SOLOPOS.COM - Ilustrasi pita cukai rokok untuk rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT). (Antara-Akhmad Nazaruddin Lathif)

Solopos.com, SOLO — Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5% yang berlaku mulai 1 Februari 2021. Pedagang rokok ecer maupun konsumen pun mengaku tak kaget lantaran ini bukan kali pertama.

Salah satu pedagang rokok ecer di daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Agung Nugroho, mengatakan kenaikan cukai rokok merupakan hal yang biasa. Kebijakan tersebut berdampak pada naiknya harga rokok.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Saya pragmatis saja kan pemerintah sudah memutuskan. Saya realistis saja yang laku yang mana saya kulakan lalu jual. Jumlah kulakan saya ya tetap, paling tambah biaya karena harga rokoknya naik,” ujar dia, saat ditemui Solopos.com, Jumat (11/12/2020).

10 Berita Terpopuler : Widodo Redmi Terima Endorse - Kebijakan Karantina Diprotes

Agung mengaku belum tahu seberapa besar mau menaikkan harga rokok ecer jualannya. Ia memilih melihat harga kulakan lebih dahulu baru memutuskan harga jualan.

Ia biasa kulakan hampir semua merek rokok minimal 1 merek 2 bungkus per hari. Dalam hal ini, jumlah rokok per bungkus berbeda-beda tergantung variannya, mulai 6 batang - 20 batang per bungkus.

Menyesuaikan Kantong

Pelaku usaha mikro ini bercerita biasanya konsumen rokok yang menjadi pelanggannya bervariatif. Sebagai contoh, beberapa konsumen rokok yang tergolong mahal seperti Marlboro, Gudang Garam Exclusive, dan Sampoerna A Mild, memilih beralih ke rokok yang lebih murah menyesuaikan kantong mereka.

Namun demikian, ada pula konsumen rokok loyal tak akan beralih merek meski harga rokok tersebut tinggi.

“Pelanggan setia ya mau rokok mahal kaya apa ya tetap dibeli. Tapi, ada juga yang lalu pindah ke rokok baru dengan harga yang relatif murah,” papar dia.

Menurutnya, munculnya produk atau varian rokok baru dinilai cukup laris. Namun demikian, rata-rata pembeli rokok baru tersebut hanya coba-coba lantaran harga rokok yang biasa ia konsumsi mengalami kenaikan tarif.

Soal Karantina Pemudik, Wali Kota Solo Minta Pengusaha Bersabar, Kasus Covid-19 Masih Tinggi

Rokok-rokok anyar nan murah ini notabene diproduksi merek terkenal demi menyiasati produk utamanya yang harganya kian mahal. Misalnya, Djarum Super (Rp17.000 - Rp25.000) meluncurkan Next (Rp16.000 - Rp17.000), Wave (Rp13.000 - Rp14.000), Viper (Rp16.000), dan Gudang Garam dengan produk anyar Patra (Rp11.000 - Rp12.000).

“Saya jualnya ecer paling murah Rp1.000/batang, lalu Rp2.000-an seperti Sampoerna, Gudang Garam, Djarum Super, Marlboro, ini yang paling laris. Ada juga Rp2.500/batang untuk Cigarillos [jenis cerutu],” ungkap dia.

Salah satu konsumen, Eka, menilai kenaikan cukai rokok dinilai tak sepadan dengan pajak-pajak lainnya. Menurutnya, produk rokok kerap jadi kambing hitam demi alasan kesehatan maupun demi mendongkrak pendapatan negara.

“Alasan cukai rokok naik apa sih? Kalau pendapatan negara kurang, coba pajak roda empat dinaikkan. Saya sebagai perokok merasa tidak adil karena selalu jadi kambing hitam,” ungkap dia.

Komnas HAM Dituduh Boneka Cendana, Begini Reaksinya...

Eka mengaku ia kerap mengonsumsi rokok Gudang Garam Promild Putih. Harganya Rp20.000/bungkus. Dalam sebulan kira-kira ia mengeluarkan uang senilai Rp600.000 untuk membeli rokok.

Kebutuhan Primer

Hal serupa dikeluhkan Rusdi. Warga Klaten ini menilai semestinya pemerintah bisa menggenjot pemasukan atau pendapatan dari sektor lain, bukan hanya cukai rokok yang jadi sasaran. Menurutnya, bagi sebagian orang rokok merupakan kebutuhan primer.

“Ya, saya mending mencari rokok lain sesuai bujet saya. Misalnya, saya sekarang senang rokok Sampoerna Mild [Rp25.000/bungkus]. Nanti kalau harganya naik lagi saya beli Sampoerna dengan bungkus yang lebih kecil atau ganti yang lain,” kata dia.

Jangan Salah, Ini Cara Menyisir Rambut yang Benar Sesuai Jenis Rambut

Konsumen lain, Wisnu, berancang-ancang memilih rokok yang lebih murah jika nanti harga rokok makin naik. Karyawan swasta ini biasa mengonsumsi Gudang Garam Promild Merah seharga Rp20.000/bungkus. Sebungkus rokok isi 16 batang tersebut untuk stok sekitar dua hari. Jadi, sebulan ia mengeluarkan uang Rp300.000 untuk jajan rokok.

“Ya saya mulai mencoba rokok yang lebih murah, tapi rasanya pas. Misalnya, Gudang Garam Patra yang harganya hanya Rp11.000/bungkus. Rokok-rokok baru kalau untuk lidah orang Solo mungkin kurang cocok, tapi kebetulan saya oke saja,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya