SOLOPOS.COM - Petani kopi asal Puhpelem, Wonogiri, Mulyono, menunjukan kopi produksinya di acara Festival Kopi dan Batik Wonogiri di Alun-Alun Giri Krida Bakti Wonogiri, Minggu (2/10/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Perlahan tapi pasti, kopi asli Wonogiri mendapat pengakuan dari para penikmat kopi. Komoditas yang semula dipandang sebelah mata di Wonogiri itu, kini digadang-gadang bakal menjadi komoditas unggulan.

Sejak empat tahun terakhir banyak petani di wilayah dataran tinggi Wonogiri mulai mengembangkan tanaman kopi. Mereka kini sadar tanaman kopi bisa menjadi bisnis yang menjanjikan jika ditekuni secara serius.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Petani kopi asal Desa Brenggolo, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Wonogiri, Tristiana, mengatakan dia dan banyak petani di desanya belum sadar potensi besar dari tanaman kopi sebelum 2018. Mereka menganggap tanaman kopi hanya sebagai tanaman sampingan dari tanaman utama seperti empot-empon.

Mulai memasuki tahun 2019 kondisi itu berbalik. Tanaman kopi justru menjadi tanaman utama di Desa Brenggolo.

“Dulu, pengetahuan kami tentang kopi masih minim. Kami punya tanaman kopi tapi sekadar menanam. Sebagai tanaman sampingan. Ditanam secara serampangan,” kata Tris saat berbincang dengan Solopos.com di acara Festival Kopi dan Batik Wonogiri di Alun-Alun Giri Krida Bakti Wonogiri, Minggu (2/10/2022).

Baca Juga: Ada Festival Kopi dan Batik, Car Free Sunday di Wonogiri Jalan Terus

Dia melanjutkan, pandangan petani soal tanaman kopi berubah sejak Pendamping Lokal Desa Brenggolo, Bambang Wakhit Abdul Rahman, mengedukasi petani tentang kopi. Petani yang semula asal tanam dan panen, kini sudah tertata dan memperhatikan mulai dari masa tanam hingga pasca panen. 

Ketika masa panen dulu, petani hanya asal panen. Mereka tidak memerhatikan mana biji kopi yang harus dipanen dan mana biji kopi yang tidak seharusnya dipanen. 

“Pokoknya dulu kalau panen entah itu biji masih hijau, kuning, atau sudah merah, kami panen semua. Padahal kan seharusnya yang dipanen itu biji yang sudah merah. Saat itu kami enggak tahu. Pikir kami dulu, dengan melakukan itu bisa membuat biaya panen lebih sedikit,” ujar dia.

Saat itu petani menjual kopi langsung ke pasar-pasar tradisional dengan harga murah, tidak sampai Rp20.000/kg. Hal itu lantaran kualitas kopi masih rendah.

Baca Juga: Lakukan Kombinasi Pertanian! Cara Sukses Jadi Petani Ala Ketua KTNA Wonogiri

Perlakuan petani terhadap tanaman kopi dan biji kopi ketika masa tanam hingga pascapanen sangat minim perhatian. Hal itu tidak lepas dari minimnya pengetahuan petani tentang pengelolaan kopi.

Sekarang, kondisi itu telah berubah. Petani sudah paham bagaimana cara budi daya tanaman kopi yang baik dan memroses pascapanen kopi yang benar. Harga jual biji kopi dari petani sekarang sudah menyentuh Rp40.000/kg. 

Pendamping Lokal Desa Brenggolo, Bambang Wakhit Abdul Rahman, mengatakan pada 2018 jumlah tanaman kopi di Brenggolo sudah banyak, yaitu 25.000 batang. Hanya, petani belum optimal dalam membudidayakan tanaman itu.

Terlebih, proses pascapanen kopi masih ala kadarnya. Padahal fase krusial yang dapat menentukan produk itu enak atau tidak adalah saat proses pascapanen. 

Baca Juga: Berkat Irigasi Perpipaan, Petani Puhpelem Wonogiri Nikmati Panen Raya Jagung

Saat ini petani kopi dari Brenggolo sudah mulai berdaya. Produksi kopi Brenggolo mencapai 8 ton/tahun dan diperkirakan akan terus bertambah tahun depan.

Saat ini, lahan produktif kopi seluas 35 ha di satu dusun, yaitu Dusun Gemawang. Kini, dusun-dusun lain di Brenggolo juga akan mencoba mengembangkan tanaman kopi. 

Pada awalnya, Bambang mengaku tidak mudah mendampingi petani agar beralih menjadi petani kopi yang serius. Secara perlahan dan terus memberi pengertian, para petani paham dan kini sudah mulai merasakan hasilnya. 

“Kami dulu mengorganisir dan mengedukasi petani, memberi pengertian bahwa dasar dari harga yang tinggi harus memberikan kualitas kopi yang tinggi pula. Kami dorong terus menjaga kualitas,” ucap Bambang.

Baca Juga: Sentra Kopi di Wonogiri Ternyata Ada di 8 Kecamatan, Ini Daftarnya

Pasar Kopi Brenggolo kini sudah merambah ke luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan. Konsumen Kopi Brenggolo masih didominasi wilayah Soloraya dan Jabodetabek. Produk unggulan Kopi Brenggolo yaitu Robusta. 

Kondisi serupa juga terjadi di Desa Nguneng, Kecamatan Puhpelem, Kabupaten Wonogiri. Dua tahun terakhir ini, para petani di Desa Nguneng mulai beralih ke tanaman kopi dari yang semula hanya empon-empon.

Salah satu petani kopi, Mulyono, menyampaikan sekarang lebih fokus pada tanaman kopi dibandingkan tanaman lain karena dia menilai kopi lebih menjanjikan di pasaran. 



“Sekarang saya menanam kopi di lahan seluas lebih kurang 2 ha. Petani lain juga begitu, sudah mulai beralih ke kopi,” kata Mul. 

Baca Juga: 1.000 Cup Kopi Dibagikan Gratis di Festival Kopi dan Batik Wonogiri

Sekretaris Gabungan Kelompok Tani Segar, Desa Semagar, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri, Sularti, mengungkapkan hal serupa. Empat tahun lalu, banyak petani panen kopi petik hijau sehingga kualitas kopi yang dipasarkan relatif rendah. Harga jual pun hanya Rp17.000/kg.

Setelah petani diberdayakan, harga jual kopi dari petani mencapai Rp30.000/kg. Kopi dari Girimarto itu memiliki cita rasa khas, yaitu ada rasa fruity. Jenis kopi yang ditanam petani Girimarto mulai dari robusta, arabika, dan Liberia.

Produk kopi yang ditanam di Lereng Lawu Selatan itu kini sudah masuk ke kedai-kedai kopi di Soloraya, Yogyakarta, bahkan sampai ke luar Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya