedang melinting rokok SKT di pabrik Mitra Produksi Sigaret (MPS) Koperasi Unit Desa (KUD) Tani Mulyo - Lamongan, Jawa Timur. (Peni Widarti/JIBI/Bisnis)

Cukai tembakau yang terus menrus dinaikkan oleh pemerintah berpotensi mendongkrak kerugian negara akibat rokok peredaran rokok ilegal.

Madiunpos.com, MALANG — Kerugian negara akibat rokok peredaran rokok ilegal mencapai Rp11 triliun/tahun. Angka itu diprediksi akan terus meningkat jika tarif cukai tembakau terus menrus dinaikkan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan angka kerugian negara sebesar dihitung dari angka peredaran rokok ilegal yang pada 2014 mencapai 11,7% dari total produksi 360 miliar batang. “Jika tarif cukai tembakau senilai Rp265/batang, maka angka kehilangan pendapatan oleh negara mencapai Rp11 triliun, jumlah yang tidak sedikit,” katanya, di Malang, Kamis (5/11/2015).

Ekspedisi Mudik 2024

Yang paling menderita atas maraknya peredaran rokok ilegal, menurut dia justru produsen sigaret kretek mesin (SKM) golongan IIB. Hal itu terjadi karena rokok ilegal kebanyakan SKM dan harga rokoknya tidak terpaut jauh dengan SKM golongan IIB.

Dengan peredaran rokok ilegal sebanyak itu, kata dia, maka berarti melampaui dengan produksi SKM golongan IIB yang dikisaran 6%-7% dari total produksi. Dengan tarif cukai tembakau yang diterapkan pemerintah untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan II dengan golongan I tidak terlalu terpaut jauh. Kenaikan SKM Golongan II A sebesar Rp35 per batang, sedangkan golongan II B  Rp30 per batang. Sedangkan kenaikan tarif cukai tembakau untuk SKM golongan I Rp50 per kg, sehingga kenaikan tidak terlalu terpaut jauh.

Mengacu draft PMK tentang tarif cukai yang baru, maka nantinya tarif cukai SKM golongan I menjadi Rp416 per batang atau naik 12,5%, golongan II A Rp340 per batang (11,5%), dan golongan II B Rp295 per batang (11,3%). Dengan kondisi seperti itu, maka jika draft PMK tersebut tetap diberlakukan, maka dampaknya bagi PR kecil sangat berat.

PHK Tak Terhindarkan
Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan jika skema tarif cukai mengacu draft PMK tersebut benar-benar direalisasikan. Hal itu terjadi karena diperkirakan peredaran rokok ilegal akan makin tinggi karena selisih harganya dengan SKM golongan IIB terpaut jauh. Jaraknya terlalu lebar.

Angka PHK diperkirakan mencapai 30%-40% dari ribuan pekerja dari 80 PR kecil se-Indonesia. PHK tidak dapat dihindari karena produksi rokok dari PR kecil akan turun drastis jika skema tarif cukai sama seperti yang ada di draft-nya.

Dari sisi penerimaan pemerintah dari cukai rokok, kata Heri, juga akan terganggu dengan turunnya produksi dan maraknya peredaran rokok ilegal.

Karena itulah, idealnya tarif SKM golongan IIB tidak naik, setidaknya kenaikannya tidak besar, hanya sekitar Rp10 per batang.

Sedangkan yang dinaikkan lebih tinggi, justru SKM golongan I. Dengan begitu, maka SKM golongan IIB tetap bisa eksis, namun penerimaan pemerintah dari cukai bisa besar. “Dengan tarif cukai yang besar, SKM golongan I tidak akan terganggu karena rokok mereka tetap laku karena pangsa pasarnya konsumen loyal, tidak seperti konsumen SKM golongan II yang merupakan konsumen berhasilan rendah,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya