SOLOPOS.COM - Ketua Kelompok Subur Makmur Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Painu, saat mengecek pohon kopi di ladangnya, Minggu (29/1/2023). Ia mengungkapkan panen kopi di dukuhnya turun dari yang biasanya 1,5 ton menjadi 800 kilogram saja. (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Akibat cuaca ekstrem dengan panas dan hujan yang secara cepat bergantian membuat panen kopi turun. Cuaca ekstrem dinilai menjadi penyebab bunga kopi tak berkembang secara optimal.

Pada saat panen normal, Kelompok Subur Makmur di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali bisa mendapatkan 1,5 ton kopi di tahun 2020 dan 2021. Namun di tahun 2022, kelompok yang terdiri atas 34 anggota itu hanya memperoleh 800 kilogram.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Mungkin ini penurunan karena cuaca ekstrem begitu, sebentar panas, sebentar hujan. Itu kan merusak tanaman, bunga kopinya jadi tidak berkembang baik. Curah hujannya juga tinggi sekali dan zat hara juga tidak terlalu bagus. Jadi lembab,” kata Ketua Kelompok Subur Makmur, Painu, saat berbincang dengan Solopos.com di ladangnya, Minggu (29/1/2023).

Ia mengungkapkan musim yang bagus untuk kopi berkembang sebenarnya saat musim hujan dengan intensitas sedang. Sehingga serbuk bunga kopi dapat berkembang dengan maksimal. Namun, Painu mengungkapkan akhir-akhir ini cuaca ekstrem melanda areanya.

Painu mengatakan ceri kopi milik warga dikumpulkan di tempatnya. Harga per kilogram ceri mulai dari Rp5.000-Rp6.000 tanpa warga harus memanen ceri kopi.

Kemudian, ceri kopi tersebut diolah menjadi bubuk dan roast beans kopi sebelum dijual ke daerah Klaten, Solo, dan Yogyakarta.

“Kalau dijual dalam bentuk bubuk terus sudah disangrai juga per kilogram bisa mencapai Rp300.000 per kilogram,” ujarnya.

Painu mengungkapkan di satu dusunnya di Gumuk kurang lebih terdapat 2.000-an pohon kopi. Di kelompoknya juga memiliki bibit kopi sebanyak 3.000-an yang bisa diambil gratis oleh anggota kelompoknya.

Pemberian bibit kopi secara gratis tersebut sebagai upaya memperbanyak petani kopi di dukuhnya. Beberapa jenis pohon kopi yang berada di Dukuh Gumuk antara lain kopi lini S, red caturra, dan arabika Jawa.

“Yang arabika Jawa itu sebenarnya hanya ungkapan embah-embah, tapi sepertinya itu juga masuk lini S. Hanya, saya juga mengikuti orang tua sini saja, jadi ada jenis arabika Jawa,” kata Painu.

Ia mengungkapkan panen kopi biasanya hanya terjadi pada tiga bulan dalam setahun, yaitu bulan April, Mei, dan Juni.

Senada, petani kopi asal Gumuk, Joko Susanto, 32, mengaku panen pada 2022 juga menurun. Ia mengatakan pada 2021 bisa memanen 350 kilogram kopi.

“Pas 2022 hanya 250 kilogram kopi. Itu untuk tiga kali petik pada 2022,” ujarnya.

Walaupun panen naik-turun, Joko mengatakan harga kopi yang ditawarkan dari Kelompok Subur Makmur cukup stabil sehingga tak terlalu bermasalah.

“Harapannya petani kopi di tempat kami bisa sejahtera dan semakin bagus hasil panennya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya