SOLOPOS.COM - Petugas medis memindahkan jenazah korban kerusuhan Stadion Kanjuruhan di RSUD Saiful Anwar, Kota Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi menyebutkan tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang mengakibatkan sebanyak 131 orang meninggal dunia. ANTARA FOTO/R D Putra/Zk/rwa.

Solopos.com, MALANG — Kerusuhan usai laga Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022), merupakan tragedi yang sangat menyedihkan bagi pecinta sepak bola Tanah Air. Terutama bagi mereka yang terlibat langsung dan menjadi korban dalam tragedi tersebut.

Kerusuhan tersebut menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan mengalami luka-luka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aditya, 28, warga Kedungkandang, Kota Malang, yang merupakan saksi selamat dalam tragedi Kanjuruhan menceritakan peristiwa chaos itu bermula setelah wasit meniupkan peluit panjang sebagai tanda berakhirnya pertandingan tersebut. Dalam pertandingan itu, Arema FC kalah dari Persebaya Surabaya dengan skor 3-2. Kekalahan itu mengecewakan suporter Arema.

Seusai pertandingan, pemaian Persebaya berlari ke tempat ganti. Sedangkan pemain Arema masih berada di tengah stadion, namun tidak melakukan selebrasi dengan menyanyikan anthem karena kalah.

Baca Juga: Nyala Lilin Ratusan Suporter di Jogja untuk Doakan Korban Tragedi Kanjuruhan

Saat itu, tiba-tiba dua orang suporter Arema turun ke tengah Stadion Kanjuruhan untuk memberikan dukungan kepada pemain dan sekaligus menananyakan mengapa sampai kalah dengan Persebaya. Namun, Panpel menghalau dan mereka setuju untuk kembali ke tribun penonton.

Kemudian, dari sisi utara dan selatan tribuan, justru belasan Aremania turun ke lapangan dengan tujuan yang sama. Para suporter itu hendak memberikan dukungan kepada para pemain sekaligus menanyakan sebab kekalahan itu. Para suporter itu juga dihalau aparat keamanan.

Para suporter itu kemudian naik tribun. Sebelum sampai dan naik ke tribun, tiba-tiba polisi menembakkan gas air mata ke tribun bagian utara dan selatan. Suporter yang belum naik ke tribun mendapat tembakan gas air mata dan membalas dengan melemparkan gas air mata ke polisi.

Baca Juga: Selain Copot Kapolres Malang, Kapolri Juga Copot 9 Polisi terkait Kanjuruhan

Setelah itu, polisi semakin meningkatkan frekuensi penembakan gas air mata sehingga penonton pun menjadi panik. Mata para suporter perih karena terkena gas air mata. Mereka pun berusaha keluar Stadion Kanjuruhan, namun pintu 10-14 belum dibuka.

Lantaran pintu masih ditutup, kemudian terjadi desak-desakan penonton. Saat itu ada yang mengalami sesak napas, bahkan ada suporter yang terinjak.

33 anak meninggal di tragedi kanjuruhan
Sejumlah pemain dan official Arema FC menaburkan bunga di depan patung Singa Tegar kawasan Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Senin (3/10/2022). (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa.)

“Stadion full dengan gas air mata,” kata pria yang merupakan karyawan swasta tersebut.

Beberapa suporter kemudian berusaha keluar dari stadion dengan melewati pintu keluar VIP. Pintu stadion kemudian dibuka, namun ternyata tidak dibuka seluruhnya. Kondisi itu membuat penonton semakin kalut dan berdesakan supaya bisa keluar dari stadion. Dampaknya ada yang tergencet. Korban tampak nyata di depan mata.

Baca Juga: Polri Periksa 18 Operator Senjata Pelontar pada Tragedi Kanjuruhan

Saat itu, Stadion Kanjuruhan diwarnai dengan isak tangis, terutama penonton perempuan dan anak-anak. Tim medis kewalahan menangani korban luka dan meninggal.

Di dalam stadion kondisinya snagat mencekam. Ada mayat di samping loket sisi selatan, ruang ganti pemain, musala, ruang kesehatan, dan lobby stadion.

“Saya melihat ibu menangis di depan jenazah anaknya, anak-anak menangis mencari orang tuanya yang terpisah, dan bapak menangis di depan anaknya. Saya trenyuh, ikut meneteskan air mata melihat pemandangan itu,” katanya.

Melihat kondisi tersebut, muncul solidaritas kemanusian sesama suporter. Mereka yang selamat membantu mengevakuasi jenazah maupun korban luka untuk dibawa ke RS, tanpa mengenal satu sama lainnya.

Baca Juga: Konser Westlife di Prambanan Bikin Kecewa, Promotor Janji Refund Tiket 100%

“Saya sempat tanya kepada Arema asal Bululawang yang tengah membantu mengevakuasi korban, ternyata yang bersangkutan tidak kenal dengan korban,” katanya.

Pada pukul 02.00 dini hari, baru Stadion Kanjuruhan dalam kondisi tenang. Hal itu terjadi karena Aremania berkonsentrasi untuk menolong dengan mengevakuasi korban ke RS. Mereka juga mengantar korban ke RS sehingga stadion menjadi sepi.

Menurutnya Tragedi Kanjuruhan bukan dipicu hasil pertandingan, namun lebih sebagai respons represif petugas keamanan. Buktinya, fasilitas stadion tidak ada yang rusak. Tribun stadion utuh, begitu juga papan skor.

“Biasanya kalau suporter tidak puas dan protes atas hasil pertandingan, mereka merusak fasilitas stadion,” ujarnya.

Bagaimanapun, tragedi Kanjuruhan perlu menjadi pembelajaran bersama agar peristiwa tidak sampai terulang kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya