SOLOPOS.COM - Ilustrasi sinterklas. (Dok)

Jalanan Seoul pagi itu mendadak keos oleh penemuan mayat seorang wanita di kolong jembatan. Jasadnya meringkuk di dalam boks plastik yang kini sudah dikerumuni banyak warga dan beberapa wartawan. Tampak di antara mereka, beberapa petugas dari rumah sakit sedang melakukan proses evakuasi.

“Untuk saat ini, kami belum bisa menemukan identitas korban ataupun pelakunya. Kami akan mengusut kasus ini lebih lanjut,” ungkap seorang petugas polisi kepada wartawan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara itu, di tempat lain, Seo-jun seketika mematikan layar televisinya. Tayangan berita semacam itu baginya terlalu sadis untuk mengobati sakit hatinya yang masih basah. Ia lebih baik segera meninggalkan kotanya ini ke pulau terpencil yang jauh lebih tenang. Ia tahu situasi di kotanya saat ini bukan lagi tempat yang baik.

***

Sejak kali pertama ia mengenal Hyena dari kerabatnya, wanita tersebut memang terlihat sangat cantik dalam fotonya yang masih mengenakan blouse hitam. Seo-jun, lelaki berusia sekitar lima puluh tahunan itu, diam-diam seperti anak remaja yang tengah kasmaran, ia tidak lagi sabar untuk mengajaknya berkencan di sebuah apartemen mewah, setelah pesta malam Natalnya itu selesai.

Hal tersebut yang membuat kerabat Seo-jun tidak bisa berhenti menahan tawa di sebelahnya. Perut gendutnya seperti dikocok melihat kelakuan Seo-jun yang masih suka bermain gila dengan para wanita cantik yang usianya jauh lebih muda. Wajahnya hampir seperti anggur merah dalam segelas brendi yang tengah mereka nikmati.

Meskipun usia lelaki pengusaha burung walet itu sudah bukan remaja lagi, tetapi Seo-jun memang masih terlihat tampan dan gagah. Ia bahkan sudah menjanjikan Hyena 330 won sekaligus akan membawanya berbelanja keliling Myeongdong setelah bermalam di apartemennya nanti.

“Kau benar-benar payah jika tidak mengajakku.”

“Tenanglah, jika perlu nanti aku akan membuatkan siaran langsung untukmu,” jawab Seo-jun yang masih berkutat dengan gawainya. Ia sedang berusaha mencari strategi agar nanti bisa tampil perkasa di mata Hyena.

Kerabatnya itu kemudian hanya kembali terkekeh mendengar pengakuan Seo-jun yang ceplas-ceplos. Persahabatan mereka sepertinya sudah terjalin sangat baik.

“Kau tidak perlu khawatir. Minumlah ini!” ujar kerabatnya itu seraya menyodorkan sesuatu ke tangan Seo-jun.

Seo-jun yang masih tampak kebingungan, ia terlihat sedang merinci tiga butir permen berwarna merah muda berlogo Rolex yang ada di tangannya.

Sementara kerabatnya itu hanya mangut-mangut sebelum memberi penjelasan, “Itu adalah ekstasi jenis baru!”

Mendengar pengakuan kerabatnya itu, Seo-jun seketika mengernyitkan dahinya. “Kau yakin ini akan aman?” tanya Seo-jun yang masih terlihat takut dan ragu-ragu.

“Silakan buktikan sendiri khasiatnya. Aku bisa menjamin barang itu aman.”

Sepanjang pesta malam Natal, mereka lebih dominan membahas tentang Hyena. Jika melihat dari latar belakang pekerjaannya di akun Facebook, Hyena adalah seorang karyawati di salah satu bank swasta yang ada di Kota Seoul. Wanita tersebut sepertinya juga menaruh simpati besar kepada Seo-jun. Apalagi, teman chat-nya itu sangat antusias saat mengajak dirinya jalan-jalan ke pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh kalangan backpaker. Tentu saja, hal itu pula yang kemudian membuat Hyena tergiur untuk mendatangi Seo-jun ke apartemennya.

“Tunggulah, Jun. Kau barusan terlalu banyak menghabiskan soju. Biarkan aku yang akan mengantarkanmu kembali ke apartemen.”

“Sssttt, diamlah di situ,” sanggah Seo-jun seraya tertatih berdiri. Tangannya menahan agar kerabatnya itu tidak bergeser sedikit pun dari posisi duduknya yang semula.

“Aku masih bisa mengendarai mobil dengan baik. Kau lebih baik istirahat. Cuaca di luar malam ini cukup dingin.”

“Aku tahu kau sangat egois. Kau hanya takut kalau aku akan merusak suasana kencanmu.”

“Sepertinya aku tidak perlu menjelaskan hal itu lagi. Kau memang sahabat terbaik. Terima kasih banyak sudah mengerti perasaanku.” Seo-jun tidak ingin mendengar celoteh apa pun lagi dari kerabatnya. Ia lebih baik segera melanjutkan keluar pintu dengan kondisi tubuhnya yang sudah tidak lagi seimbang.

“Hati-hatilah di jalan!”

“Tidak perlu khawatir.”

Sesaat kemudian, suasana tenang malam itu mendadak pecah dikuasai oleh kebisingan suara knalpot mobil Seo-jun yang tengah melaju kencang di jalanan Seoul.

***

Di ruang lobi utama, Hyena, wanita itu ternyata lebih manis dengan t-shirt putih polos, celana jeans, dan sepatu kets yang dikenakan. Sedangkan di bahunya terdapat sebuah jaket tebal sebagai atribut tambahan yang sangat serasi. Ia sudah duduk di sofa merah bersebelahan dengan buketnya. Hingga beberapa saat menunggu, ia masih tidak melihat siapa pun kecuali pohon Natal yang sedang termenung sendirian di sisi meja.

Baru setelah beberapa kali terlihat ia mengangkat telepon dari seseorang, Hyena kemudian justru tampak lebih sedikit grogi saat melihat kedatangan Seo-jun di pintu utama. Lelaki itu masih mengenakan pakaian formal dengan setelan jas hitam yang sedikit compang-camping seraya berdiri memegang tas.

Mereka berdua masih mematung dan saling bertatapan. Seo-jun mengakui bahwa wanita itu jauh lebih sempurna dari yang sebelumnya hanya terlihat di dalam foto. Ia tidak akan rugi jika nanti harus merogoh sebagian isi dompetnya untuk diberikan kepada Hyena. Seo-jun sangat menyukai penampilannya yang kasual, lebih santai, tetapi masih terlihat rapi dan bersih.

“Selamat malam, Nona Hyena,” tegur Seo-jun, “Maaf, aku sedikit terlambat malam ini,” lanjutnya seraya tersenyum simpul. Ia terlihat mengulurkan tangan agar Hyena berdiri.

“Panggil saja aku Hyena, Tuan Jun,” protesnya sambil bangkit meraih tangan Seo-jun. Hyena tidak lupa memberikan senyumnya yang paling manis.

“Bagaimana kalau aku memanggilmu dengan sebutan Yeobo?”

Hyena hanya tersenyum seraya membopong tubuh Seo-jun. Iatahu kalau itu adalah julukan favorit bagi pasangan suami-istri yang sering digunakan dalam berbagai film drama sereal romantis.

Mereka berjalan memasuki lift ke unit tempat tinggal Seo-jun di lantai 27. Bagi Seo-jun, malam ini bukan lagi pesta perayaan Natal biasa, tetapi dengan adanya Hyena, malam ini menjadi momentum terbaik sepanjang sejarah perayaan Natal dalam hidupnya.



Setelah sampai di lantai atas, Seo-jun masih saja memperlakukan Hyena sebagaimana sikap seorang raja terhadap permaisuri yang akan menikmati bulan madunya di kamar mewah.Mereka setelah itu memasuki sebuah ruangan yang menurut Hyena cukup bersih dan nyaman untuk tempat tinggal seorang duda seperti Seo-jun. Semua furnitur dan lainnya tertata rapi sesuai tempatnya.

Hyena kemudian sudah berdiri di balkon kamar dengan pemandangan Kota Seoul di malam hari. Sangat indah. Puluhan gedung pencakar langit tampak saling membiaskan cahaya gemerlapan di musim dingin ini.

“Aku ingin jika uang kencan malam ini diberikan dulu,”ujar Hyena. Ia berjalan ke arah Seo-jun, lalu memeluknya dari belakang. Menempelkan payudaranya ke punggung Seo-jun.

“Kau tidak perlu khawatir. Aku sudah menyiapkan 330 won untukmu.”

Seo-jun menyodorkan beberapa lembar uangnya yang semula diambil dari dalam saku ke dada Hyena.

Sepasang tubuh itu tidak lama kemudian sudah menyatu tak ada jarak. Napasnya terengah-engah seperti pendaki gunung yang lagi berjuang meraih Edelweis untuk kekasihnya. Kaki Seo-jun sempat terpeleset beberapa kali saat menyusuri jalanan setapak dan belukar, tetapi Hyena segera sigap menyambar tangannya kembali, lalu membisikkan udara basah ke telinga Seo-jun agar ia tetap semangat dan bergairah sampai ke puncaknya.

***

Pada hari berikutnya, belum genap delapan jam setelah mereka berpisah di Myeongdong, malam ini Seo-jun sudah rindu lagi dengan gemulai tubuh Hyena saat mereka berjuang meraih Edelweis bersama-sama di puncak gunung. Ia dibuat penasaran untuk melakukan pendakian yang kedua. Bayang-bayang Hyena di kepala Seo-jun itu baginya lebih mematikan daripada tiga butir ekstasi yang saat ini sedang membuatnya sakau.

Beberapa kali Seo-jun sempat menghubungi beberapa kerabat terbaiknya untuk mendapatkan barang yang sama, tetapi hasilnya sama saja. sia-sia. Stamina tubuhnya sudah tidak lagi enerjik seperti sebelumnya. Ia tidak bisa tidur. Cahaya di matanya seperti sedang berkaca pada cermin tua yang buram. Sikapnya juga selalu gelisah dan mudah tersinggung.



Seo-jun sangat membutuhkan Hyena dalam situasi yang serba kalut ini untuk menghiburnya. Hyena sempat menolak, tetapi untuk malam ini Seo-jun sangat memohon. Ia bersedia membayar dua kali lipat lebih besar dari biaya kencan yang sebelumnya.

Merasa jenuh saat menunggu kedatangan Hyena yang tidak kunjung terlihat batang hidungnya, Seo-jun memilih mengurung dirinya di dalam kamar dengan beberapa puntung rokok di asbak meja yang terus bertambah banyak. Ia duduk di depan layar komputer yang sedang sibuk menampilkan beberapa situs perjudian online sambil meminum cheongju yang kini hanya tersisa beberapa tegukan lagi.

Seo-jun baru terlihat senang setelah menerima telepon dari Hyena. Ia segera bergegas ke lobi bawah. Mau seperti apa pun, Hyena tetap terlihat cantik saat mengenakan long coat hitam. Senyumnya yang manis membuat Seo-jun ingin mengecup bibirnya berlama-lama.

Setelah menjemput Hyena dan kembali ke kamar, ia tidak ingin basa-basi lagi. Hyena sudah mendapat bayaran sangat mahal. Seo-jun tidak ingin menyia-nyiakan uangnya begitu saja. Ia harus memetik Edelwis sebanyak-banyaknya dari tubuh Hyena.

“Sekarang sudah hampir pagi. Aku perlu istirahat karena harus bekerja,” ujar Hyena saat Seo-jun ingin menaiki tangga ronde yang selanjutnya.

“Ayolah, Yeobo, aku hanya ingin bersenang-senang denganmu saja,” bujuk Seo-jun. Tubuh mereka masih berada di bawah selimut, yang ketika dibuka tampak hanya mengenakan pakaian dalam.

Merasa tidak nyaman dengan sikap Seo-jun yang mulai egois, Hyena kemudian memunguti pakaiannya yang masih tercecer di lantai.

“Aku lebih baik pulang saja. Percuma jika harus meladeni orang loyo yang hanya memikirkan dirinya sendiri,” ucapnya dengan nada ketus.

Seo-jun yang masih terbaring di bawah selimut, amarahnya seperti meledak-ledak saat mendengar kata-kata itu. Tangannya dengan spontan mencengkeram bagian tubuh Hyena, lalu membantingnya ke ranjang. Mencekik lehernya, dan memecahkan botol cheongju yang diambil dari meja yang tidak jauh dari tempat tidurnyake kepala Hyena. Darah kemudian tampak mengalir dari rambut panjang wanita itu.



Menghilangkan nyawa seseorang selain perbuatan melanggar hukum juga merupakan tindakan yang sangat sadis. Seo-jun kemudian hanya terlihat mondar-mandir di depan layar komputernya yang masih menyala dengan gambar poster iklan “anti loyo”.

Ia tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya kali ini akan berakhir dengan kisah yang tragis. Hati kecilnya berkata menyesal dengan apa yang baru saja ia perbuat, tetapi sangat konyol jika ia menyerahkan diri ke petugas. Seo-jun segera mungkin harus melarikan diri ke tempat yang jauh lebih aman setelah membuang jasad Hyena.

Pagi kemudian sudah menjelang.

Matahari masih menyembunyikan cahayanya di balik dinginnya salju. Suara anjing menggonggong. Bunyi tembakan gencar tiba-tiba. Aroma mesiu menyebar.
Terlihat di depan pintu utama sebuah apartemen mewah itu, dua orang dengan kasus yang berbeda, tengah digelandang paksa ke dalam mobil petugas.

Kakinya sudah pincang. Di bagian betisnya ada sungai darah yang masih tampak mengalir. Sejumlah wartawan kemudian berkumpul.

 

Malang, 25 November 2021.

Moehammad Abdoe, lahir di Malang, pelopor komunitas Pemuda Desa Merdeka, menulis puisi dan cerpen yang dimuat di berbagai surat kabar dan majalah. Buku puisi tunggal terbarunya berjudul: Debar Waktu (2021), Sehelai Lontar (2021), Sebutir Debu (2021). Ia masih tinggal di sebuah desa terpencil di bawah lereng bukit kapur (Kalipare-Malang) sebagai penulis lepas.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya