SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman cabai (JIBI/Harianjogja/Dok.)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah petani cabai di Kismantoro, Wonogiri mengalami gagal panen di tengah cuaca tak menentu. Hingga menjelang dasarian III Juni 2022, cuaca di Wonogiri masih sering hujan padahal mestinya sudah memasuki musim kemarau.

Ketua Asosiasi Petani Cabai Desa Ngroto, Kecamatan Kismantoro, Suratno, mengatakan lahan pertanian di daerahnya mencapai ratusan hektare. Mayoritas lahan di Kismantoro ditanami cabai. Sebanyak 70 persen tanaman cabai di Kismantoro mengalami gagal panen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cabai yang paling banyak ditanam petani di Kismantoro, yakni cabai merah keriting. Kondisi tanah di Kismantoro dinilai cocok ditanami cabai merah keriting. Di luar itu, terdapat pula cabai rawit dan cabai hijau.

Fenomena gagal panen yang dialami para petani menjadi salah satu penyebab harga cabai melesat dan stabil tinggi. Masih adanya guyuran hujan mengakibatkan penyakit tanaman cabai bermunculan, seperti patek.

“Musim tanam itu biasanya Januari-Februari. Sekarang ini harusnya sudah panen. Tapi nyatanya banyak yang gagal [periode Juni-Juli 2022]. Itu yang mendorong mahalnya harga cabai sekarang. Yang gagal panen merugi, yang lolos untung banyak,” kata Ratno saat dihubungi Solopos.com, Minggu (19/6/2022).

Baca Juga: PERTANIAN WONOGIRI : Punya Pasar Lelang Cabai, Ini Keuntungan bagi Petani Kismantoro

Hingga pertengahan Juni 2022, harga cabai masih stabil tinggi. Informasi yang dihimpun Solopos.com, harga cabai merah keriting telah menembus Rp60.000/kg. Padahal harga normalnya hanya Rp20.000-25.000/kg. Harga cabai rawit merah senilai Rp90.000/kg.

“Saat ini, mestinya harga cabai ada pada kondisi normal. Mahal-mahalnya harga cabai itu mestinya pas akhir tahun. Mulai November, Desember, hingga Januari. Di saat itu banyak yang enggak menanam karena biasanya gagal panen. Kalau berhasil panen, keuntungannya banyak. Kenek dinggo nguripi [Bisa buat menyambung hidup],” katanya.

Ketua Kelompok Tani Dusun Gupakan, Desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Mingan, mengatakan penyakit tanaman cabai dapat menular dengan cepat dalam kurun waktu 15 hari. Tanaman yang terserang penyakit bisa mati. Hal itu sudah dilaporkan ke Balai Penyuluh Pertanian (BPP).

“Bagi petani yang lolos [tidak gagal panen], memperoleh untung besar. Tengkulak yang biasa datang ke sawah petani biasanya dari Kabupaten Pacitan dan Ponorogo, Jawa Timur,” katanya.

Baca Juga: PERTANIAN WONOGIRI : Asyik, Petani Cabai Dapat Bantuan Rp30 Juta dari Pemkab

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Sutrisno, mengatakan di daerahnya juga menjadi sentra tanaman cabai selain di Kismantoro. Total petani cabai di Jimbar mencapai 53 orang. Jumlah itu terdiri dari petani muda dan tua.

“Pada 9 Juni 2022 itu masih sehat, bagus kondisinya. Tetapi malamnya hujan mengguyur dan besoknya langsung layu,” katanya kepada Solopos.com, Minggu.

Sutrisno mengatakan luas lahan pertanian di Desa Jimbar mencapai 30 hektare. Selain cabai, terdapat pula tanaman hortikultura lainnya.

“Kondisi sekarang ini, banyak yang beralih dari menanam cabai ke hortikultura lainnya yang umur tanamnya pendek. Meski risiko gagal panen masih ada, setidaknya masih berpotensi panen daripada cabai yang waktu tanamnya empat hingga lima bulan,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya