SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk cikungunya (Dok/JIBI)

Solopos.com, KLATEN — Penyakit chikungunya mulai mengganas di Klaten dalam beberapa pekan terakhir. Warga diminta tetap mewaspadai potensi semakin merebaknya penyakit chikungunya di tengah pandemi Covid-19.

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Anggit Budiarto, mengatakan chikungunya diduga telah menyerang beberapa wilayah di Kabupaten Bersinar. Hal itu seperti di Trucuk, Ceper, dan Cawas.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami sudah memperoleh laporan dari beberapa warga di daerah itu. Kami sedang melakukan penyelidikan epidemologi juga untuk memastikan bahwa itu memang chikungunya. Ini perlu diwaspadai lebih lanjut. Apalagi kondisinya juga seperti ini [masih berlangsung pandemi Covid-19],” kata Anggit Budiarto, kepada Solopos.com, Minggu (19/12/2021).

Baca Juga: Gencar Uji Petik Antigen Pelajar, Dinkes Klaten Tak Temukan Kasus Covid

Anggit Budiarto mengatakan gejala chikungunya hampir sama dengan demam berdarah dengue (DBD). Di antara gejala itu, seperti demam tinggi dan pegal-pegal.

“Kalau di suatu daerah ada chikungunya, pasti ada potensi DBD juga. Makanya, ini harus segera dicegah. Kami sudah ada upaya-upaya yang harus dilakukan guna menangani dan mencegah persebaran chikungunya ini,” katanya.

Hal senada dijelaskan Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Bidang P2PM Dinkes Klaten, Wahyuning Nugraheni. Warga di Klaten yang sudah terserang penyakit chikungunya terdeteksi di Kecamatan Trucuk, Kecamatan Ceper, dan Kecamatan Cawas.

Baca Juga: DBD dan Chikungunya di Karanganyar Telan 4 Korban Jiwa

“Kasus terakhir di Cawas, sekitar satu pekan ini. Kalau jumlah detailnya saya enggak hafal berapa yang terserang. Saya harus buka data terlebih dahulu,” katanya.

Wahyuning Nugraheni mengatakan pencegahan paling efektif guna menghindari serangan chikungunya, yakni memberantas jentik nyamuk. Dinkes Klaten juga sudah menggelar pengasapan di Trucuk dan Ceper.

“Penyuluhan ke masyarakat terus dilakukan. Sesuai rencana, besok akan ada penyuluhan di Cawas,” katanya.
Wahyuning Nugraheni mengatakan munculnya serangan chikungunya disebabkan beberapa faktor. Berlangsungnya musim hujan dimungkinkan menjadi faktor yang mempercepat merajalelanya chikungunya.”

Baca Juga: Alhamdulillah, Kasus DBD di Kota Jogja Turun dari Tahun Sebelumnya

“Ya, musim hujan bisa menjadi faktor pendukung. Chikungunya ini ditularkan nyamuk yang sama dengan gejala DBD. Air hujan bisa saja tertampung di barang bekas sehingga telur nyamuk bisa menetas. Yang perlu diketahui, telur nyamuk dalam kondisi kering bisa bertahan selama 3 bulan-6 bulan. Jika terendam air, bisa langsung menetas 2 hari-3 hari. Jadi, pemberantasan jentik nyamuk menjadi upaya paling efektif,” katanya.

Selain chikungunya, lanjut Wahyuning Nugraheni, warga di Klaten juga diminta tetap mewasdai DBD dan Covid-19. Di Klaten terdapat empat daerah yang tergolong endemis DBD, seperti Tlogorandu (Juwiring), Tlogo (Prambanan), Danguran (Klaten Selatan), dan Ketandan (Klaten Utara).

“Kalau pemberantasan jentik nyamuk tidak rutin dilakukan, bisa saja serangan chikungunya yang gejalanya hampir mirip dengan DBD ini seperti bergantian dari satu orang ke yang lainnya,” katanya.

Baca Juga: Kesadaran PSN Rendah, DBD Masih Jadi Momok di Karanganyar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya